Swara Pendidikan (Depok) – Dalam upaya menguji komitmen Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam memberantas korupsi di 100 hari pertama pemerintahan, Gerakan Lokomotif Pembangunan (Gelombang) Kota Depok melaporkan dugaan korupsi pengadaan lahan untuk pembangunan SMP Negeri di Kelurahan Curug, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok. Nilai proyek pengadaan tanah tersebut mencapai Rp15,166 miliar dalam Anggaran Tahun 2024.
Ketua Gelombang, Cahyo P. Budiman, mengungkapkan sejumlah temuan utama dalam laporan yang disampaikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Salah satu poin krusial adalah adanya ketidaksesuaian nilai ganti rugi lahan.
“Lahan seluas 4.000 m² dihargai Rp 1 juta–1,3 juta per meter persegi oleh pemerintah. Padahal, jika dihitung dari total anggaran, nilai ganti rugi seharusnya mencapai Rp 3,79 juta per meter persegi. Hal ini menimbulkan selisih harga yang diduga kuat digunakan untuk memperkaya pihak tertentu,” ungkap Cahyo kepada awak media.
Menurut Cahyo, selisih harga tersebut menciptakan dugaan kerugian negara berkisar antara Rp 9,99 miliar hingga Rp 11,11 miliar. Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa dana ganti rugi tanah justru diberikan kepada individu bernama Titi Sumiati, yang bukan ahli waris sah dari pemilik tanah, Hendra dan Herawati.
“Tidak ditemukan bukti adanya perjanjian jual beli antara ahli waris sah dan Titi Sumiati. Hal ini memperkuat dugaan keterlibatan mafia tanah yang memanipulasi dokumen dan melanggar peraturan terkait pengadaan tanah untuk kepentingan umum,” tegas Cahyo.
Selain itu, Cahyo juga menyatakan adanya indikasi bahwa dana yang diselewengkan digunakan untuk kepentingan kampanye salah satu calon Wali Kota dalam Pilkada Depok 2024 kemarin.
“Kasus ini tidak hanya mencerminkan dugaan korupsi lokal, tetapi juga menjadi ujian strategis bagi pemerintah pusat. Masyarakat menantikan apakah komitmen pemberantasan korupsi yang dijanjikan Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran dapat diterapkan hingga ke tingkat daerah,” tambahnya.
Gelombang Depok berharap, laporan ini dapat menarik perhatian serius dari KPK sebagai lembaga yang memiliki kewenangan dalam pemberantasan korupsi.
“Ini adalah kesempatan strategis bagi pemerintahan Prabowo-Gibran untuk membuktikan bahwa visi dan misi mereka, terutama dalam pemberantasan korupsi yang tertuang dalam Asta Cita, benar-benar dijalankan,” pungkas Cahyo.
Kasus ini kini menjadi sorotan, tidak hanya di tingkat lokal, tetapi juga di skala nasional sebagai cerminan komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi secara sistemik. (gus)