Swara Pendidikan (Jepara) – Di tengah derasnya arus digitalisasi, tantangan pendidikan semakin kompleks. Guru tak hanya dituntut menguasai materi, tetapi juga harus mampu beradaptasi dan memahami karakter siswa masa kini. Egga Septiani Wulandari, guru Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (Penjasorkes) di MAN 1 Jepara, menjadi contoh nyata guru yang berhasil menjawab tantangan tersebut.
Dengan pendekatan suportif dan fokus pada pengembangan karakter, sosok yang akrab disapa Bu Egga ini tidak hanya menjadi panutan, tetapi juga berhasil meraih berbagai penghargaan bergengsi. Ia menjadi Guru Terfavorit pilihan siswa selama tiga tahun berturut-turut, serta dua kali dinobatkan sebagai Guru Berprestasi.
Lulusan Terbaik yang Konsisten Mengabdi
Lahir di Jepara pada 18 September 1996, Bu Egga telah menunjukkan prestasi akademik sejak dini. Setelah menamatkan pendidikan di Jepara, ia melanjutkan studi di Universitas Tunas Pembangunan Surakarta dan lulus tahun 2017 dengan predikat cumlaude, bahkan menjadi lulusan termuda pada angkatannya.
Kariernya sebagai guru dimulai di SMK swasta Jepara pada 2017, kemudian berpindah ke SMP swasta pada 2019. Sejak Februari 2020, ia bergabung dengan MAN 1 Jepara dan terus mengabdi hingga kini.
Strategi Menghadapi Tantangan Generasi Z
Bu Egga menyadari bahwa mengajar Generasi Z memiliki tantangan tersendiri. “Karakteristik mereka sangat berbeda dari generasi sebelumnya—rentang perhatian lebih pendek, minat belajar cepat berubah, dan sangat dekat dengan teknologi,” jelasnya.
Menanggapi tantangan tersebut, ia menolak pendekatan mengajar yang otoriter. Baginya, guru masa kini harus mampu membangun kedekatan yang positif. “Saya harus menyesuaikan pendekatan belajar dengan kebutuhan masing-masing siswa. Mereka harus merasa aman dan percaya diri dalam proses belajar, terutama di mata pelajaran olahraga,” ujarnya.
Menjadi Teman dan Role Model
Tak hanya menjadi pengajar, Bu Egga juga dikenal sebagai pendengar yang baik bagi para siswanya. Ia menyediakan ruang aman bagi siswa untuk berbagi cerita, baik terkait pelajaran maupun kehidupan pribadi. “Mereka percaya saya bisa jadi teman bicara dan tempat curhat,” kenangnya.
Dalam proses belajar, ia mengajak siswa berdiskusi tanpa gawai, menggunakan bahasa yang santai dan diselingi humor agar suasana kelas lebih hidup. Ia juga konsisten menanamkan nilai-nilai karakter kepada para siswa. “Sekolah bukan hanya tempat menimba ilmu akademik, tetapi juga tempat belajar tentang kehidupan dan nilai-nilai moral,” tegasnya.
Salah satu pendekatan sederhana namun berdampak besar yang ia lakukan adalah menghafal nama setiap siswa. “Dengan mengingat nama mereka, siswa merasa diperhatikan dan dihargai,” tambahnya.
Harapan untuk Masa Depan Pendidikan
Bu Egga berharap para guru ke depan bisa menjadi role model yang mampu mendampingi siswa secara positif tanpa mengabaikan wibawa seorang pendidik. Ia juga menginginkan agar para siswa semakin memahami pentingnya adab, baik terhadap orang tua, guru, maupun orang lain di sekitarnya.
Dengan dedikasi, inovasi, dan pendekatan yang humanis, Egga Septiani Wulandari telah membuktikan bahwa seorang guru dapat menjadi motor perubahan yang mencetak generasi cerdas berkarakter.
Editor: Gus JP




