Swara Pendidikan (Papua) — Dampak globalisasi kini merambah hingga ke wilayah pegunungan Papua. Kabupaten Jayawijaya, dengan populasi lebih dari 275 ribu jiwa, menghadapi tantangan dalam mempertahankan identitas budaya lokal di tengah arus modernisasi.
Sebagai bentuk kepedulian terhadap pelestarian tradisi, pemerintah menggagas pembangunan rumah adat di sejumlah kampung. Program ini tidak hanya bertujuan memperkuat simbol budaya, tetapi juga menghadirkan ruang bersama bagi masyarakat untuk menjaga nilai-nilai leluhur. Dalam pelaksanaannya, tokoh adat dilibatkan secara aktif agar pembangunan berjalan sesuai dengan norma dan kearifan lokal.
Menariknya, pembangunan balai adat ini tidak semata-mata bergantung pada bantuan pemerintah. Masyarakat setempat turut berkontribusi melalui swadaya dan semangat gotong royong, menjadikan rumah adat sebagai wujud nyata kolaborasi antara negara dan warga. Keterlibatan langsung masyarakat memperkuat rasa memiliki sekaligus memastikan keberlanjutan fungsi sosial dari bangunan tersebut.
Proses pembangunan balai adat dimulai sejak awal September dan ditargetkan rampung pada akhir bulan September 2025. Rentang waktu tersebut dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat dan pemerintah untuk menjaga kualitas serta nilai budaya dalam setiap tahap pengerjaan.
Kepala Suku Besar Kampung Heyeknem, Distrik Pelebaga, Yohanes Elopere, menyambut baik inisiatif ini. “Rumah adat ini akan menjadi balai adat, tempat masyarakat berkegiatan dan memperkuat ikatan sosial,” ujarnya.
Selain aspek budaya, Elopere juga menyoroti potensi ekonomi di sektor pertanian dan perkebunan. Ia berharap pengembangan sektor tersebut dapat berjalan beriringan dengan pelestarian budaya, sehingga masyarakat memperoleh manfaat ganda: menjaga jati diri sekaligus meningkatkan kesejahteraan.
Langkah ini menjadi bukti bahwa pembangunan yang berpihak pada nilai lokal mampu menciptakan harmoni antara kemajuan dan pelestarian. Papua tidak hanya membangun fisik, tetapi juga memperkuat akar budayanya. (TH)




