Swara Pendidikan (Jakarta) — Paguyuban Lender Dana Syariah Indonesia (DSI) menyampaikan pernyataan sikap resmi usai mengikuti pertemuan virtual dengan manajemen PT Dana Syariah Indonesia. Alih-alih memberi harapan, pertemuan tersebut justru memperlihatkan lemahnya tata kelola perusahaan yang selama ini menghimpun dana masyarakat dan berada di bawah pengawasan OJK.
Dalam pertemuan, Paguyuban menilai manajemen DSI menunjukkan ketidakmampuan mendasar dalam memahami kondisi internal perusahaan, mulai dari data lender, arus kas, hingga progres pemulihan.
1. Klaim Dana Rp 3,5 Miliar untuk 14.000 Lender Dianggap Tidak Masuk Akal
Manajemen DSI mengklaim hanya memiliki Rp 3,5 miliar dana pemulihan untuk 14.000 lender. Namun klaim tersebut semakin diragukan karena manajemen sendiri mengakui bahwa data lender tidak akurat.
Paguyuban menilai kondisi ini sebagai kelalaian fatal bagi perusahaan yang diwajibkan menerapkan tata kelola yang ketat, diaudit, serta berada di bawah pengawasan OJK.
2. Dana 0,2% dari Total Kewajiban: “Menghina Nalar Lender”
Nilai Rp 3,5 miliar itu setara dengan 0,2% dari total kewajiban DSI kepada lender. Paguyuban menilai angka tersebut bukan hanya kecil, tetapi “menghina akal sehat”, terutama karena banyak lender adalah:
- pensiunan,
- korban PHK,
- orang tua tunggal,
- masyarakat kecil,
- dan anak muda yang menabung untuk masa depan.
Menurut Paguyuban, sejak Oktober tidak ada progres penagihan, peningkatan kas, maupun rencana pemulihan yang konkret.
3. Direksi Tidak Mengetahui Cash-In dan Perubahan Ekuitas: “Red Flag yang Tak Terbantahkan”
Salah satu temuan paling krusial muncul ketika Paguyuban menanyakan:
- posisi cash-in, dan
- perubahan signifikan ekuitas pada 2025.
Menurut Paguyuban, direksi DSI (TA) menyatakan tidak mengetahui kedua informasi mendasar tersebut. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan serius:
- bagaimana mungkin direksi tidak memahami arus kas perusahaan,
- siapa sebenarnya yang menyusun laporan keuangan,
- dan adakah pihak lain yang mengendalikan perusahaan di luar struktur resmi.
4. Janji Pencairan 8 Desember Dinilai Tidak Selaras dengan Kondisi Riil
DSI berjanji mencairkan dana mulai 8 Desember 2025. Namun Paguyuban mempertanyakan logikanya, karena:
- kas yang tersedia hanya 0,2%,
- tidak ada progres penagihan borrower,
- tidak ada penjualan aset yang signifikan,
- dan belum ada rencana pemulihan yang dapat diverifikasi.
Paguyuban menilai janji tersebut lebih menyerupai “pengalihan isu sementara”.
5. Temuan Over Appraisal Merugikan Lender
Manajemen juga mengakui adanya penyimpangan berupa over appraisal aset jaminan borrower, sehingga nilai jaminan tidak mampu menutup kewajiban kepada lender. Paguyuban menilai hal ini sebagai salah satu sumber kerugian besar yang kini ditanggung lender.
6. Tuntutan Paguyuban: Dana Rp 3,5 Miliar Harus Disalurkan Secara Proporsional dan Transparan
Paguyuban mendesak:
- agar seluruh dana Rp 3,5 miliar disalurkan secara proporsional, transparan, dan tanpa penundaan,
- data lender harus divalidasi ulang,
- dan tidak boleh ada manuver internal yang dapat merugikan lender.
Paguyuban menegaskan bahwa dana tersebut adalah hak lender, bukan aset yang bisa diputarbalikkan oleh manajemen.
7. Extra Balance Sheet Masih Dirahasiakan, Menunggu Izin OJK
DSI menyebut memiliki extra balance sheet yang berisi:
- aliran dana lender,
- penyaluran ke borrower,
- serta posisi seluruh borrower.
Namun dokumen tersebut belum dapat dibuka ke publik dan disebut menunggu izin OJK hingga setelah 10 Desember 2025. Paguyuban meminta agar dokumen tersebut dibuka tanpa penundaan.
8. Sumber Cash-In Masih Sekadar Rencana
DSI memaparkan beberapa sumber cash-in, yakni:
- penagihan borrower (progres minim),
- penjualan aset jaminan (termasuk menawarkan lender untuk membelinya),
- penjualan kantor perusahaan di SCBD,
- penjajakan investor asing & lokal.
Paguyuban menilai keseluruhan rencana tersebut belum konkret dan tidak memiliki timeline jelas.
9. Paguyuban Siap Tempuh Jalur Hukum Jika Transparansi Tak Diberikan
Paguyuban menegaskan tidak ingin dilibatkan sebagai pengawas BPP karena hal tersebut merupakan tanggung jawab manajemen. Apabila DSI terus gagal memberikan transparansi dan kepastian, Paguyuban menyatakan siap menempuh:
- langkah hukum,
- pelaporan kepada otoritas,
- dan tindakan lain untuk melindungi kepentingan ribuan lender.
Menuntut Peran Tegas OJK sebagai Pengawas
Paguyuban juga menyoroti peran Otoritas Jasa Keuangan. Menurut mereka, OJK memiliki mandat untuk:
- memastikan laporan DSI akurat,
- mengawasi proses pemulihan,
- menindak pelanggaran,
- serta menjamin perlindungan konsumen.
Paguyuban menegaskan bahwa kelalaian pengawasan tidak dapat ditoleransi, terutama ketika ribuan masyarakat menjadi korban tata kelola yang buruk.
Paguyuban Lender DSI menegaskan akan terus mengawal proses ini hingga seluruh kebenaran terungkap dan hak lender dipulihkan sepenuhnya. Tidak ada ruang untuk alasan baru, penundaan, ataupun ketidakjelasan. Kepercayaan publik telah hilang, dan DSI wajib bertanggung jawab penuh.**
Editor: Gus JP




