Oleh: Abdul Basith, A.Pi, M.ST.Pi.
Nakhoda merupakan komandan di atas kapal. Nahkoda di kapal perikanan disebut dengan nahkoda kapal perikanan. Dia bertanggung jawab penuh atas keselamatan kapal, penumpang, dan segala hal selama proses pelayaran dari mulai berangkat sampai kembali di pelabuhan. Untuk menegakkan tanggung jawab tersebut, diperlukan sanksi pidana dan sanksi itu telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran (UU Pelayaran).
Berdasarkan Bab 1 ketentuan umum, Pasal 1 angka 1 Permen KP nomor 42 Tahun 2016, Kapal Perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan Perikanan, dan penelitian/eksplorasi Perikanan.
Pengertian Nahkoda Kapal Perikanan adalah Awak Kapal Perikanan yang menjadi pimpinan di Kapal Perikanan yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan pelayaran (Pemen KP Nomor 42 2016).
Sesuai definisi diatas maka seorang Nahkoda Kapal Perikanan bertanggung jawab atas keselamatan kapalnya, karenanya sudah seharusnya seorang Nahkoda Kapal Perikanan memeriksa keselamatan dan keamanan kapalnya sebelum berlayar. Hal ini tercantum pada Pasal 117 UU Pelayaran, yaitu:
(1) Keselamatan dan keamanan angkutan perairan yaitu kondisi terpenuhinya persyaratan:
- kelaiklautan kapal; dan
- kenavigasian.
(2) Kelaiklautan kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib dipenuhi setiap kapal sesuai dengan daerah pelayarannya yang meliputi:
- keselamatan kapal;
- pencegahan pencemaran dari kapal;
- pengawakan kapal;
- garis muat kapal dan pemuatan;
- kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang;
- status hukum kapal;
- manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal; dan
- manajemen keamanan kapal.
Selain harus memeriksa keselamatan dan keamanan kapal sebelum berlayar, seorang Nahkoda Kapal Perikanan juga harus melakukan upaya dalam hal kapal mengalami bahaya. Hal ini diatur pada Pasal 244 ayat (2) UU Pelayaran, yaitu setiap orang yang mengetahui kejadian bahaya terhadap kapal dan/atau orang wajib segera melakukan upaya pencegahan, pencarian dan pertolongan serta melaporkan kejadian kepada pejabat berwenang terdekat atau pihak lain. Ayat (3) kemudian menyatakan Nakhoda Kapal wajib melaporkan bahaya kepada:
- Syahbandar pelabuhan terdekat apabila bahaya terjadi di wilayah perairan Indonesia; atau
- Pejabat Perwakilan Republik Indonesia terdekat dan pejabat pemerintah negara setempat yang berwenang apabila bahaya terjadi di luar wilayah perairan Indonesia.
Apabila Nahkoda Kapal Perikanan melayarkan kapalnya tanpa menghiraukan keselamatan dan keamanan kapal sehingga menyebabkan kecelakaan pada kapal, maka kecelakaan tersebut murni merupakan tanggung jawab sang Nahkoda Kapal tersebut. Hal ini sesuai dengan Pasal 249 UU Pelayaran bahwa kecelakaan kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245 UU Pelayaran merupakan tanggung jawab Nakhoda kecuali dapat dibuktikan sebaliknya. Dengan demikian, beban pembuktian ada pada sang Nahkoda. Seorang Nahkoda yang baik pun bertanggung jawab meninggalkan kapalnya paling terakhir setelah semua penumpang keluar.
Kecelakaan kapal yang tercantum di Pasal 245 UU Pelayaran merupakan kejadian yang dialami oleh kapal yang dapat mengancam keselamatan kapal dan/atau jiwa manusia berupa:
- kapal tenggelam;
- kapal terbakar;
- kapal tubrukan; dan
- kapal kandas.
Nahkoda Kapal termasuk Nahkoda Kapal Perikanan yang lalai dalam menjalankan tugasnya dapat dikenakan sanksi pidana oleh karena perbuatannya. Sanksi pidana tersebut dapat dilihat pada Pasal 302 UU Pelayaran:
- Nakhoda yang melayarkan kapalnya sedangkan yang bersangkutan mengetahui bahwa kapal tersebut tidak laik laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
- Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengakibatkan kerugian harta benda dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
- Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian seseorang dan kerugian harta benda dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
Melihat beratnya tanggung jawab dan ancaman yang ditetapkan maka menjadi keharusan bagi seorang Nahkoda Kapal Perikanan untuk bekerja secara professional ketika menjalankan tugasnya dalam arti bekerja sesuai prosedur dan aturan hukum yang diberlakukan. Semangaaaaat ! Tidak ada nahkoda tangguh lahir di laut yang tenang.
Penulis: Abdul Basith, A.Pi, M.ST.Pi. (Dosen Politeknik Ahli Usaha Perikanan, Program Studi Teknologi Penangkapan Ikan)