Oleh : Tuti Alawiyah, M.Pd
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Pasal 3 menyebutkan bahwa “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yag beriman,dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Pendidikan karakter merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun 2005 – 2025 (UU No. 17 Tahun 2007) yang menyatakan bahwa dalam mewujudkan masyarakat yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila, salah satu upaya untuk merealisasikannya adalah dengan cara memperkuat jati diri dan karakter bangsa melalui pendidikan.
Upaya ini bertujuan untuk membentuk dan membangun manusia Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mematuhi aturan hukum, memelihara kerukunan internal dan antar umat beragama, melaksanakan interaksi antarbudaya, mengembangkan modal sosial, menerapkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, dan memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dalam rangka memantapkan landasan spiritual, moral, dan etika pembangunan bangsa.
Selain itu pendidikan nasional juga berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dengan kata lain tujuan Pendidikan Nasional merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan dan menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Sebagai bagian penting dari kehidupan manusia yang tak pernah ditinggalkan, pendidikan merupakan sebuah proses yang terjadi secara tidak disengaja atau berjalan secara alamiah, pendidikan bukanlah proses yang diorganisasi secara teratur, terencana, dan mengunakan metode-metode yang dipelajari serta berdasarkan aturan-aturan yang telah disepakati mekanisme penyelenggaraannya oleh suatu komunitas masyarakat (Negara), melainkan lebih merupakan bagian dari kehidupan yang memang telah berjalan sejak manusia itu ada.
Pendidikan merupakan bagian dari proses yang terjadi secara disengaja, direncanakan, didesain, dan diorganisasi berdasarkan aturan yang berlaku terutama perundang-undangan yang dibuat atas dasar kesepakatan masyarakat. Pendidikan sebagai sebuah kegiatan dan proses aktivitas yang disengaja merupakan gejala masyarakat ketika masyarakat mulai menyadari pentingnya upaya untuk membentuk, mengarahkan, dan mengatur manusia sebagaimana dicita-citakan. Cara mengatur manusia dalam pendidikan ini tentunya berkaitan dengan bagaimana masyarakat akan diatur. Artinya, tujuan dan pengorganisasian pendidikan mengikuti arah perkembangan sosio-ekonomi yang berjalan.
Jadi, jika ada aspek material yang menjelaskan bagaimana arah pendidikan didesain berdasarkan siapa yang paling berkuasa dalam masyarakat tersebut, maka dapat dikatakan bahwa karakter merupakan perpaduan antara moral, etika, dan akhlak, dimana moral lebih menitikberatkan pada kualitas perbuatan, tindakan atau perilaku manusia.
Sedangkan etika dimaknai sebagai penilaian tentang baik dan buruk berdasarkan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, sebaliknya akhlak dimaknai sebagai tatanan yang lebih menekankan bahwa pada dalam diri manusia pada hakikatnya telah tertanam keyakinan bahwa baik dan buruk itu ada.
Karenanya, pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang secara keseluruhan bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memelihara semua hal yang baik dan mewujudkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
Pendidikan karakter sekarang ini mutlak diperlukan bukan hanya di sekolah saja, tapi juga dirumah dan di lingkungan sosial. Bahkan sekarang ini peserta pendidikan karakter bukan lagi anak usia dini hingga remaja, tetapi juga usia dewasa.
Pendidikan karakter mutlak perlu untuk kelangsungan hidup Bangsa ini. Bayangkan persaingan apa yang akan muncul ditahun-tahun mendatang, yang akan menjadi beban kita dan orangtua masa kini. Di masa itu, anak-anak masa kita sekarang akan menghadapi persaingan dengan rekan-rekannya dari berbagai belahan negara di dunia. Tuntutan kualitas sumber daya manusia pada milenium mendatang tentunya membutuhkan good character. Bagaimanapun juga, karakter adalah kunci keberhasilan individu, dimana setiap individu diharapkan memiliki nilai-nilai karakter yang baik meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan. Akan tetapi, karena manusia hidup dalam lingkungan sosial dan budaya tertentu, maka perkembangan karakter individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam lingkungan sosial dan budaya yang bersangkutan.
Di satuan pendidikan, terbentuknya karakter peserta didik merupakan tanggung jawab semua guru. Oleh karena itu, pembinaannya pun harus oleh guru. Sehingga kurang tepat jika dikatakan bahwa mendidik peserta didik agar memiliki karakter bangsa hanya dilimpahkan pada guru mata pelajaran tertentu misalnya guru PKN, guru PAI atau guru BK saja.
