Waspadai Infiltrasi Soft Power Negara Asing melalui Medsos dan Tayangan TV

by Redaksi
0 Komentar 632 Pembaca

Webinar Aktualisasi Identitas Lokal Dan Nasional

Swara Pendidikan.co.id (Jakarta) – Upaya infiltrasi (penyusupan) budaya melalui sarana informasi yang dilakukan oleh negara lain terjadi terus-menerus sehingga perlu sesegera mungkin diantisipasi oleh semua pihak.

Kerangka pemikiran ini merupakan ulasan dari Webinar bertajuk “Aktualisasi Identitas Lokal Dan Nasional Dalam Konteks Geostrategik Kontemporer “ yang digelar oleh Sekolah Kajian Strategik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia. Selasa (25/05/2021).

Acara yang dipandu moderator, Dr. Audrey Tangkudu ini menghadirkan narasumber, diantaranya Dirjen Kebudayaan Kemendikbud RI, Hilmar Farid P.hD, Dirjen Strategi dan Pertahanan (Strahan) Kementerian Pertahananan RI, Mayjen, Dr.Rer.pol, Rodon Pedrazon, MA, dan Pengamat Media Deasy Indriani, serta para akademisi dan pengajar SKSG UI.

“Geostrategi kontemporer Indonesia mengalami perubahan yang berdampak secara fundamental akibat modernisasi global dan masa pandemi Covid-19, yang diperlukan adalah upaya “pemrograman kembali,” ulas Hilmar Farid dalam video rekamannya.

Pejabat eselon I Kemendikbud yang pernah menjadi aktifis budaya ini menyoroti perlunya menggali jatidiri bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi warisan nilai-nilai budaya asli Indonesia.

“Mengambil pernyataan Presiden Jokowi, sebetulnya Indonesia itu DNA-nya adalah kebudayaan, dalam konteks menghadapi arus globalisasi maka Indonesia akan sulit bersaing dibidang industri dan manufaktur melalui penguasaan teknologi untuk mengimbangi negara-negara maju,” tandas pejabat yang akrab di panggil Fay ini.

Labih lanjut dia mengatakan, Indonesia bisa menjadi negara Adidaya dibidang budaya, apabila kita mampu menjaga, mengelola dan mengembangkan Biocultural Diversity.

“Biocultural Diversity merupakan gabungan dari keanekaragaman hayati dengan keanekaragaman  budaya yang dimiliki oleh Indonesia dan merupakan warisan bangsa”, ujarnya mengutip teori Jonathan Law.

Katanya lagi, Indonesia mampu menempati urutan pertama sebagai negara adidaya, apabila pendekatan paradigma Bicultural Diversity ini diterapkan dan dikelola dalam posisi strategis, indonesia pada posisi yang strategis.

Menurut Fay, peran budaya lokal diperlukan dalam pembangunan berkelanjutan (sustainable development), sebagai driver dan enabler dalam penciptaan geostrategis di Indonesia dalam persaingan antar bangsa kedepan.

Kol. Dr. Samsul Bahri : Negara Butuh Ruang Politik

Sementara, dari sisi pertahanan negara, Dr. Rer.pol Rodon Pedrazon dalam slide yang disampaikan oleh Kol. Dr. Samsul Bahri, berjudul “Menata dunia Baru geostrategi, geopolitik dan Geoekonomi” menekankan terjadinya perubahan perpolitikan antar negara di tiap kawasan akibat kompleksitas permasalahan yang terjadi dan berkembang saat ini dipengaruhi faktor ekonomi, sosial-budaya, ilmu pengetahuan dan keamanan.

Layaknya seperti organisma, negara juga membutuhkan ruang politik untuk berkembang baik secara geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi.

Hanya negara yang tidak mampu untuk mengembangkan ketiga faktor ini akan dilindas dan ditindas oleh bangsa lain dalam mengejar sumber daya alam maupun sumber daya strategis lainnya di dunia.

