Swara Pendidikan (Jepara) – Tingginya angka pengangguran lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menjadi perhatian serius Cabang Dinas Pendidikan Wilayah II Provinsi Jawa Tengah. Dalam wawancara eksklusif bersama jurnalis Swara Pendidikan di ruang kerjanya, Selasa (5/8/2025), Kepala Cabdin Wilayah II, Haris Wahyudi, S.Pd., M.Pd., mengungkap berbagai strategi inovatif yang telah dan sedang dijalankan untuk menjawab tantangan dunia kerja, khususnya di wilayah Demak dan Jepara.
Berikut petikan wawancaranya:
Swara Pendidikan (SP): Pak Haris, bisa dijelaskan bagaimana kondisi terkini satuan pendidikan di bawah Cabdin Wilayah II?
Haris Wahyudi (HW): Saat ini kami membina sebanyak 164 sekolah, mulai dari SMA, SMK, hingga SLB, baik negeri maupun swasta. Di Kabupaten Demak, ada 12 SMA negeri dan 4 SMK negeri. Sementara di Jepara, ada 10 SMA negeri dan 9 SMK negeri. Masing-masing wilayah juga memiliki satu SLB negeri.
SP: Bagaimana dengan sebarannya? Apakah sudah merata?
HW: Ya, persebarannya sudah cukup merata. Setiap kecamatan minimal memiliki satu SMA atau SMK, baik negeri maupun swasta. Kami terus memastikan akses pendidikan yang adil dan menyeluruh.
SP: Menurut data BPS, lulusan SMK masih mendominasi angka pengangguran. Bagaimana Cabdin Wilayah II menyikapi hal ini?
HW: Betul. Data dari BPS menunjukkan bahwa lulusan SMK menjadi penyumbang terbesar pengangguran terbuka. Ada banyak faktor, di antaranya usia lulusan yang belum mencapai 18 tahun, serta kurikulum yang belum sepenuhnya selaras dengan kebutuhan industri.
SP: Bisa dijelaskan lebih lanjut soal ketidaksesuaian kurikulum itu?
HW: Banyak jurusan di SMK yang kini kurang relevan dengan dunia kerja, seperti pemasaran, akuntansi, dan manajemen. Sementara industri sekarang menuntut keterampilan yang lebih spesifik dan berbasis teknologi. Ini menjadi catatan penting bagi kami.
SP: Apa langkah konkret yang dilakukan Cabdin Wilayah II?
HW: Kami mendorong sekolah untuk melakukan penyesuaian kurikulum, bahkan re-engineering jurusan. Jurusan yang tidak diminati pasar kerja boleh dihapus, dan sekolah bisa mengusulkan jurusan baru berdasarkan analisis kebutuhan industri. Selain itu, kami juga memfokuskan pada peningkatan kompetensi guru dan pemutakhiran peralatan praktik.

SP: Bagaimana dengan aspek pelayanan publik di lingkungan Cabdin sendiri?
HW: Kami juga melakukan inovasi di sisi pelayanan publik. Salah satunya dengan menerapkan Survei Kepuasan Masyarakat (SKM) di seluruh sekolah negeri. Ini memberikan ruang bagi masyarakat untuk menilai dan memberikan umpan balik terhadap layanan pendidikan.
SP: Apakah ada pendekatan digital yang diterapkan?
HW: Tentu. Kami memanfaatkan media sosial sebagai kanal pengaduan dan komunikasi dua arah. Melalui platform ini, masyarakat bisa menyampaikan keluhan, masukan, atau bahkan saran secara cepat, dan kami usahakan untuk merespons dengan segera. Tujuan kami adalah membangun layanan pendidikan yang adaptif dan partisipatif.
SP: Apa harapan Bapak terhadap transformasi pendidikan di wilayah binaan Cabdin Wilayah II?
HW: Kami ingin melahirkan lulusan SMK yang benar-benar siap kerja dan relevan dengan kebutuhan industri. Transformasi pendidikan hanya bisa terjadi jika semua pihak bersinergi—sekolah, guru, dunia usaha, dan masyarakat. Kami terbuka terhadap masukan apa pun demi kemajuan bersama.
SP: Terakhir, pesan Bapak untuk masyarakat dan dunia usaha yang ingin berkontribusi dalam pendidikan?
HW: Mari bersama-sama membangun ekosistem pendidikan yang adaptif dan responsif. Kami di Cabdin Wilayah II berkomitmen terus berinovasi, tapi sinergi lintas sektor adalah kunci. Pendidikan adalah tanggung jawab kolektif. **




