
Swara Pendidikan.co.id (DEPOK) – Anggota Komisi D DPRD Kota Depok, Muhammad Supariyono menilai Rencana Dinas Pendidikan Kota Depok membuka 7 SMP rintisan baru guna mengantisipati lonjakan penerimaan peserta didik baru (PPDB) bukan solusi yang tepat, tapi menurutnya justru hal itu akan menambah masalah baru.
Lalu apa solusi yang ditawarkan anggota DPRD Komisi D Fraksi PKS ini?
Berikut petikan wawancara Muhammad Supariyono, Amd.Ak dengan Swara Pendidikan pada Kamis (10/6/21) via selular.
Apa tanggapan bapak terkait rencana disdik membuka 7 SMP rintisan baru?
Secara pribadi saya menolak adanya penambahan sekolah negeri baru. Kenapa setiap kali PPDB, orang tua berbondong-bondong mendaftarkan anaknya ke sekolah negeri. Kan itu persoalannya.
Lantas apa dengan dibangunnya sekolah baru, masalah lalu selesai? Tidak. Justru ini akan menambah masalah.
Jadi sebanyak apapun sekolah negeri dibangun, tidak akan menyelesaikan masalah. Tapi menambah masalah.
Saya sudah berkali-kali menyampaikan ke Disdik. Yang dibutuhkan itu adalah bagaimana meningkatkan kualitas sekolah swasta sehingga sama dengan negeri.
Kalau persoalan SPP, persoalan uang pangkal, itu mungkin ada, tapi hanya sebagian kecil saja.
Jadi bahwa animo masyarakat untuk memasukan anaknya ke sekolah negeri karena faktor kualitas, bukan karena SPP.
Logika sederhananya begini. Kalau anak saya masuk SMP Negeri nanti akan mudah masuk SMA Negeri. Kalau masuk ke SMA Negeri, mudah masuk ke perguruan tinggi negeri. Masa depannya cerah. Sederhananya begitu. Bukan persoalan uang.
Jadi biarpun dibangun 10 sampai 20 sekolah juga nggak akan menyelesaikan masalah. Yang harus dilakukan pemerintah sekarang ini adalah bagaimana meningkatkan kualitas sekolah swasta sehingga sama dengan sekolah negeri.
Jangan sekolah swasta itu dipandang sebagai anak tiri, justru pemerintah harus berterima kasih dengan keberadaan sekolah swasta. Karena sebagian pekerjaan, sebagian tugas pemerintah, tugas negara di take over oleh swasta.
Makanya sekolah swasta jangan dipajakin. Udah dibantu, yang bantunya malah di pajakin pula.
Apakah sudah ada pembicaraan antara eksekutif dan legislatif terkait pembukaan SMP baru?
Sudah ada rencana itu dan sudah pernah dibicarakan oleh DPRD.
Waktu itu saya sudah kasih masukan ke Kepala Dinas dan juga ke Pemerintah Kota melalui paripurna. Saya katakan, sebaiknya jangan dibangun sekolah negeri. Kalaupun mau dibangun, bangun MTs dan MA. Itu yang masyarakat minta. sebab setiap kali reses, masyarakat selalu minta dibangun MTs dan MA.
Kalo MTs dan MA kan beda tuh, jadi tidak ada sekolah swasta yang merasa dirugikan.
Kan kewenangannya beda?
Memang kewenangan itu ada di Kemenag, Tapikan yang sekolah anak-anak kita. Kemenag mintanya tanah. Nanti mereka yang bangun.
Ya udah kasihin aja Pemda. Adain, kasih ke Kemenag. Ketimbang harus bangun sekolah sendiri.
Bagaimana sikap Komisi D dengan rencana pembukaan 7 SMP baru?
Sikap saya jelas menolak. Pernah waktu itu, Kadisdik bicara dengan Komisi D dan saya juga teman-teman di Komisi D. waktu itu saya kasih masukan.
Ini sekolah swasta sudah pada kembang-kempis dengan adanya Covid-19. Anak-anak sudah pada ga’ kuat bayar. Sekarang dibangun lagi Sekolah baru.
Bakalan nanti kehabisan murid itu sekolah swasta, dan bisa-bisa tutup itu. Kalau sekolah swasta bangkrut semua, kan kasihan.
Kalau saya melihatnya begini, terlepas dari itu semua, ini sesuatu yang terlalu disederhanakan dalam menjawab permasalahan.
Kurang, bangun. Kurang, bangun. Bangun 100 juga kurang, coba aja deh. Bisa jebol APBD kita nanti.
Tapi kan di dewan itu beda-beda. Ga bulat, ada yang setuju ada yang tidak. Dan ini belum jadi kesepakatan. Tapi kalau saya secara pribadi jelas menolak.
Solusinya?
Persoalan besarnya bukan disitu, persoalan besarnya pemerintah masih melihat, menganggap sekolah swasta itu anak tiri. Harusnya kan begini, tugas negara mencerdaskan kehidupan bangsa. Nah itu harusnya tugas negara semuanya itu.
Tapi pertanyaan saya sanggup ga’ APBD membuat sekolah untuk menampung semua anak Depok? Mencret yang ada. Nah kalo ada swasta yang bangun sekolah, swastanya ikut dibantu juga dong.
Dibantu juga jangan recehan. Cuma dibantu satu ruang kelas baru (RKB) yang harganya Rp 100 juta. Itupun harus dari aspirasi dewan.
Bantu tuh 1 milyar, 2 milyar, biar mereka punya mushola, punya lapangan, punya lab. Jadi kualitasnya sama dengan kualitas negeri.
Jadi orang ga perlu berbondong-bondong masuk ke sekolah negeri.
Jadi intinya, sampai kapanpun mau dibangun berapapun jumlahnya tidak akan menyelesaikan masalah. Yang selesai itu kalau kualitas sekolah swasta sama dengan sekolah negeri dan itu tugas pemerintah.
Pemerintah harus hadir meningkatkan sekolah swasta sehingga sama dengan negeri. Jadi orang mau sekolah negeri atau swasta saja sama. (Agus)