
Swara Pendidikan.co.id (Jakarta) – Anggota Komisi IV DPR RI, Muslim meminta pemerintah untuk mempertimbangkan ulang rencana menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN).
Menurutnya, meski kebijakan ini masih dalam proses pembahasan, namun sentimen negatif di capital market sudah terlihat.
“Kenaikan PPN akan memperlemah daya beli masyarakat. Melemahnya daya beli tentunya akan berimbas pada konsumsi rumah tangga yang menjadi sektor utama pendorong perekonomian dalam negeri,” tandas anggota DPR RI dari Fraksi Demokrat. Jumat (21/5/2021).
Wacana kenaikan PPN ini mencuat ketika pemerintah berencana mengajukan revisi aturan kenaikan kepada DPR di dalam Rapat yang mengagendakan penyampaian pemerintah terkait kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal (KEM dan PPKF) RAPBN TA 2022.
Dengan rencana ini, maka tarif PPN yang dibebankan ke konsumen dapat lebih tinggi dari tarif biasanya yakni 10%. Artinya, hal ini akan menambah beban masyarakat. Padahal menurut Muslim, seharusnya PPN dijadikan instrumen untuk mendorong konsumsi.
“Ketika dijadikan instrumen mendorong konsumsi, logikanya PPN justru harusnya turun, bukan dinaikkan,” katanya.
Dia meminta agar pemerintah mempertimbangkan kembali ajuan kebijakan kenaikan PPN. Sebab dikatakan Muslim, saat ini pemulihan ekonomi sedang menemukan momentumnya. Jangan sampai kenaikan PPN justru menjadi hambatan.
“Sederhana saja logikanya, kenaikan PPN akan akan berimbas kepada naiknya harga barang dan jasa. Risiko menurunnya daya beli juga tentu akan meningkat. Dan ini berpotensi membuat perekonomian tidak stabil,” tuturnya.
Dia menambahkan, rencana kenaikan PPN tidak mencerminkan pemihakan terhadap situasi masyarakat. Karena saat ini beban hidup masyarakat bawah pada umumnya sudah berat akibat dampak pandemi Covid-19.
“Banyak PHK, usaha gulung tikar, roda ekonomi lesu. Kalau masyarakat diberi tambahan PPN naik, dampaknya akan terasa langsung,” tegasnya.
“Opsi untuk peningkatan ekonomi yang bisa ditempuh dalam konteks ini adalah ekstensifikasi pajak dengan memperluas basis dan subjek serta objek pajak atau naikan cukai rokok, alkohol atau environmental taxes,” pungkas pria asal Aceh itu. (Taufik Hidayat)