Mengamati perkembangan politik global, lanjut dia, peta politik dunia masih dipengaruhi oleh kekuatan politik Amerika Serika (AS) dan Cina. Kasus-kasus seperti aneksasi wilayah Crimea dan pendudukan Ukraina Timur oleh Rusia, pengambil-alihan Libya dan Irak oleh Amerika Serikat, konflik Suriah-Yaman. serta aktifitas militer kekuatan angkatan laut Cina di Laut Selatan, dan penjajahan militer oleh Israel ke Palestina melalui tayangan media mempengaruhi pandangan masyarakat indonesia saat ini. Demikian pemaran Kol. Dr. Samsul Bahri.

Deasy Indriani : Pengguna internet di Indonesia mencapai 201 juta jiwa (73,7 %).

Sementara itu, Pengamat media, Deasy Indriani sepakat dengan Hilmar. Menurutnya, modernasi merupakan kondisi yang tak pelak dirasakan oleh seluruh masyarakat dunia. Manakala Geopolitik mengalami pergeseran (shifting), maka geostrategi juga mengalami perubahan.

“Bagaimana strategi negara juga seharusnya mampu menyesuaikan dengan lingkungannya, Maka begitupun dengan  identitas nasional akan mampu dipertahankan,” ujar Produser TVRI ini.

Mantan wartawan ini menjelaskan, bagaimana era digital mewarnai wajah dunia. Dimana untuk di Indonesia saja pengguna internet tahun 2021, mencapai angka 201 juta jiwa (73,7 %).

Kenyataan, bahwa masyarakat Indonesia rata-rata menggunakan internet 8 jam 52 menit perhari.

Di satu sisi, selain membawa keuntungan bagi pelaku ekonomi digital, namun ternyata mengandung ancaman (threat).

Lebih jauh dia memaparkan, pengguna internet di Indonesia lebih banyak menghabiskan waktu untuk menonton tayangan-tayangan di platform-plafform media sosial (3 jam 14 menit), seperti youtube, twitter, facebook dan WhatsApp yang kontennya dibuat dengan kultur budaya yang berbeda dan akan berpengaruh cukup besar bagi mindset masyarakat indonesia.

Profiling usianya rata-rata pemakai jaringan internet yang aktif rentang usia dari 25-34 tahun, yang merupakan rentang usia produktif. Ini merupakan potret dari kelompok milenial, dari total populasi 270 juta jiwa, mereka masuk dalam kelompok 25,87 persen, Gen-Z sebanyak 27,94 persen.

Artinya ketika milenial dan Gen-Z diakumulasikan, maka sebanyak 53 persen (155 juta jiwa) pengguna sangat aktif berinternet dan menghabiskan waktu untuk bermedia sosial.

Salah satu kekuatan media adalah mampu mempengaruhi para penggunanya dan secara tidak sadar mempengaruhi perilaku dengan menganggap hal yang tabu menjadi biasa.

Dalam teori Agenda setting, media dapat mempengaruhi opini publik dan cara pandang masyarakat akan suatu hal. Segala sesuatu yang disampaiakn secara berulang-ulang walaupun salah pada akhirnya diterima karena biasa dimunculkan.

Sebagai contoh, gelombang budaya Korea (K-Pop) bisa masuk ke Indonesia dan negara-negara seluruh dunia, padahal sebelumnya pada tahun 90-an, musik atau lagu-lagu Korea tidak memiliki daya tarik, dan tidak digandrungi oleh anak-anak muda pada waktu itu. Tapi apa yang terjadi saat ini justru sebaliknya.

Saat ini industri musik diterima oleh semua kalangan bukan saja di Korea Selatan tetapi di semua negara dan berbagai kalangan.

Pemerintah Korea bahkan mendukung dengan memberikan penguatan peran ekspansi K-Pop melalui pembebasan pajak musik dan bahkan mengalokasikan anggaran khusus untuk Riset & Development (R&D). Bahkan duta-duta besarnya turut mempromosikan K-Pop ini.

Penetrasi budaya yang dilakukan oleh Korea berhasil dengan softpowernya itu berhasil masuk dalam pikiran anak muda Indonesia dan ini harus segera diwaspadai dan diantisipasi oleh kita semua. Demikian Deasy Indriani mengulas dampak modernisasi dari sisi media digital. (Taufik Hidayat)

Baca juga

Tinggalkan Komentar