Swara Pendidikan (Depok) — Ketua Lembaga Forum Masyarakat Peduli Pendidikan (FMP2) Kota Depok, Rasikin, menyoroti keras pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) jenjang SMP di Kota Depok tahun ajaran 2025/2026 yang menurutnya berjalan tidak profesional dan terkesan “ugal-ugalan”.
“Mulai dari penetapan kuota yang berubah-ubah hingga skema pengisian kursi kosong yang tidak dipersiapkan sejak awal. Semua serba mendadak dan tidak transparan,” ujar Rasikin saat ditemui di kantornya, Kamis (10/7/2025).
Ia menyayangkan lemahnya sosialisasi peraturan SPMB kepada masyarakat. “Banyak orang tua dan calon peserta didik yang kebingungan. Tidak sedikit yang akhirnya pasrah dan bergantung pada bantuan sekolah asal atau pihak lain untuk mendaftar. Kurangnya informasi ini turut menimbulkan asumsi-asumsi negatif dan rasa ketidakpuasan di tengah masyarakat,” tambahnya.
Adapun tahapan SPMB tahun ini mencakup berbagai jalur. Jalur Domisili, Afirmasi, Mutasi, dan Inklusi dibuka pada 2–5 Juni 2025, dengan pengumuman hasil pada 13 Juni 2025 dan daftar ulang pada 1 Juli 2025. Jalur Prestasi (Seni, Olahraga, Akademik, dan Non-Akademik) dibuka pada 19–27 Juni 2025, juga dengan daftar ulang pada 1 Juli 2025.
“Dengan jadwal tersebut, seharusnya seluruh proses SPMB selesai pada 1 Juli. Tapi nyatanya sampai hari ini, Jumat (11/7), masih ada ratusan kursi kosong di SMP Negeri. Artinya, panitia tingkat kota tidak menyiapkan skenario antisipatif untuk kondisi ini sejak awal,” ungkap Rasikin.
Kritik juga ditujukan terhadap keputusan Dinas Pendidikan Kota Depok yang kembali membuka pendaftaran untuk pengisian sisa kursi kosong melalui penerbitan Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok Nomor 420/9055/Kpts/Disdik/2025 tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Penetapan Pemenuhan Kekosongan Kursi Sistem Penerimaan Murid Baru. Keputusan tersebut baru diedarkan H-1 sebelum pelaksanaan pendaftaran, yang menurut Rasikin mencerminkan ketidaksiapan.
“Bayangkan, keputusan penting seperti ini baru disampaikan satu hari sebelum pelaksanaan. Bagaimana masyarakat mau bersiap jika panitianya saja tidak serius mengelola waktunya?” kata Rasikin.
Ia juga menyoroti bahwa panitia tidak memprioritaskan pendaftar jalur KETM (Keluarga Ekonomi Tidak Mampu) dalam pengisian kursi kosong. “Padahal kita tahu bahwa daya tarik utama SMP Negeri adalah karena biaya pendidikan yang murah bahkan gratis. Maka seharusnya masyarakat tidak mampu diberi prioritas dalam pemenuhan kursi,” tegasnya.
Rasikin mengusulkan agar dari awal panitia menetapkan bahwa bila ada kursi kosong, maka bisa langsung diisi dari jalur KETM berdasarkan pemeringkatan, tanpa harus membuka pendaftaran ulang.
“Tindakan membuka pendaftaran baru lagi hanya membuang waktu dan membuat proses semakin rumit. Seharusnya dari awal sudah disiapkan aturan otomatisasi pemenuhan kursi dari jalur prioritas,” katanya.
Selain itu, ia juga mengecam hilangnya akses publik terhadap data pendaftar di website SPMB. “Halaman data pendaftar kini disembunyikan, bahkan mungkin sudah dihapus. Ini jelas mencederai prinsip transparansi publik,” kata Rasikin.
Menurutnya, terdapat pula perbedaan data antara informasi di laman website dan angka-angka resmi dalam Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan.
“Ada ketidaksesuaian angka yang membingungkan. Ini membuat masyarakat tidak bisa mengakses data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan, baik secara moral maupun hukum. Seolah-olah panitia bisa semaunya memanipulasi angka,” tandasnya.
Rasikin menutup pernyataannya dengan seruan moral kepada pihak panitia dan Dinas Pendidikan Kota Depok.
“Pelayanan publik, apalagi menyangkut pendidikan yang merupakan kebutuhan dasar, harus dijalankan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab. Data yang disampaikan ke masyarakat harus valid dan siap diuji secara etis maupun hukum,” pungkasnya.
Gus JP