Semua guru harus mampu menjadikan dirinya sebagai sosok teladan bagi siswa siswinya. Hal ini dikarenakan peran dan tugas guru tidak hanya sebatas dalam lingkungan dan jam belajar di sekolah, tetapi guru merupakan komponen strategis yang memiliki peran yang penting dalam menentukan keberlangsungan kehidupan bangsa.
Perilaku guru bagi peserta didik menjadi ukuran dalam anggota masyarakatnya. Kearifan budaya lokal dan perilaku guru menjadi tolok ukur dan cerminan bagi peserta didik. Namun yang harus dipahami Bersama adalah pembentukan karakter peserta didik merupakan tugas bersama dari orang tua, pihak sekolah, masyarakat, dan pemerintah. Ketiga pihak tersebut secara bersama-sama atau simultan melaksanakan tugas membentuk karakter anak didik.
Guru merupakan pihak dari pemerintah yang bertugas membentuk karakter peserta didik, terutama selama proses pendidikan di sekolah. Kemudian orang tua sekaligus sebagai anggota masyarakat memiliki waktu yang lebih banyak dalam membina karakter anaknya.
Untuk itulah diperlukan usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik (habituation) sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya. Pendidikan Karakter bukan hanya perlu selalu diajarkan, akan tetapi perlu dijadikan kebiasaan, dilatih secara konsisten dan kemudian barulah menjadi karakter bagi peserta didik.
Penguatan pendidikan karakter seyogyanya adalah gerakan pendidikan yang bukan hanya menjadi tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui olah hati, oleh rasa, olah pikir dan olah raga akan tetapi diperlukan keterlibatan serta kerjasama antara satuan pendidikan, keluarga dan masyarakat.
Penguatan Pendidikan karakter berbasis sekolah, sekolah tidak hanya diartikan sebagai tempat belajar, namun sekaligus dijadikan juga tempat memperoleh peningkatan karakter bagi peserta didik yang merupakan bagian terpenting dari pendidikan karakter itu sendiri, dengan kata lain sekolah bukanlah sekedar tempat “transfer knowledges” namun juga lembaga yang berperan dalam proses pembelajaran yang berorientasi pada nilai yang baik (value-oriented enterprise). Di samping itu sekolah bertanggung jawab bukan hanya dalam mencetak peserta didik yang unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga dalam karakter dan kepribadian.
Sementara untuk penguatan pendidikan karakter yang berbasis keluarga, dapat dilaksanakan dengan menjadikan keluarga dan rumah tangga sebagai lingkungan pembentukan watak dan karakter pertama dan utama bagi peserta didik sehingga keluarga / rumah tangga dijadikan sebagai “school of love” tempat belajar yang penuh cinta sejati dan kasih sayang serta tempat pertama penyemaian nilai-nilai kebaikan serta prinsip-prinsip dasar dalam kehidupan sehingga diharapkan peserta didik telah memiliki potensi dan bekal yang memadai untuk mengikuti proses pembelajaran di sekolah.
Sedangkan penguatan pendidikan karakter berbasis masyarakat dapat dilaksanakan karena masyarakat luas memiliki pengaruh besar terhadap keberhasilan penanaman nilai-nilai estetika dan etika untuk pembentukan karakter peserta didik dimana masyarakat telah memiliki sistem nilai yang selama ini dianutnya. Hal ini akan mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat secara keseluruhan termasuk peserta didik sehingga masyarakat mempunyai tanggung jawab bersama dalam menegakkan nilai-nilai yang baik dan mencegah nilai-nilai yang buruk.
Pada hakikatnya, pendidikan karakter diharapkan dapat membentuk manusia secara utuh (holistik) yang berkarakter selain untuk membentuk pembelajar sepanjang hayat, yang sejatinya akan mampu mengembangkan semua potensi peserta didik secara seimbang (spiritual, emosional, intelektual, sosial, dan jasmani) dan juga secara optimal.
Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sebagai warga negara.
Budaya sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak disadari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat tersebut. Nilai-nilai budaya tersebut dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota masyarakat tersebut. Posisi budaya yang demikian penting dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.
***
Penulis: Tuti Alawiyah, M.Pd Kepala SMPN 32 Depok