Swara Pendidikan (Depok) – Meskipun pendaftaran Tahap 4 Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) jenjang SMP telah dibuka pada 11 Juli 2025 untuk mengisi kursi kosong di sejumlah SMP Negeri, pelaksanaannya dinilai masih menyisakan persoalan serius. Salah satunya adalah potensi munculnya angka putus sekolah di Kota Depok.
Hal ini disampaikan oleh Eman Sutriadi, Pembina Masyarakat Pemerhati dan Peduli Pendidikan Indonesia (MP3I) sekaligus Ketua Gerakan Depok Bersatu (GEDOR). Menurutnya, potensi anak-anak tidak melanjutkan pendidikan cukup tinggi, meskipun proses pendaftaran tambahan telah dilakukan.
“Dari data yang kami terima, hingga penutupan Tahap 4 pada 11 Juli 2025 pukul 17.30 WIB, terdapat 280 kursi kosong di 32 SMP Negeri, dengan 538 pendaftar, namun hanya 433 yang terverifikasi dan 183 siswa yang diterima. Artinya, ada 355 siswa yang tidak tertampung, dan sebagian dari mereka menyatakan tidak akan bersekolah jika tidak diterima di sekolah impiannya,” ujar Eman, Jumat (11/7/2025).
Lebih lanjut, Eman mengungkap bahwa sebagian besar siswa yang tidak diterima berasal dari keluarga kurang mampu, dan tidak sedikit juga yang mengalami kendala teknis saat mendaftar—misalnya gagal unggah dokumen akibat perbedaan data di Kartu Keluarga (KK), meskipun telah lama berdomisili di Kota Depok.
“Jika tidak segera diatasi, persoalan ini akan menambah jumlah anak usia sekolah yang tidak bisa melanjutkan pendidikan. Ini bertolak belakang dengan semangat wajib belajar 12 tahun dan komitmen kita terhadap pendidikan inklusif,” tegasnya.
Eman mendesak Pemerintah Kota Depok, khususnya Dinas Pendidikan, untuk mengoptimalkan sistem SPMB dan melakukan penjaringan ulang bagi siswa yang berpotensi putus sekolah. Terlebih, tahun pelajaran baru akan segera dimulai dalam hitungan hari.
Ia menekankan pentingnya langkah cepat dan terukur demi memenuhi amanat Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) poin ke-4, yaitu “menjamin pendidikan yang inklusif, merata, dan berkualitas serta mendorong kesempatan belajar sepanjang hayat bagi semua orang”.
“Pemerintah harus hadir dalam memastikan tidak ada anak yang tertinggal dari akses pendidikan. SPMB bukan sekadar seleksi, tapi juga tanggung jawab moral untuk menciptakan keadilan dalam pendidikan,” pungkas Eman. **