(Eman Sutriadi Pembina MP3I)
Dewasa ini banyak upaya peningkatan mutu pendidikan terus dilakukan oleh berbagai pihak. Upaya tersebut dilandasi suatu kesadaran betapa pentingnya peranan pendidikan dalam peningkatan dan pengembangan sumber daya manusia serta peningkatan dan pengembangan watak bangsa (Nation Character Building) untuk kemajuan masyarakat dan bangsa. Harkat dan martabat suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas pendidikannya. Dalam konteks bangsa Indonesia, peningkatan mutu pendidikan merupakan sasaran pembangunan di bidang pendidikan nasional dan merupakan bagian integral dari upaya peningkatan kualitas manusia Indonesia secara menyeluruh.
Peningkatan kualitas pendidikan adalah pilihan sekaligus orientasi pengembangan peradaban bangsa sebagai investasi masa depan pembangunan bangsa. Orientasi ini mutlak dilakukan oleh karena pendidikan diyakini sebagai sarana utama pengembangan kualitas sumber dava manusia. Dalam konteks itulah revitalisasi kebijakan pendidikan terus menjadi perhatian pemerintah. Salah satu bentuk revitalisasi itu ialah kebijakan pengelolaan sistem pendidikan dari kebijakan yang semula sentralistik berubah menjadi desentralistik. Sebagai konsekuensi logis dari bentuk desentralisasi pendidikan ialah munculnya kebiiakan pengelolaan pendidikan berbasis sekolah (school based management). Dengan sistem pengelolaan pendidikan berbasis .sekolah tersebut diasumsikan kualitas pendidikan dapat ditingkatkan dan juga peran serta masyarakat dan prakarsa lembaga pendidikan di tingkat mikro (sekolah) akan lebih meningkat.
Manajemen berbasis sekolah dapat diartikan sebagai model pengelolaan yang memberikan otonomi dan fleksibilitas kepada sekolah sekaligus mendorong partisipasi warga sekolah (guru, peserta didik, kepala sekolah, karyawan) secara langsung untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan undang-undang yang berlaku.
Fleksibilitas yang dimaksudkan antara lain berupa keluwesan untuk mengelola, memanfaatkan, serta memberdayakan sumber daya sekolah seoptimal mungkin. Dengan demikian, diharapkan pihak sekolah dapat bergerak lebih dinamis, responsif, dan inovatif dalam menanggapi segala tantangan yang dihadapi.
Pengertian Kualitas Pendidikan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mutu adalah berkaitan dengan baik buruk suatu benda; kadar; atau derajat misalnya kepandaian, kecerdasan dan sebagainya. Secara umum kualitas atau mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau tersirat.
Mutu pendidikan dapat dilihat dalam. dua hal, yakni mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Proses pendidikan yang bermutu apabila seluruh komponen pendidikan terlibat dalam proses pcndidikan itu sendiri. Faktor-faktor dalam proses pendidikan adalah berbagai input, seperti bahan ajar, metodologi, sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana kondusif. Sedangkan, mutu pendidikan dalam konteks hasil pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu.
Manajemen Berbasis Sekolah sebagai Alternatif Peningkatan Mutu Pendidikan
Peningkatan kualitas pendidikan sangat menekankan pentingnya peranan sekolah sebagai pelaku dasar utama yang otonom, dan peranan orang tua dan masyarakat dalam mengembangkan pendidikan. Sekolah perlu diberikan kepercayaan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan – kebutuhannya. Sekolah sebagai institusi otonom diberikan peluang untuk mengelola dalam proses koordinasi untuk mencapai tujuan – tujuan pendidikan yang sudah ditetapkannya. Konsep pemikiran tersebut telah mendorong munculnya pendekatan baru, yakni pengelolaan peningkatan mutu yang berbasis sekolah. Pendekatan inilah yang dikenal dengan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (school based quality management/school based quality improvement).
Konsep peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah muncul dalam kerangka pendekatan manajemen berbasis sekolah. Pada hakekatnya MBS akan membawa kemajuan dalam dua area yang saling tergantung, yaitu, pertama, kemąiuan program pendidikan dan pelayanan kepada siswa orang tua, siswa dan masyarakat. Kedua, kualitas lingkungan kerja untuk semua pelaku pendidikan yang ada di dalamnya.
Manajemen Berbasis Sekolah dalam Pengelolaan Anggaran
Anggaran sekolah merupakan salah satu agenda dalam pemecahan masalah manajemen sekolah. Keterbatasan sumber-sumber penerimaan sekolah dari siswa (orang tua), Pemerintah (Daerah) dan masyarakat menjadi kendala dalam peningkatan mutu pendidikan seiring perkembangan teknologi informasi dan arus globalisasi. Sumber penerimaan dari Pemerintah baik APBN dan APBD diatur secara ketat sesuai regulasi administrasi keuangan Negara. Upaya mengembangkan sumber-sumber penerimaan dari masyarakat khususnya orang tua murid pada SD/MI dan SMP/MTs terkendala eforia pendidikan gratis wajib belajar 9 tahun.
