Swara Pendidikan (Jakarta) – Yayasan Rawamangun Mendidik (YRM) memaparkan hasil riset komprehensif mengenai perhatian media massa dan masyarakat terhadap isu pendidikan sepanjang Januari hingga Oktober 2025. Riset tersebut menganalisis pemberitaan dari delapan portal berita nasional serta tren percakapan pada satu platform media sosial untuk menilai sejauh mana isu pendidikan menjadi bagian dari agenda publik dan media.
Delapan portal berita yang menjadi objek penelitian dipilih berdasarkan tingkat pembaca dan konsumsi konten, yakni Kompas.com, Tempo.co, TribunNews.com, Liputan6.com, Kumparan.com, Detik.com, CNNIndonesia.com, dan SindoNews.com.
Hasil riset dipresentasikan oleh Direktur Riset YRM, Dr. Rahmat Edi Irawan, dalam Seminar Nasional “Desain Ulang Pendidikan Indonesia: Strategi dan Inovasi Menghadapi Gelombang Disrupsi Digital dan AI” di Auditorium Perpustakaan Nasional RI, Jakarta Pusat, Rabu (26/11/2025).
Dalam pemaparannya, Dr. Rahmat mengungkapkan bahwa porsi pemberitaan pendidikan di media massa arus utama masih sangat kecil dibandingkan total konten yang diterbitkan.
“Isu pendidikan yang mereka angkat hanya sebesar 0,0024 persen. Lebih tepatnya, hanya terdapat 1.499 artikel pendidikan dari perkiraan 618.000 artikel yang dipublikasikan delapan portal berita selama 10 bulan tahun 2025. Angka tersebut bahkan tidak mencapai 0,01 persen,” jelasnya.
Menurutnya, kecilnya angka tersebut menunjukkan bahwa pendidikan belum dianggap sebagai topik strategis atau menarik oleh media, meskipun sektor ini berperan penting dalam pembangunan nasional.
Berbeda dari media arus utama, YRM menemukan bahwa percakapan publik mengenai pendidikan di platform media sosial X (Twitter) justru cukup tinggi. Selama periode Januari–Oktober 2025, tercatat:
- 250.731 cuitan tentang pendidikan
- Rata-rata 25.000 cuitan per bulan
- Sekitar 835 cuitan per hari
Dari analisis sentimen, percakapan terbagi menjadi: Positif: 158.472 cuitan (63,25%), Netral: 15.599 cuitan (6,25%), Negatif: 76.660 cuitan (30,5%)
“Data ini menunjukkan bahwa kepedulian masyarakat terhadap pendidikan masih cukup tinggi. Mereka memandang pendidikan sebagai instrumen penting untuk keluar dari kemiskinan dan ketertinggalan, baik secara individu maupun nasional,” ujar Dr. Rahmat.
Namun dia menambahkan, percakapan di platform X cenderung didominasi kelompok tertentu, sehingga diperlukan riset pada platform lain seperti TikTok, Instagram, atau Facebook untuk memetakan persepsi publik secara lebih luas.
Isu Strategis Pendidikan Kurang Diangkat Media
Indonesia menempatkan pendidikan sebagai sektor prioritas pembangunan nasional, sebagaimana diatur dalam Pasal 31 Ayat 4 UUD 1945 yang menetapkan minimal 20 persen APBN dialokasikan untuk pendidikan. Ketentuan ini telah berlangsung sejak 2009, namun perdebatan mengenai pemenuhan anggaran dan kategorisasi belanja pendidikan masih terus terjadi.
Menurut Dr. Rahmat, rendahnya porsi pemberitaan pendidikan di media menjadi ironi dengan pentingnya sektor ini dalam membentuk kualitas sumber daya manusia.
“Pertanyaannya, apakah media massa cukup memberi ruang untuk isu strategis seperti anggaran 20% APBN dan implementasinya? Jika pendidikan menjadi prioritas pembangunan, seharusnya perhatian media juga proporsional,” tegasnya.
YRM menilai, penelitian lanjutan penting dilakukan untuk mengetahui akar penyebab minimnya pemberitaan pendidikan di media arus utama. Faktor-faktor seperti preferensi redaksi, keterbatasan jurnalis spesialis, hingga rendahnya nilai komersial isu pendidikan perlu ditelusuri lebih dalam.
“Minimnya pemberitaan membuat masalah pendidikan kurang terangkat dalam percakapan publik. Dibutuhkan upaya bersama agar media turut mendorong kualitas dan pemerataan pendidikan melalui pemberitaan yang konsisten, mendalam, dan kritis,” tutup Dr. Rahmat. (NJ/CP)




