
Swara Pendidikan.co.id (PADANG) – Sumatera Barat memiliki banyak front perjuangan saat revolusi fisik (1945–1949). Pasca jatuhnya Yogyakarta ke tangan Belanda pada Agresi Militer ke dua, pusat pemerintahan Republik Indonesia (RI) dipindahkan ke Sumatera Barat, dengan lokasi yang selalu berpindah-pindah dari satu daerah ke daerah lainnya.
Saat menjadi pusat pemerintahan RI, Padang Pariaman menjadi jalur utama bagi tentara sekutu dan Belanda untuk menuju daerah pedalaman Sumatera Barat.
Faktor ini yang menyebabkan front pertempuran di Padang Pariaman lebih banyak terjadi di jalur perjalanan dari Padang ke Bukittinggi, sebab jalur Padang ke Solok melalui daerah Sitinjau Laut belum menjadi jalur utama pada saat itu.
Terkait sejarah tersebut, Efrianto, SS, Dra. Zusneli Zubir, M.Hum, dan Yulisman, S.H, tiga peneliti sejarah dari Balai Pelestarian Nilai Budaya Provinsi Sumatera Barat (BPNB Sumbar) di bawah naungan Direktorat Jenderal Kebudayaan – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, melakukan penelitian.
Guna mengumpulkan data sejarahnya, pada tanggal 15 – 23 September 2020 mereka mengunjungi masyarakat di tiga daerah di Padang Pariaman; Batang Anai, Lubuk Alung, dan Sintuk Toboh Gadang.

“Temuan lapangan memperlihatkan bahwa di Kecamatan Batang Anai, Lubuk Alung, dan Sintuk Toboh Gadang banyak memiliki peninggalan dan peristiwa sejarah yang berkaitan dengan zaman revolusi fisik. Hal ini dapat dilihat dari beberapa tugu yang ada dikawasan ini, seperti Tugu Renville di Lubuk Alung, dan Tugu Perjuangan di Pasar Usang. Di samping itu, ada juga front perjuangan yang sejarahnya hanya tersimpan dalam ingatan masyarakat yang belum banyak diketahui oleh masyarakat,” papar Efrianto, Ketua Tim, saat kami wawancarai melalui WhatsApp-nya, Kamis (24/9/2020).
Dia menambahkan, data lapangan memperlihatkan bahwa masyarakat pemilik sejarah ternyata kurang memiliki tinggalan sejarah yang ada di kawasan mereka. Hal ini terlihat dari monumen atau tugu yang didirikan ternyata tidak terawat dengan baik.
“Kondisi ini jelas mengkhawatirkan bagi masa depan Indonesia, karena banyak masyarakat yang semakin tidak peduli dengan sejarah masa lalu bangsa dan negaranya. Itu sebabnya, kami melakukan kajian, sebagai langkah awal untuk kembali mengenalkan masyarakat terhadap sejarah mereka sendiri,” ujar Efrianto.
Efrianto juga mengatakan, penelitian ini untuk mengungkap apa saja peristiwa sejarah di Kecamatan Batang Anai, Lubuk Alung, dan Sintuk Toboh Gadang pada masa revolusi fisik, apa saja peninggalan sejarahnya, dan sejauh mana pengetahuan dan pandangan masyarakat terhadap peristiwa sejarah tersebut.
“Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi kepentingan akademik, pemerintah daerah dan masyarakat di Provinsi Sumatera Barat, khususnya Kabupaten Padang Pariaman,” ujar Dra. Zusneli Zubir, M.Hum, Ketua Pokja Sejarah menambahkan.
Sementara itu, Yulisman yang juga anggota Tim Peneliti sejarah BPNB Sumbar mengatakan, pengumpulan data dilakukan secara observasi, wawancara, dan studi pustaka.
“Penelitian ini menggunakan metode campuran atau mixed methods. Yaitu menggabungkan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Secara keseluruhan dari penelitian hingga penulisannya memerlukan waktu lima bulan,” papar Yulisman. (Muhammad Fadhli/Agus)