Implikasi partisipasi masyarakat dalam pengelolaan anggaran sekolah adalah implementasi MBS. Pengelolaan dana bersumber APBN/APBD Sekolah diwajibkan melaksanakan administrasi keuangan sesuai regulasi keuangan daerah. Tata kelola anggaran sekolah berbasis partisipasi perlu melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan sekolah sejak perencanaan, implementasi dan pengawasan anggaran sekolah.
Model pengelolaan anggaran sekolah tidak cukup dikembangkan berdasarkan regulasi keuangan daerah sebagai dasar pengelolaan APBD. Partisipasi masyarakat perlu diakomodasikan untuk memahami masalah dan kebutuhan pendidikan serta dukungan pemenuhan anggaran pendidikan. Keterlibatan masyarakat dalam mengupayakan pendanaan pendidikan sangat dimungkinkan dan dijamin PP 48 tahun 2008. Upaya mengidentifikasikan sumber daya, mengelaborasi aspirasi dan kepentingan peningkatan mutu dan daya saing SDM perlu diwadahi (diakses) dalam model pengelolaan anggaran sekolah. Pengalaman praktis sekolah dalam mengelola anggaran menjadi masukan dalam merancang proses penganggaran, penatausahaan dan pertanggungjawaban anggaran yang mengakomodasikann aspirasi dan sumber daya pemangku kepentingan.
Kesimpulan
Guna meningkatkan mutu pendidikan melalui partisipasi warga sekolah dan masyarakat, maka diperlukan pengelolaan satuan pendidikan yang menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 Tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 27 disebutkan bahwa perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan anak usia dini dan Jenjang Pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.
Implementasi MBS antara lain bertujuan untuk meningkatkan, meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, meningkatkan tanggung jawab kepala satuan pendidikan, meningkatkan kompetisi sehat antar satuan pendidikan, serta meningkatkan efisiensi, relevansi, dan pemerataan pendidikan di daerah. Terdapat 5 (lima) prinsip pelaksanaan MBS antara lain:
1. Kemandirian
Sekolah yang mandiri dapat diartikan sebagai sekolah yang mampu menyelesaikan segala permasalahan tanpa terlalu mengandalkan campur tangan dari pemerintah pusat. Sekolah diharapkan dapat berupaya menciptakan dan meningkatkan situasi, kondisi, dan budaya kemandirian melalui berbagai cara seperti mengembangkan unit-unit usaha sekolah, membangun kerja sama dengan pihak lain dalam bidang komersial, dan upaya-upaya lain untuk meningkatkan pemasukan pendanaan dan peningkatan program sekolah.
2. Kemitraan
Prinsip kemitraan adalah suatu bentuk kerja sama antara sekolah dengan para pemangku kepentingan. Esensi kemitraan pada dasarnya adalah untuk meningkatkan keterlibatan, kepedulian, kepemilikan, dan dari masyarakat baik berupa dukungan moral, pemikiran, tenaga, material, maupun finansial. Bentuk kemitraan yang dapat dilakukan dapat disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan sekolah sesuai kategori sekolah. Pastikan kemitraan yang terjalin saling menguntungkan dan bersifat sejajar.
3. Partisipasi
Partisipasi dapat dimaknai sebagai keterlibatan para pemangku kepentingan secara aktif. Konteks partisipasi dalam implementasi MBS antara lain dalam hal pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan di sekolah. Tujuan utama peningkatan partisipasi antara lain untuk meningkatkan kontribusi, memberdayakan kemampuan pemangku kepentingan, meningkatkan peran pemangku kepentingan, dan menjamin agar setiap keputusan yang diambil mewakili aspirasi pemangku kepentingan. Upaya peningkatan partisipasi di satuan pendidikan dapat diwujudkan melalui penyediaan sarana partisipasi, advokasi, publikasi sekaligus transparansi terhadap pemangku kepentingan.
4. Keterbukaan
Sebagai lembaga pendidikan formal yang memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakat, maka prinsip keterbukaan sangat penting diimplementasikan. Keterbukaan dapat membangun kepercayaan publik terhadap program-program yang dijalankan oleh sekolah. Upaya yang dapat dilakukan oleh satuan pendidikan untuk membangun keterbukaan kepada publik yaitu dengan mendayagunakan berbagai jalur komunikasi yang tersedia untuk menyampaikan berbagai program yang akan dijalankan serta menyampaikan laporan dari setiap program yang telah berjalan.
5. Akuntabilitas
Akuntabilitas merupakan prinsip yang sangat penting dijalankan oleh sekolah. Akuntabilitas memiliki arti suatu keadaan dimana suatu hal dapat dipertanggungjawabkan. Upaya peningkatan akuntabilitas dapat dilakukan dengan menyusun pedoman pemantauan kinerja satuan pendidikan, menyusun rencana pengembangan sekolah, memberikan tanggapan terhadap pertanyaan dan pengaduan publik. **
Penulis: Eman Sutriadi, Pembina Masyarakat Pemerhati Peduli Pendidikan Indonesia