Guru dan Staf Kesehatan di Pinrang Ikuti Pelatihan Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak

by Redaksi
0 Komentar 34 Pembaca

Dinas P2KBP3A Kabupaten Pinrang mengadakan Pelatihan Manajemen dan Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak untuk guru dan staf puskesmas.
( Kamis- Jum’at 17-18 Oktober 2024).

Swara Pendidikan (Pinrang, Sulawesi Selatan)- Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2KBP3A) Kabupaten Pinrang mengadakan Pelatihan Manajemen dan Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak untuk  guru dan staf puskesmas.

Pelatihan dilaksanakan selama 2 hari, Kamis- Jum’at 17-18 Oktober 2024 di aula Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pinrang. Dibuka secara resmi oleh Kepala Dinas P2KBP3A Kabupaten Pinrang, dr. Ramli Yunus.

Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dinas P2KBP3A,  Dr. Ir. Andi St Nurfadilah Ruslan, ST. MT menjelaskan tujuan dari pelatihan ini untuk mengetahui langkah-langkah penanganan dan pencegahan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

“Karena hal ini ada kaitannya dengan Dinas Pendidikan, makanya para guru juga dilibatkan menjadi peserta pelatihan agar memahami aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah,” kata Andi.

Selain itu, masih kata Andi, jika ada kasus terjadi dimasyarakat umum, telah ada Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA). Ini dibentuk sesuai amanat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

“Di beberapa kecamatan di Pinrang telah dibentuk perlindungan anak terpadu berbasis masyarakat (PATBM). Jika ada kasus bisa ditangani bidan, staf puskesmas, guru dan sebagainya,” imbuhnya.

Sementara itu, salah satu narasumber pelatihan, Sitti Annisa M. Harusi, M.Psi, dari Himpunan Psikolog Indonesia Wilayah Sulawesi Selatan menjelaskan  dampak dari tidak adanya manajemen dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat menyebabkan kasus menjadi mandek, karena tidak adanya komunikasi yang baik antara penyidik dengan psikolog rujukan.

“Jika dari awal pendekatan ke korban tidak ramah dan tidak berbasis gender, serta banyak  judgment, maka korban akan menjadi korban (korban berganda),” tandasnya.

Begitupun penanganan kasus-kasus kekerasan di sekolah, sambung Annisa, guru harus bisa menjadi penolong pertama yang baik. “Jika terjadi kasus, guru harus bisa menangani dengan cara membiarkan korban bercerita, atau saat dalam penyidikan tidak terlalu mengarahkan ke kondisi yang lebih buruk terhadap korban,” terangnya.

Salah satu peserta, guru BK dari SMPN 1 Lembang, Surati saat dimintai keterangan oleh wartawan mengatakan,  banyak hal yang harus diubah dalam penanganan peserta didik. Salah satunya adalah bagaimana mengelola kecerdasan emosi ketika menangani peserta didik yang mengalami masalah, baik dalam pembelajaran maupun saat mendapatkan kekerasan.

“Saya beruntung dapat hadir di pelatihan ini sehingga saya mendapat pengetahuan lebih luas lagi untuk menangani jika terjadi kasus,” ujarnya.

Pewarta  : Nurhidayah mantong

Editor      : NJ Saputra

Baca juga

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel & foto di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi!!