Swara Pendidikan (Depok) —Peta pendidikan Kota Depok 2025 menunjukkan tren penurunan jumlah siswa di sekolah negeri yang beriringan dengan meningkatnya peran sekolah swasta sepanjang tahun 2025. Hal ini menandai perubahan struktural dalam sistem pendidikan Kota Depok. Pergeseran ini bukan sekadar fluktuasi statistik tahunan, melainkan refleksi dari kebijakan penerimaan peserta didik, pengaturan daya tampung, serta intervensi pemerintah daerah yang secara langsung memengaruhi distribusi siswa antar jenjang dan status sekolah.
Berdasarkan kajian Tim Litbang Swara Pendidikan, total jumlah siswa jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdas dan Dikmen) di Kota Depok Tahun Pelajaran 2025/2026 tercatat 376.054 siswa, naik tipis 0,007 persen dibandingkan 373.299 siswa pada TP 2024/2025.
Data tersebut dihimpun dari laman Kemendikdasmen dengan progres sinkronisasi lebih dari 96 persen, serta data pembanding dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Namun, di balik kenaikan agregat tersebut, terjadi pergeseran distribusi siswa yang signifikan antar jenjang pendidikan dan status sekolah negeri–swasta.
GB. 1 Jumlah siswa di Depok Sebelum SPMB 2025 dan sesudah SPMB 2025

SD dan SMP Negeri Turun, Swasta Melonjak
Pada jenjang pendidikan dasar, SD Negeri mengalami penurunan dari 103.939 siswa (TP 2024/2025) menjadi 103.245 siswa (TP 2025/2026), atau berkurang 694 siswa.
Sebaliknya, SD Swasta justru meningkat dari 55.478 menjadi 57.217 siswa, bertambah 1.739 siswa. Sementara itu, Madrasah Ibtidaiyah (MI) juga mencatat kenaikan dari 44.603 menjadi 44.908 siswa, bertambah 305 siswa.
Fenomena serupa juga terjadi di jenjang menengah pertama. SMP Negeri turun cukup tajam dari 38.372 siswa menjadi 37.071 siswa, berkurang 1.301 siswa. Adapun MTs (negeri dan swasta) mengalami penurunan dari 16.121 menjadi 15.767 siswa.
Menurunnya jumlah siswa di SD dan SMP Negeri di Depok tidak lepas dari kebijakan tegas Wali Kota dan Wakil Wali Kota Depok yang melarang praktik “siswa titipan” dalam pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB).
Konsekuensinya, daya tampung riil sekolah negeri menjadi lebih terbatas, sehingga sebagian calon peserta didik harus beralih ke sekolah swasta dan madrasah. Dampak kebijakan ini berimbas pada penurunan siswa SMP Negeri Depok yang mencapai lebih dari seribu siswa, sebagaimana yang dimuat di Swara Pendidikan pada 19 Desember 2025 berjudul “Dampak Larangan Titipan di SPMB 2025: Siswa SMP Negeri Depok Turun 1.174 Orang”
Kondisi tersebut semakin diperkuat dengan hadirnya program prioritas Pemerintah Kota Depok, Rintisan Sekolah Swasta Gratis (RSSG) di jenjang SMP, yang mendorong pergeseran pilihan masyarakat ke sekolah swasta yang memperoleh dukungan pembiayaan pemerintah daerah.
GB. 2 Jumlah Siswa Negeri & Swasta Jenjang Diknas-Dikmen

SMA dan SMK Negeri Naik, Dipicu Kepgub KDM
Berbeda dengan jenjang bawah, SMA dan SMK Negeri justru mengalami kenaikan jumlah siswa. SMA Negeri bertambah 643 siswa, dari 15.941 menjadi 16.584 siswa, sementara SMK Negeri naik 340 siswa, dari 4.898 menjadi 5.238 siswa. MA Swasta juga mencatat kenaikan dari 4.447 siswa menjadi 4.801 siswa, bertambah 354 siswa.
Namun kondisi berbanding terbalik terjadi pada SMK Swasta yang justru kehilangan 1.022 siswa, dari 34.568 siswa menjadi 33.546 siswa.
Kondisi ini memunculkan kekhawatiran terhadap keberlanjutan SMK Swasta sebagai tulang punggung pendidikan vokasi.
Litbang Swara Pendidikan mencatat, kenaikan ini erat kaitannya dengan Keputusan Gubernur Jawa Barat, KDM yang memberikan pelonggaran. daya tampung. Melalui kebijakan tersebut, SMA dan SMK Negeri diperbolehkan membuka hingga 12 rombongan belajar (rombel), serta menerima hingga 50 siswa per kelas pada Tahun Ajaran 2025/2026.
GB. 3 Satuan Pendidikan di Depok

Sekolah Negeri “Gemuk”, Ketimpangan Kian Nyata
Temuan paling krusial dari kajian ini terletak pada ketimpangan antara jumlah sekolah dan daya tampung siswa. Pada TP 2024/2025, sekitar 44 persen siswa Dikdas dan Dikmen bersekolah di satuan pendidikan negeri. Angka ini turun menjadi 43 persen pada TP 2025/2026.
Ironisnya, jumlah sekolah negeri di Kota Depok hanya 22 persen, yakni 260 satuan pendidikan negeri dari total 1.167 sekolah Dikdas dan Dikmen. Artinya, kurang dari seperempat sekolah menampung hampir setengah jumlah siswa.
“Data ini secara terang menunjukkan bahwa sekolah-sekolah negeri di Kota Depok adalah sekolah-sekolah gemuk,” demikian catatan Tim Litbang Swara Pendidikan. Beban siswa yang jauh melampaui proporsi jumlah sekolah berpotensi menimbulkan persoalan serius, mulai dari kepadatan rombongan belajar, keterbatasan sarana prasarana, hingga menurunnya kualitas layanan pembelajaran.
RSSG dan Arah Baru Kebijakan Pendidikan
Tim Litbang Swara Pendidikan menilai, RSSG bukan sekadar program bantuan, melainkan sinyal perubahan arah kebijakan: dari ketergantungan berlebih pada sekolah negeri menuju model kolaboratif dengan sekolah swasta.
Jika dikelola secara konsisten, transparan, dan berkeadilan, RSSG berpotensi menjadi solusi struktural untuk mengurai kepadatan sekolah negeri, khususnya di jenjang SMP.
Namun demikian, tanpa regulasi yang jelas dan skema pendanaan berkelanjutan, program ini berisiko hanya menjadi solusi jangka pendek di tengah persoalan ketimpangan distribusi dan mutu pendidikan.
Dinamika negeri–swasta yang menguat sepanjang 2025 menjadi alarm kebijakan pendidikan Kota Depok. Pemerintah daerah dituntut tidak hanya menjaga akses, tetapi juga memastikan pemerataan, kualitas layanan, dan keberlanjutan ekosistem pendidikan lintas jenjang.
Sebab pendidikan bukan sekadar urusan statistik tahunan, melainkan investasi jangka panjang dalam membangun generasi Depok yang cerdas, adaptif, dan siap menghadapi tantangan global.
Tim Litbang Swara Pendidikan




