ADVERTISEMENT
  • BERITA UTAMA
    • NASIONAL
    • Klik Pendidikan
    • Info Guru
  • PUBLIKASI SEKOLAH
    • SMA
    • SMK
    • MA
    • SMP
    • MTS
    • SD
    • MI/DINIYAH
    • PAUD/TK
  • PROFIL SEKOLAH
    • SMK
    • SMA
    • MA
    • SMP
    • MTS
    • SD
    • TK/PAUD
    • MI/DINIYAH
  • GURU MENULIS
    • Artikel
  • TIPS N TRIK
  • RUANG SASTRA
    • Cerpen
    • Puisi
  • ULASAN BUKU
    • BAHAN AJAR
    • BUKU UMUM
  • KISAH / CERITA INSPIRATIF
  • PRESTASI SISWA/SEKOLAH
Swara Pendidikan
  • Login
Friday, October 3, 2025
No Result
View All Result
No Result
View All Result
Swara Pendidikan
No Result
View All Result
ADVERTISEMENT

“Jangan Pernah Berbohong dan Menjadi Pembohong”

by SWARA PENDIDIKAN
18 June 2022
in Artikel, GURU MENULIS
0
“Jangan Pernah Berbohong dan Menjadi Pembohong”
          

Oleh : Titin Supriatin, M.Pd

 

 

BACA JUGA

Dengan Literasi, Aku Ingin Lebih Dekat dengan Si Buah Hati

SEKOLAH SWASTA GRATIS atau BERBAYAR: “Masyarakat Tinggal Memilih, Semua untuk Generasi Unggul”

Guru, Nasibmu Kini

Menyulam Mimpi, Menyemai Harapan: Catatan Perjalanan Mengikuti Lomba Guru Inspiratif

 

 

Lirik:

Oh kenapa engkau terus berbohong

Dan kenapa engkau terus mengelak

Ya kenapa kau tak jujur padaku

Aku tahu kamu lagi berbohong

Penggalan lirik lagu dengan judul “Lagi Bohong” yang dinyanyikan oleh grup musik Marvells, mengajarkan kita bagaimana rasa hati ketika dibohongi.

Ada yang pernah bilang, sakit karena jatuh dari tangga masih lebih baik dari pada sakit karena dibohongi. Mungkin pernyataan ini belum tentu benar, tapi bagaimana pun, tidak ada orang yang mau dibohongi. Anda sendiri misalnya, bagaimana perasaan kita ketika harga makanan yang telah kita makan di sebuah warung yang diperkirakan harga rata-rata di setiap warung adalah Rp. 10.000,-, ternyata pada siang hari yang terik itu “ditembak” agar membayar Rp. 50.000,-, hanya karena kita dianggap orang yang baru pertama kali makan di warung tersebut? Demikian pula bagaimana perasaannya  ketika orang yang sebelumnya dipercaya dan layak diandalkan dalam menyimpan rahasia-rahasia, terbukti membeberkannya kepada orang lain? Atau mungkin kita sendiri juga suka berbohong? Terpaksa atau untuk kebaikan tak apalah, mungkin itu alasan kita.

Cerita tentang kebohongan tak terelakkan lagi begitu banyak macamnya. Untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan, seseorang bisa melakukan kebohongan, baik dengan melancarkan ungkapan kata-kata manis, cerita-cerita yang menarik, teori-teori yang popular, maupun dengan ekspresi yang memelas. Segala trik dilakukan untuk memperdayakan korban. Sebenarnya ada cara lain untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan selain dengan kebohongan, yaitu pemaksaan, disamping ada kejujuran. Namun kejujuran sudah bukan cara yang popular lagi.

Bagi orang yang sudah biasa berbohong, kebohongan bukan lagi sesuatu yang sulit dan spontanitas belaka. Ia merupakan sesuatu yang direncanakan. Pembohong seperti ini biasanya mempersiapkan lebih dulu taktik yang akan dilancarkannya. Tak masalah baginya menghabiskan waktu untuk merancang trik-trik, mengaitkan, menganalisis, dan mengevaluasi rencana-rencana bohongnya menjadi suatu strategi kebohongan yang sistematik. Pembohong kelas professional ini tidak akan berbohong kalau hasil kebohongannya hanya bernilai picisan.

Ada juga pembohong berbakat. Bagi kelas ini, berbohong merupakan sesuatu yang bersifat spontan. Tidak ada waktu khusus baginya untuk merancang konsep kebohongan. Ia berbohong hanya pada saat-saat tertentu saja. Dan biasanya hasil dari kebohongannya juga tak seberapa. Tidak seperti pembohong professional.

Kelas terakhir dari kalangan pembohong adalah pembohong pemula. Pembohong dalam kategori kelas ketiga ini lebih mudah dicurigai. Biasanya kebohongan yang dilakukan selalu gagal, karena mudah dibaca terlebih dahulu gelagatnya oleh calon korbannya, apalagi kalau calon korbannya sangat mengerti bahasa tubuh. Bagi pembohong kelas ketiga ini, saya menyarankan agar lebih giat berlatih untuk meningkatkan kualitas kebohongannya atau meninggalkan kebohongan sama sekali.

