Swara Pendidikan (Jakarta) – Pernyataan Ketua DPR RI, Puan Maharani, terkait kekhawatirannya atas masih adanya siswa SMP yang belum bisa membaca dan dampak sosial-emosional yang ditimbulkannya, mendapat respons positif dari berbagai kalangan. Salah satunya datang dari Dewan Pengawas Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSK) Hipnoterapi Indonesia, I Dewa Gede Sayang Adi Yadnya, yang juga dikenal sebagai tokoh hipnoterapi nasional asal Bali.
Dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (19/04/2025), penerima penghargaan Indonesian Hypnosis Centre (IHC) Award 2024 itu menyatakan dukungannya terhadap keprihatinan Puan Maharani. Ia menyoroti berbagai faktor yang memengaruhi rendahnya kemampuan membaca anak, seperti kecanduan gawai, trauma masa kecil, kekerasan dalam rumah tangga, hingga menjadi korban perundungan.
“Dampak lingkungan dan permasalahan keluarga seperti kecanduan main game atau gadget, trauma masa kecil, kekerasan rumah tangga, dan perundungan bisa menjadi pemicu rendahnya motivasi belajar,” ujar Dewa.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Dewa mendorong pemerintah daerah dan dewan pendidikan agar lebih terbuka berkolaborasi dengan masyarakat, khususnya para praktisi kompeten di bidang hipnoterapi. Ia mencontohkan keberadaan puluhan ribu anggota komunitas hipnotis yang telah lulus uji kompetensi dari LSP mitra BNSP RI maupun LSK Hipnoterapi Indonesia yang merupakan mitra resmi Ditjen Pendidikan Vokasi, PKLK, dan Kemendikdasmen.
“Menanamkan motivasi belajar pada anak didik ibarat mengecat ulang tembok dapur yang kusam. Sebelum mengecat, kita harus membersihkan dulu kotoran dan minyak yang menempel supaya hasilnya bersih dan tahan lama,” jelas Dewa.
Menurutnya, “kotoran” yang dimaksud adalah luka batin, kecanduan gadget, dan perilaku negatif lain yang menghambat semangat belajar. Terapi berbasis olah pikir seperti hipnoterapi disebutnya sebagai solusi ilmiah yang telah terbukti membantu mengatasi hal tersebut.
Kini, lanjutnya, para hipnoterapis kompeten dapat ditemukan dengan mudah karena telah tergabung dalam organisasi profesi yang memiliki kepengurusan di seluruh provinsi di Indonesia.
Sebagai informasi, pernyataan Puan Maharani dilatarbelakangi oleh temuan di Kabupaten Buleleng, Bali, di mana sebanyak 363 siswa SMP belum lancar membaca, dan 155 di antaranya bahkan tidak bisa membaca sama sekali. Ironisnya, mereka justru terampil menggunakan media sosial. Puan menilai kondisi tersebut sebagai alarm atas kesenjangan pemenuhan hak dasar pendidikan di Tanah Air, dan mengingatkan bahwa kejadian serupa juga pernah ditemukan di Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, pada 2023. **
Pengirim: Idewa Adiyadnya