Kita selalu beranggapan bahwa diri kita dapat hidup dengan bahagia, tapi apa parameter untuk menghitung seberapa bahagia seseorang? Depresi parameter tertinggi sebuah sedih. Lantas apa orang tidak boleh untuk merasa bahagia seutuhnya? Apa pencapaian dalam hidup dan suatu kesuksesan mempunyai banyak materi dapat dibilang sudah bahagia? Orang bijak berkata masalah dalam hidup adalah sebuah pembelajaran diri untuk berkembang. Tapi ketika masalah yang menimpa diri jauh dari kemampuan kita dalam menghadapinya maka Tuhan dianggap tidak ada. Ketidakadaan Tuhan membuat orang luput akan kenikmatan yang ia berikan.
Suatu hari aku pernah mencoba berbicara dengan tuhan (berbicara dengan diri sendiri) ketika aku selesai membaca buku karangan Sudjiwo Tedjo dengan judul Tuhan Maha Asyik, dan betapa asyiknya Tuhan ketika kita mampu memahami esensi dari ketuhanan. Aku beranggapan bahwa masalah yang orang bijak katakan adalah sebuah level dari lantai ke lantai.
Jelas kita menginginkan dunia yang begitu indah menurut masing-masing pikiran utopis manusia. Tuhan menciptakan makhluk hidup (manusia) sangat-sangatlah kompleks bagaikan proyeksi dari alam semesta itu ternyata ada pada dalam diri manusia. Tapi manusia harus memilih jalan mereka sendiri untuk mencapai itu semua, seperti berundi bahwa takdir dapat diubah. Lantas bagaimana dengan mereka yang mengakhiri hidupnya? Ke mana jiwa mereka?
***
Penulis: Permadi Anto Soleh Andana
SMP Harapan Massa