Swara Pendidikan (Jepara) – Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Jepara meminta pemerintah daerah untuk meninjau ulang rencana penerapan program lima hari sekolah di wilayah Jepara. Hal ini terungkap dalam audiensi PCNU dengan Ketua Komisi C DPRD Jepara, Nur Hidayat, didampingi Ahmad Solihin dan Lusiani Afrianti, Selasa (12/8/25) di Ruang Serbaguna DPRD Jepara.
Nur Hidayat menjelaskan, penolakan PCNU terhadap program tersebut bukan tanpa alasan. Salah satu pertimbangan utama adalah kekhawatiran akan terganggunya pembentukan karakter religius siswa. Saat ini, alokasi waktu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di tingkat SMP hanya sekitar 5% dalam kurikulum, yang dinilai sangat minim untuk menghasilkan alumni dengan religiusitas memadai.
“Peran madrasah diniyah sangat penting sebagai pelengkap pendidikan agama yang kurang dalam sekolah formal,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan risiko pemadatan jadwal belajar yang dapat menyebabkan stres dan kebosanan pada siswa, yang berpotensi menurunkan prestasi mereka. Hal ini dianggap bertentangan dengan kebijakan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah yang mendorong pembelajaran mendalam.
“Jika waktu istirahat tidak cukup, anak-anak akan stres dan bosan, yang akhirnya mempengaruhi prestasi mereka,” tambah Nur Hidayat.
Penolakan ini bukan yang pertama, sebelumnya sejumlah pihak juga mengungkapkan keberatan terhadap program lima hari sekolah. Komisi C DPRD Jepara bersama PCNU berharap pemerintah daerah mempertimbangkan untuk tetap menerapkan enam hari sekolah, yang dianggap lebih sesuai dengan kondisi dan budaya masyarakat Jepara.
Di sisi lain, Sucipto, Wakil Ketua PGRI Jepara, menyatakan dalam rapat koordinasi bersama Disdikpora dan unsur pendidikan pada Kamis (31/7/25) lalu, program lima hari sekolah akan lebih efisien dan sejalan dengan program nasional Makan Bergizi Gratis (MBG) yang berlangsung Senin hingga Jumat.
Menurut Sucipto, dengan lima hari sekolah, siswa dapat melanjutkan pembelajaran setelah makan siang tanpa harus membawa bekal pulang, sehingga meningkatkan efektivitas pembelajaran dan efisiensi operasional sekolah.
Ia menegaskan bahwa perubahan waktu belajar hanya menambah sekitar 35 menit per hari dan tidak mengganggu kegiatan keagamaan seperti madrasah diniyah (Madin) dan TPQ.
“Misalnya, siswa kelas 1 yang sebelumnya pulang pukul 10.45 WIB menjadi pukul 11.20 WIB, kelas 2 dari pukul 11.35 menjadi 12.05 WIB, dan kelas 3-6 dari pukul 12.10 menjadi 12.45 WIB. Tidak ada pengurangan jam pelajaran, hanya penyesuaian waktu pulang,” jelasnya.
Sucipto juga menambahkan, kurikulum baru yang diatur Permendikdasmen Nomor 13 Tahun 2025 dirancang agar fleksibel diterapkan dalam lima hari sekolah. Kelas 1 memiliki 32 Jam Pelajaran (JP) per minggu, kelas 2 sebanyak 34 JP, kelas 3-4 sebanyak 40 JP, dan kelas 5-6 sebanyak 42 JP.
“Dari polling yang kami lakukan ke para pendidik di Jepara, 94 persen menyatakan setuju dengan kebijakan lima hari sekolah,” kata Sucipto yang mewakili 8.000 anggota PGRI Jepara.
Ia juga menyampaikan bahwa libur hari Sabtu tidak berdampak negatif signifikan, mengingat banyak orangtua bekerja dan anak-anak sudah terbiasa dengan pola libur tersebut.
“Sebagai contoh, libur semester yang bisa mencapai 2-3 minggu selama ini tidak menimbulkan masalah. Jadi, yang terbaik adalah mencoba dulu program lima hari sekolah, jika tidak efektif bisa dievaluasi dan dihentikan,” pungkas Sucipto.**