Penulis: Marnie Septia Kurniawati, S.P., S.Pd. (SD Muhammadiyah 01 Kukusan)
Tantangan guru zaman sekarang atau istilah kekininannya adalah guru zaman now ternyata lebih berat, jika dilihat dari beberapa aspek. Tentu tidak untuk sekedar membandingkan dengan guru era sebelum digitalisasi, tetapi ada satu kunci yang sama, yang mesti dipegang erat oleh setiap guru.
Kunci tersebut adalah kesabaran dan keikhlasan. “Ah, itu sih sudah mainstream. Mau bekerja sebagai pendidik atau bukan, tetap diperlukan kesabaran dan keikhlasan”. Mungkin begitu, sebagian pendapat orang. Tidak mengapa, dan sah-sah saja pendapat tersebut. Setiap individu berhak memiliki opini atau pun persepsi tersendiri.
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman, ada dua hal yang harus disikapi, terkait dua kunci tersebut. Pertama, siswa sebagai obyek yang kita hadapi, dan yang kedua adalah kita sendiri selaku guru yang bertugas tidak hanya mengajar, tetapi juga mendidik mereka.
Saat ini kita tertantang dengan banyaknya kasus kenakalan remaja yang melibatkan siswa, baik siswa sekolah dasar maupun sekolah menengah. Kalaupun dulu pernah terjadi hal yang sama, seperti adanya tawuran atau perselisihan antar siswa, namun tidak separah zaman sekarang.
Siswa masih menghormati guru dengan perilaku santunnya dan rasa sungkan yang tinggi apabila berbuat salah. Keterlibatan orang tua dalam membentuk karakter dan perilaku anak juga berpengaruh. Ketika anaknya dihukum karena berbuat salah, orang tua menerimanya dengan lapang dada.
Berbeda dengan saat ini, kebebasan berpendapat yang kebablasan, membuka peluang intervensi orang tua terhadap guru, sehingga seringkali para pendidik harus berhadapan dengan orang tua yang tidak menerima ketika menegur anaknya yang melakukan kesalahan. Di sinilah seorang pendidik harus sabar menghadapi kondisi demikian dan ikhlas menerima kritik dari orang tua apabila melakukan kekeliruan.
Perilaku siswa yang dipengaruhi oleh tayangan-tayangan di gawai mereka, sudah sangat memprihatinkan. Banyak orang tua yang mengeluhkan sikap anaknya dalam belajar. Anak-anak dan remaja lebih banyak menghabiskan waktu bersama gadgetnya ketimbang buku-buku pelajaran dan tugasnya.
Sudah dapat dibuktikan bahwa hal tersebut menjadi masalah, yaitu dengan menurunnya hasil belajar siswa. Ini terjadi secara merata di seluruh daerah di negeri kita. Berdasarkan hasil penelitian, gadget sangat berpengaruh terhadap kondisi fisik dan psikologis siswa.
Tahun lalu, saya sempat berbincang singkat dengan seorang Psikiater yang memiliki delapan pasien gangguan kejiwaan dan penglihatan. Kedelapan pasien tersebut adalah anak-anak usia SD. Mereka kecanduan game dan memerlukan pengobatan selama enam bulan untuk kembali normal. Dari delapan anak, hanya satu yang belum sembuh total, karena tidak disiplin dalam pengobatan.
Kendati peran orang tua di rumah sangat menentukan, di sekolah pun guru harus siap dan sigap menghadapi fenomena efek negatif gadget. Banyak siswa sekolah dasar yang sulit menerima nasihat orang tuanya di rumah, dan ketika orang tua mereka meminta bantuan dari guru, tentu sang guru harus siap membimbing dengan sabar dan ikhlas, agar sikap atau perilaku negatif siswa dapat diubah.
Membangun kesadaran siswa agar berperilaku sesuai dengan tuntunan agama, sehingga memiliki adab yang baik dalam berinteraksi dan belajar, memahami tujuan dan manfaat belajar bagi siswa sendiri dan lingkungannya.
Bagi guru secara pribadi, dituntut untuk selalu siap menghadapi perubahan dan menerima inovasi, sehingga guru pun harus terus belajar di era 4.0 ini. Diperlukan kesabaran dalam mempelajari hal-hal baru untuk menghadapi permasalahan masa kini dan mendatang yang jauh lebih kompleks. Guru harus menguasai teknologi digital untuk menunjang dan mempermudah pekerjaannya, terutama pada masa pandemi seperti saat ini yang mengharuskan setiap guru menggunakan alat komunikasi seperti handphone dan laptop.
Keikhlasan menerima takdir pandemi sebagai tantangan, akan membuat kita sebagai pendidik berupaya untuk mencari solusi terbaik melalui penggunaan metode yang tepat dalam melaksanakan pembelajaran di masa dan pasca pandemi. Dengan demikian, sudah semestinya dua kunci tersebut, kesabaran dan keikhlasan senantiasa kita pegang erat dalam mengiringi perjalanan kita sebagai seorang pendidik untuk menghasilkan out put pendidikan (siswa) yang memiliki adab yang baik dan semangat belajar yang tinggi. ***