Setiap pembohong menyadari akibat yang terjadi dari kebohongannya dan penderitaan korban-korbannya. Ia sadar bahwa yang dilakukan itu tidak baik, tapi “dorongan” dari dalam dirinya untuk mengejar mimpi-mimpinya lebih menguasainya. Jika seseorang telah mulai berbohong, selanjutnya ia akan menciptakan kebohongan-kebohongan baru untuk menutupi kebohongan-kebohongan sebelumnya dan agar dirinya tetap disukai, dipercaya, dan dihormati orang-orang di sekitarnya.

Ada saatnya ia tak kuasa lagi berbohong, lalu ia berusaha berkata jujur. Hal ini dilakukan karena sudah tidak ada cara lain lagi untuk menutupi kebohongan-kebohongannya. “Kejujuran” terpaksa dilakukan untuk mempertahankan citra baiknya terhadap orang-orang di sekitarnya.

Kalau kita belajar dari fenomena kehidupan masyarakat, kebohongan sebenarnya tidak ada yang abadi. Ada saat di mana sebuah kebohongan akan tersingkap. Sebuah peribahasa yang cukup popular, “sedalam-dalamnya engkau mengubur bangkai, kelak akan tercium juga” mengisyaratkan hal itu. Pada saat pembohong dihadapkan pada kenyataan seperti itu, biasanya ia memilih beberapa alternative, pertama, memperlihatkan rasa penyesalan atau “kejujuran” yang lahir dari ruh kebohongan. Sebuah kejujuran dengan harapan untuk tetap dapat diterima dan dipercaya oleh orang-orang di sekitarnya. Kedua, menghilang dari tempat di mana ia sudah tak bisa lagi berbohong, dan mencari tempat baru untuk menciptakan “nada-nada kosong” baru. Alternative terakhir adalah, mengakui dengan sungguh-sungguh semua kebohongan yang telah dilakukan selama hidupnya. Kejujuran ini diungkapkan dengan sepenuh hati dan dengan penuh penyesalan. Pilihan terakhir ini biasanya dilakukan beberapa saat menjelang ajal dan diungkapkan untuk dirinya sendiri, dan (mungkin) TUHAN. **


Tentang penulis :  Titin Supriatin,M.Pd. Kepala Sekolah SDN Ratujaya 1. Menyukai dunia literasi, karena dengan berliterasi dapat berbagi informasi dalam pengetahuan yang luas dan tanpa batas.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.
Jumlah Pembaca: 362
Tags: #Titin Supriatin

BeritaTerkait

Dengan Literasi, Aku Ingin Lebih Dekat dengan Si Buah Hati
Artikel

Dengan Literasi, Aku Ingin Lebih Dekat dengan Si Buah Hati

by SWARA PENDIDIKAN
6 September 2025
0
0

Di era digital yang serba cepat ini, kita sebagai orang...

Read more
SEKOLAH SWASTA GRATIS atau BERBAYAR: “Masyarakat Tinggal Memilih, Semua untuk Generasi Unggul”

SEKOLAH SWASTA GRATIS atau BERBAYAR: “Masyarakat Tinggal Memilih, Semua untuk Generasi Unggul”

25 August 2025
0
Guru, Nasibmu Kini

Guru, Nasibmu Kini

20 August 2025
0

Menyulam Mimpi, Menyemai Harapan: Catatan Perjalanan Mengikuti Lomba Guru Inspiratif

13 August 2025
0

PUSPA QUICK DRAW: Metode Baru Mengenal Seni Rupa untuk Murid SD

5 August 2025
0

Membangun SDM Unggul dengan Growth Mindset, Future Mindset, dan Innovation Mindset

29 July 2025
0
Next Post
Heti Sonjaya, Anak Penjual Makanan keliling Wakili Jabar di Final LKSN SMK Tingkat Nasional 2021

Heti Sonjaya, Anak Penjual Makanan keliling Wakili Jabar di Final LKSN SMK Tingkat Nasional 2021

ADVERTISEMENT
Swara Pendidikan

2025 © swarapendidikan.co.id

TENTANG KAMI

  • Disclaimer
  • KODE ETIK JURNALIS SWARA PENDIDIKAN
  • KODE ETIK JURNALISTIK
  • KONTAK IKLAN
  • LOKER
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
  • SOP Perlindungan Wartawan
  • Swara Pembaca
  • swarapendidikan.co.id
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • Disclaimer
  • KODE ETIK JURNALIS SWARA PENDIDIKAN
  • KODE ETIK JURNALISTIK
    • KODE ETIK JURNALISTIK
  • KONTAK IKLAN
  • LOKER
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
  • SOP Perlindungan Wartawan
  • Swara Pembaca
  • swarapendidikan.co.id
  • Tentang Kami

2025 © swarapendidikan.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In