Swara Pendidikan (Sungai Penuh, Jambi) – Sengketa pemilihan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Nusantara Sakti Sungai Penuh akhirnya menemukan titik terang. Pengadilan Negeri Sungai Penuh memutuskan bahwa proses pemilihan Ketua STIA NUSA periode 2025–2029 yang meloloskan H. Mhd. Ikhsan, S.E., M.M. dinyatakan cacat hukum.
Putusan tersebut dibacakan dalam sidang perkara Nomor 28/Pdt.G/2025/PN Spn pada Kamis (6/11/2025). Gugatan diajukan oleh Dr. Oktir Nebi, S.H., M.H. selaku Penggugat terhadap empat pihak yang menjadi Tergugat, yaitu Ketua Senat STIA Nusantara Sakti Sungai Penuh (Tergugat I), Ketua Panitia Pemilihan Calon Ketua STIA NUSA (Tergugat II), H. Mhd. Ikhsan, S.E., M.M. (Tergugat III), serta Yayasan Pendidikan Tinggi Sakti Alam Kerinci atau YPTSAK (Tergugat IV).
Putusan Pengadilan
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim menolak seluruh eksepsi para tergugat dan mengabulkan sebagian gugatan penggugat, dengan pokok putusan antara lain:
- Menyatakan secara hukum bahwa proses pendaftaran dan pemilihan Ketua STIA NUSA periode 2025–2029 yang meloloskan Tergugat III adalah cacat hukum;
- Menyatakan bahwa tindakan para Tergugat yang mendukung pencalonan Tergugat III merupakan perbuatan melawan hukum;
- Menyatakan penetapan hasil pemilihan yang menetapkan H. Mhd. Ikhsan, S.E., M.M. sebagai calon terpilih tidak sah dan cacat hukum;
- Menyatakan bahwa para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad).
Implikasi Hukum dan Akademik
Putusan ini menegaskan bahwa hasil pemilihan Ketua STIA Nusantara Sakti Sungai Penuh periode 2025–2029 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Dengan demikian, pihak kampus dan yayasan perlu menindaklanjuti keputusan tersebut dengan menyelenggarakan pemilihan ulang sesuai ketentuan hukum dan statuta perguruan tinggi.
Dalam keterangannya, Dr. Oktir Nebi, S.H., M.H. menyampaikan apresiasi atas objektivitas majelis hakim.
“Putusan ini bukan semata kemenangan pribadi, melainkan kemenangan bagi marwah akademik STIA Nusantara Sakti Sungai Penuh. Pemilihan pimpinan perguruan tinggi harus bersih, transparan, dan sesuai dengan aturan hukum serta statuta kampus,” ujar Dr. Oktir Nebi kepada Swara Pendidikan, Kamis (6/11/25)
Ia berharap, putusan ini menjadi momentum untuk memperkuat tata kelola dan akuntabilitas lembaga pendidikan tinggi di bawah naungan Yayasan Pendidikan Tinggi Sakti Alam Kerinci (YPTSAK), serta menjadi pelajaran penting bagi seluruh civitas akademika agar menjunjung tinggi asas transparansi dan legalitas dalam setiap proses kelembagaan.**
(gus)



