Swara Pendidikan (Jepara) – Sejak resmi dilantik sebagai Kepala SMP Negeri 1 Mayong pada 1 Mei 2025, Basuki, S.Pd., M.Pd. terus mendorong penerapan nilai-nilai kedisiplinan dan pembinaan karakter melalui pendekatan sistem among. Ia meyakini bahwa guru memiliki peran strategis sebagai “orang tua kedua” bagi siswa, terutama ketika lingkungan keluarga belum dapat optimal mendampingi tumbuh kembang anak.
“Dalam pengajaran di sekolah, kami membuat sistem among. Anak didik kita anggap sebagai anak sendiri. Kami didik kedisiplinannya, kami benahi ibadahnya. Karena 100 persen siswa di sekolah ini beragama Islam, kami membuat program doa pagi dan pembacaan Asmaul Husna. Saat pulang sekolah, pintu gerbang kami kunci, dan siswa diwajibkan sholat bersama. Ternyata itu efektif, menjadikan anak lebih terarah dan disiplin,” ujar Basuki di ruang kerjanya, Selasa (3/6/2025).
Sebelum definitif di SMPN 1 Mayong, Basuki sempat menjadi Plt di sekolah tersebut, dan sebelumnya menjabat sebagai Kepala SMPN 1 Nalumsari sejak tahun 2020. Ia mengungkapkan bahwa karakteristik siswa di dua wilayah tersebut sangat berbeda.
“Di Nalumsari, banyak orang tua yang menjadi pekerja migran. Karena jarang bertemu anak, saat ada di rumah, mereka berusaha membayar waktu yang hilang dengan memberi dukungan penuh. Tapi, karena banyak anak tinggal bersama bude atau nenek, pengawasan dan bimbingan jadi kurang. Akibatnya, anak-anak cenderung liar, meski potensinya luar biasa,” paparnya.
Di sinilah, menurut Basuki, guru mengambil peran sebagai orang tua pengganti. Kepercayaan ini diperoleh karena adanya perhatian yang konsisten dari guru terhadap siswa, bahkan dalam hal-hal kecil seperti potong rambut bersama. “Orang tua sampai merasa nyaman dan pasrahkan anak sepenuhnya ke sekolah,” katanya.
Berbeda dengan Nalumsari, karakter siswa di SMPN 1 Mayong lebih majemuk dan dinamis. “Suasananya seperti kota, tapi mentalnya masih desa. Perlu strategi dan pendekatan untuk membentuk pola pikir yang lebih terbuka,” jelas Basuki.
Ia juga menegaskan pentingnya sinergi antara tiga pilar pendidikan: rumah, sekolah, dan masyarakat. “Kalau di sekolah anak dibentuk disiplin, tetapi di rumah tidak ada tindak lanjut, hasilnya tidak optimal. Begitu juga di masyarakat, anak perlu diarahkan agar berkumpul dan berinteraksi dengan teman seusianya,” imbuhnya.
Basuki berharap Pemkab Jepara melalui Dinas Pendidikan dapat merancang dan menerapkan regulasi yang mendukung pembentukan karakter siswa, seperti program jam wajib belajar, razia malam pada jam belajar, pembatasan musik orkes, hingga pengaturan penggunaan gawai.
“Ini sangat bagus dicanangkan. Tapi memang implementasinya sulit. Regulasi sering dibuat, tapi tidak menghasilkan perubahan jangka pendek. Namun tetap perlu dilakukan demi hasil jangka panjang,” pungkasnya. **
Editor: Gus JP