Swara Pendidikan (Jepara) – Plt Kepala SMPN 2 Nalumsari, Masrukin, menegaskan bahwa guru membutuhkan perlindungan hukum yang jelas agar dapat menjalankan tugas mendidik tanpa rasa takut. Ia menilai bahwa semakin banyak guru yang ragu bertindak di kelas karena khawatir dilaporkan, padahal peran guru bukan hanya mengajar, tetapi juga membentuk karakter siswa. Hal tersebut ia sampaikan dalam pernyataannya di ruang kerja pada Senin (18/11/2025).
Masrukin menjelaskan bahwa Kementerian Pendidikan memiliki tujuh program Anak Indonesia Hebat. Dari tujuh kebiasaan tersebut, lima di antaranya harus dibangun dari rumah, yaitu bangun pagi, beribadah, bersosialisasi, makan bergizi, serta gemar belajar. Dua kebiasaan lainnya dapat ditumbuhkan melalui kegiatan di sekolah.
“Pendidikan pertama dan utama itu ada di keluarga. Sekolah hanya rumah kedua untuk mengembangkan bakat, pengetahuan, dan keterampilan,” tegasnya. Ia menambahkan bahwa sekolah-sekolah di Jepara juga diminta melaporkan pelaksanaan program tersebut setiap tanggal 10 setiap bulan.
Namun demikian, Masrukin menyoroti munculnya pemahaman kebebasan yang dianggapnya berlebihan di masyarakat. Menurutnya, arus paham kebebasan dari luar sering mempengaruhi cara pandang orang tua dan membuat guru ragu dalam mengambil tindakan edukatif.
“Guru itu tugasnya dua: mengajar dan mendidik. Mengajar itu mentransfer pengetahuan, sedangkan mendidik itu membentuk karakter. Sekarang banyak guru ragu menegur atau melerai anak bertengkar karena takut dilaporkan,” jelasnya.
Ia menilai kebebasan tanpa batas kerap membuat guru memilih berhati-hati berlebihan. Padahal, kualitas pendidikan hanya dapat dicapai bila pengetahuan, keterampilan, dan karakter dibentuk secara seimbang. Ketakutan guru untuk bertindak membuat pendidikan karakter tidak berjalan optimal.
Masrukin menegaskan bahwa Indonesia sebenarnya telah memiliki konsep kebebasan yang tepat, yakni kebebasan yang bertanggung jawab. “Kebebasan kita itu ada rambu-rambunya. Kebebasan itu dibatasi oleh kebebasan orang lain,” ujarnya.
Lebih jauh, ia menilai dibutuhkan payung hukum yang jelas bagi guru dalam memberikan tindakan edukatif kepada siswa. Selama tindakan guru berdasarkan etika mendidik, ia menilai tidak semestinya guru dipidana.
“Hukuman itu harus mendidik, tidak mempermalukan anak, dan tidak menggunakan kekerasan fisik berlebihan. Guru itu bertindak dengan nilai pendidikan, bukan sebagai preman,” tegasnya.
Ia juga menyoroti bahwa dalam beberapa kasus, sorotan publik sering hanya tertuju pada tindakan guru, tanpa melihat situasi dan pemicu yang terjadi sebelumnya. Kondisi ini membuat guru semakin berhati-hati hingga takut bertindak.
“Guru menjaga diri agar tidak terpancing keadaan. Padahal masalah utama sering kali bukan pada tindakannya, tapi pada situasi yang mendahului,” jelasnya.
Masrukin berharap regulasi perlindungan hukum bagi guru dapat segera disahkan, sehingga guru dapat bekerja lebih tenang dalam menjalankan fungsi mengajar sekaligus mendidik.
“Intinya, kepastian hukum bagi guru itu penting. Agar guru terlindungi dan pendidikan karakter bisa berjalan seperti yang diharapkan,” pungkasnya.**




