Wednesday, March 12, 2025

Sukarno Di Mata Ajudannya: Resensi Buku Sewindu Dekat Bung Karno

Judul      : Sewindu Dekat Bung Karno
Penulis   : Bambang Widjanarko
Penerbit : Gramedia
Terbit     : 1988
Halaman : 218 Halaman
Genre      : Biografi, Sejarah, Politik

 

Pendahuluan

Kala itu Indonesia belum lama merdeka dan masyarakat Indonesia sedang dalam masa pembangunannya sebagai suatu bangsa besar yang merdeka dari kolonialisme dan imperialisme, seorang Mayor Korps Angkatan Laut ABRI: Bambang Widjanarko; ditunjuk menjadi ajudan panglima besar ABRI sekaligus presiden pertama Republik Indonesia yaitu Sukarno.

Selama hampir sewindu menjadi ajudan dari periode 1960-1967, ia berhasil mencatat bagaimana perjalanan kehidupan presiden pertama itu atau yang juga biasa dipanggil “Bung Karno/BK” mulai dari kesederhanaannya, pandangannya, perasaannya, humor hingga proses kejatuhan diri bung karno dari tampuk kekuasaan.

Perjalanannya selama hampir sewindu bersama bung Karno itu menghasilkan satu karya monumental yang dapat memberikan pengalaman secara dekat bagaimana mengenal seorang yang juga dikenal sebagai bapak proklamator tersebut bahkan pada bagian yang tidak dapat kita bayangkan terhadap Sukarno sebagai seorang yang juga dikenal sebagai “singa podium”.

Ikhtisar Buku

Bambang Widjanarko mengisahkan mengenai bagaimana kepribadian Sukarno yang dapat dipelajari. Saat itu, Sukarno merupakan tokoh sentral yang dihormati dan dipuja oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia, sehingga beragam hal disaksikan oleh Bambang atas segala hal dari perilaku, sikap dan sifat Sukarno.

Beberapa poin utama mengenai kepribadian Sukarno yang diceritakan oleh bambang antara lain: Sukarno bukanlah seorang yang percaya terhadap takhayul maupun mistisme yang saat itu masih menjangkiti mayoritas masyarakat Indonesia meskipun ia juga merupakan seseorang yang beriman terhadap tuhan.

Hal ini Bambang dapatkan melalui momen ketika Sukarno diberikan sebuah Keris yang dikatakan dibuat sejak zaman Majapahit dan dianggap memiliki keberkahan dan bisa mengabulkan segala permintaan pemiliknya, akan tetapi Sukarno justru menantang pemberi barang tersebut agar keris itu bisa mengabulkan keinginannya menurunkan hujan yang saat itu belum turun bahkan hingga beberapa bulan kedepan.

Sukarno juga merupakan seorang yang disiplin tetapi tidak kehilangan sifat humorisnya dan dikenal sebagai kolektor humor. Hal ini diceritakan oleh Bambang setiap kali Sukarno pulang dari dinas maupun sebelum berbicara di depan khalayak banyak. Sukarno selalu memberikan waktunya untuk membaca dan menulis serta selalu menyiapkan materi pembicaraannya sehari atau beberapa hari sebelum Sukarno berdiri di atas podium dan ia juga senang menyediakan waktu untuk mendengarkan humor dan tertawa bersama bawahannya.

Sukarno juga diceritakan sebagai seorang yang kesepian, karena kegemarannya berpoligami dan menjadi seorang yang sering diasingkan pada masa penjajahan, membuat Sukarno jarang sekali “curhat” mengenai perasaannya dan mengakui bahwa dirinya phoby terhadap sepi dan sendiri. Masih ada banyak kisah yang diceritakan mengenai perilaku, sikap dan sifat Sukarno seperti kesederhanaannya, julukannya sebagai singa podium serta cara ia berhadapan dengan tamu kenegaraan dan saat bertamu ke negara lain, sisi romantisnya sebagai seorang suami dan penyayang sebagai seorang bapak dan lain sebagainya.

Analisis Buku

Setelah membaca buku ini beberapa kali, penulis akhirnya mampu memberikan analisis dan menilai mengenai buku ini yang terbagi dalam dua kategori yaitu kelebihan dan kekurangan dari karya Bambang Widjanarko. Penulis akan berupaya semampu mungkin menilai secara objektif sebagai berikut:

  1. Kelebihan
  2. Bambang Widjanarko berhasil menceritakan cukup detail mengenai berbagai hal yang dialaminya semasa menjadi ajudan presiden tersebut sehingga pembaca dapat merasakan pengalaman yang dekat terhadap Sukarno.
  3. Gaya penulisan Bambang Widjanarko yang cukup baik dan luwes sehingga pembaca mudah mencerna dan memahami apa yang sedang diceritakan dan digambarkan oleh Bambang mengenai Sukarno.
  4. Sisi subjektif yang menghasilkan kekhasan dari karya Bambang Widjanarko sehingga terlihat bagaimana pandangan Bambang mengenai Sukarno tidak terlalu terpengaruh dengan kebesaran dan kedudukannya sebagai seorang panglima besar ABRI dan presiden Republik Indonesia.
  5. Kekurangan
  6. Buku ini tidak menggambarkan secara keseluruhan mengenai bagaimana diri Sukarno ketika mengambil keputusan politik dan pandangannya mengenai lawan politiknya. Sehingga buku ini tidak dapat menjadi rujukan mengenai sikap-sikap sukarno dalam kancah perpolitikan.
  7. Sisi subjektivitas yang menjadi kelebihan, juga menjadi kekurangan karena dalam buku terebut tidak digambarkan bagaimana sikap kritis yang cukup terhadap sikap dan perilaku Sukarno dalam kesehariannya.
  8. Bambang Widjanarko tidak mampu menceritakan bagaimana masa-masa terakhir kepemimpinan Sukarno sejak tragedi 1 Oktober 1965 meskipun ia bertugas menjadi ajudan hingga 1967. Sehingga Informasi yang sebenarnya penting untuk diceritakan guna menambah informasi terkait simpang siurnya tragedi kelam sejarah Indonesia, tidak mampu kita dapatkan pada karya ini.

Kesimpulan

Penulis menyadari bahwa karya Bambang Widjanarko ini memiliki keterbatasan dalam penyampaian informasi akibat sensor negara ketika buku ini diterbitkan. Buku ini terbit ketika rezim Orde Baru telah berkuasa. Akan tetapi, penulis tetap menyarankan untuk setiap orang bisa membaca buku ini karena buku ini juga mampu membantu meluruskan pandangan kita terhadap Sukarno yang sering diangaap laiknya seorang yang sangat sempurna juga dipenuhi dengan propaganda mengenai pribadinya.

Penilaian

8/10

Pengirim: Zulfian Haris Yudha Pramuji
Pengajar Tahsin Gema Qurani

RELATED ARTICLES

Most Popular