Oleh : Titin Supriatin, M.Pd*
Berbicara mengenai problematika pendidikan Indonesia bukanlah hal yang mudah untuk segera diterapkan. Negara ini harusnya sudah cukup matang dalam mengelola sistem pendidikan dengan umur yang sudah 70 . Tetapi sampai sekarang, masih banyak aspek yang harus dibenahi terutama prioritas dari pemerintah dan pembangunan infrastruktur.
Ada pertanyaan sederhana dari adikku yang baru belajar menjadi guru, dia berkata kalau di tempat mengajarnya sungguh aneh dangan kebijakan-kebijakan yang dibuat, sehingga pada akhirnya pertanyaan itu mengerucut menjadi “Pimpinan yang ada di sekolahku sama sekali tidak punya sikap bijaksana dan arif.”
Saya hanya menjawab dan menanggapi pertanyaan adikku dengan santai, saya bilang “Ketahuilah Dek, selama orang yang menjadi pimpinan di sekolah itu memandang sekolah sebagai ladang bisnis untuk mencari nafkah, maka kamu tidak akan menemukan sosok pemimpin yg arif dan bijaksana.”
Dari perbincangan sederhana ini bisa menjadi salah satu faktor penghambat terwujudnya “sekolahnya manusia. ”
Wacana mengenai pendidikan sebagai wujud sebuah kemerdekaan telah menjadi prioritas utama ketika bangsa Indonesia hendak mengumumkan dirinya menjadi negara yang merdeka. Hal ini tercantum di dalam isi pembukaan UUD 1945 yang menegaskan cita-cita mencerdaskan setiap manusia Indonesia.
Pendidikan sebagai cita-cita bangsa berarti perjuangan membawa rakyat Indonesia keluar dari keterjajahan dengan memerangi kebodohan dan keterbelakangan. Kemudian, mengenai pendidikan sebagai pilar utama untuk menuju kemerdekaan diperkuat juga posisinya dengan pencantumannya beberapa pasal di dalam UUD 1945.
Bahkan, jauh sebelum Indonesia terbebas dari penjajahan, sudah tercetus tekad untuk menjadikan pendidikan sebagai alat untuk menumpas penindasan dan segala bentuk eksploitasi. Ini bisa dilihat pada pemikiran Kartini, gadis keturunan ningrat pengubah wajah perempuan Indonesia dan penggagas sekolah perempuan pertama. Cita-citanya memajukan pendidikan disegala lapisan masyarakat tanpa diskriminasi untuk melepaskan masyarakat Indonesia dari keterpurukan, kebodohan, dan penjajahan yang terus membelenggu rakyat.
Kartini juga menyadari bahwa pembodohan adalah senjata bagi kaum penindas, termasuk kolonialis. “Oh, sekarang saya mengerti, mengapa orang tidak setuju dengan kemajuan orang Jawa. Kalau orang Jawa berpengetahuan, ia tidak akan lagi mengiyakan dan mengamini saja segala sesuatu yang ingin dikatakan atau diwajibkan oleh atasannya.” [Surat Kepada E.H. Zeehandelaar, 12 Januari 1900]
Gagasan Kartini yang mejadikan pendidikan sebagai alat untuk menuju kemerdekaan sudah sangat tepat. Dengan pendidikan manusia akan mengaktualisasikan dirinya sebagai manusia. Pendidikan yang membebaskan akan melepaskan mereka dari mental budak atau bangsa terperintah.
Kartini mengatakan, “pendidikan dapat memperbaiki bangsa kita, agar tidak “dipandang hina dan rendah oleh bangsa lain, lewat pendidikan bangsa kita dapat menjadi setara dengan bangsa lain”
Kembali menyikapi terkait Pendidikan yang ada di Indonesia saat ini. Menerima atau tidak, Indonesia merupakan negara yang mutu pendidikannya masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain bahkan sesama anggota di lingkup ASEAN. Bahkan bisa dikatakan kualitas sumber daya manusia bangsa Indonesia masuk dalam peringkat yang paling rendah secara rata-rata. Hal ini terjadi barangkali karena sistem pendidikan Indonesia belum dapat berfungsi secara maksimal. Pemerintah perlu segera memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia agar mampu melahirkan generasi yang memiliki keunggulan dan berdaya saing. Harapan tentunya masih terbuka lebar untuk selalu berbenah dan mempersiapkan putra-putri bangsa dalam menghadapi persaingan global yang terus berlangsung.
Tujuan dari pendidikan nasional sendiri adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Berkembangnya potensi putra-putri bangsa agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Namun pada kenyataannya pendidikan di Indonesia masih menyisakan lubang besar yang susah untuk ditutup. Proses menuju tujuan yang mulia itu sepertinya tidak berjalan secara seimbang. Jika dikerucutkan, ada beberapa permasalahan besar yang menuntut untuk segera diselesaikan tentunya dengan prioritas utama dari pemerintah.**
Tentang penulis : Titin Supriatin, M.Pd. Guru di SDN Pasir Putih 3. Menyukai dunia literasi, karena dengan berliterasi dapat berbagi informasi dalam pengetahuan yang luas dan tanpa batas.