ADVERTISEMENT
  • BERITA UTAMA
    • NASIONAL
    • Klik Pendidikan
    • Info Guru
  • PUBLIKASI SEKOLAH
    • SMA
    • SMK
    • MA
    • SMP
    • MTS
    • SD
    • MI/DINIYAH
    • PAUD/TK
  • PROFIL SEKOLAH
    • SMK
    • SMA
    • MA
    • SMP
    • MTS
    • SD
    • TK/PAUD
    • MI/DINIYAH
  • GURU MENULIS
    • Artikel
  • TIPS N TRIK
  • RUANG SASTRA
    • Cerpen
    • Puisi
  • ULASAN BUKU
    • BAHAN AJAR
    • BUKU UMUM
  • KISAH / CERITA INSPIRATIF
  • PRESTASI SISWA/SEKOLAH
Swara Pendidikan
  • Login
Wednesday, August 20, 2025
No Result
View All Result
No Result
View All Result
Swara Pendidikan
No Result
View All Result
ADVERTISEMENT

Guru, Nasibmu Kini

Penulis : Muhammad Fajri (guru, penulis, peneliti)

by SWARA PENDIDIKAN
20 August 2025
in Artikel, GURU MENULIS
0
Guru, Nasibmu Kini

Muhammad Fajri

          

Mengajar seharusnya menjadi profesi yang menjanjikan kebanggaan dan stabilitas kehidupan. Tetapi kenyataan di lapangan sering kali bercerita sebaliknya. Tidak sedikit guru yang harus hidup dengan penghasilan yang jauh dari kata berkecukupan sekadar untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Seorang guru sekolah dasar di kota besar, misalnya, harus mengatur gajinya yang hanya sedikit lebih tinggi dari upah buruh harian. Setiap bulan ia harus menghitung dengan cermat pendapatan dan pengeluaran untuk uang belanja agar cukup untuk makan, listrik, ongkos transportasi, dan biaya komunikasi. Untuk membeli buku atau mengikuti pelatihan peningkatan kompetensi, ia sering kali harus menunda karena biaya yang tidak terjangkau. Padahal, di kelas, ia selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk anak didiknya, mengorbankan waktu dan tenaga agar pembelajaran tetap berjalan menyenangkan dan optimal.

Situasi yang tidak jauh berbeda dialami guru di daerah yang jauh dari ibukota. Jarak sekolah yang jauh dari pemukiman membuat mereka harus berangkat subuh dan menempuh perjalanan melewati jalan berlumpur atau bahkan sungai kecil. Perjuangan ini bukan hanya soal fisik, tetapi juga finansial. Biaya transportasi yang tidak sedikit sering kali menggerus sebagian besar penghasilan mereka. Ada guru yang harus menyisihkan uang makan agar bisa mencetak lembar kerja untuk murid karena fasilitas sekolah terbatas. Keadaan ini menciptakan beban ganda: tanggung jawab moral untuk mendidik generasi bangsa dan kesulitan ekonomi yang terus menghantui.

Di sini, guru selalu dituntut kreatif di tengah keterbatasan dan tantangan tetapi hidup mereka seakan menjadi kamuflase politik dengan kesejahteraan yang tak kunjung sejahtera. Alih-alih berlindung dengan jargon pahlawan tanpa tanda jasa.Tantangan finansial yang dihadapi para pendidik bukan sekadar angka dalam laporan keuangan, tetapi menyentuh kehidupan personal mereka. Seorang guru di sekolah menengah pernah bercerita bahwa ia harus mencari pekerjaan tambahan sebagai penjahit sepulang mengajar agar anaknya tetap bisa melanjutkan pendidikan.

BACA JUGA

Menyulam Mimpi, Menyemai Harapan: Catatan Perjalanan Mengikuti Lomba Guru Inspiratif

PUSPA QUICK DRAW: Metode Baru Mengenal Seni Rupa untuk Murid SD

Membangun SDM Unggul dengan Growth Mindset, Future Mindset, dan Innovation Mindset

Kebijakan Sekolah Rakyat: Wujud Negara Kesejahteraan dalam Arus Transformasi Sosial ala Prabowo

Ada pula guru yang memilih beternak ayam di halaman rumah demi menambah pemasukan. Mereka melakukannya bukan karena kurang mencintai profesi mengajar, melainkan karena tuntutan hidup yang semakin berat. Realitas ini mencerminkan bahwa menjadi guru tidak selalu berarti hidup berkecukupan, bahkan sering kali berada di tepi keterbatasan.Kondisi ini berimbas pada kualitas pengajaran yang mereka berikan.

Dengan tekanan ekonomi yang begitu besar, banyak guru kehilangan kesempatan untuk mengembangkan kompetensinya. Pelatihan dan sertifikasi kompetensi sering kali memerlukan biaya tambahan, sementara penghasilan yang mereka miliki sudah habis untuk kebutuhan pokok. Akibatnya, mereka hanya mengandalkan pengetahuan lama yang tidak selalu sesuai dengan tuntutan kurikulum terbaru.

Ketika dunia pendidikan menuntut inovasi dan kreativitas, guru justru harus berjuang agar dapur tetap ngebul. Kontradiksi ini menjadi satu hambatan besar dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.Dampak sosial pun tak bisa diabaikan. Guru yang hidup dalam tekanan finansial kerap mengalami stres berkepanjangan. Tekanan ini perlahan menggerus semangat dan motivasi kerja. Di ruang kelas, mereka mungkin tetap tersenyum, tetapi di balik senyum itu ada rasa khawatir tentang tagihan listrik yang belum terbayar, token listrik yang sudah teriak, maupun biaya sekolah anak yang semakin mendekat.

Di beberapa kasus, guru terpaksa berutang kepada koperasi sekolah atau rentenir untuk menutup kebutuhan sehari-hari. Beban psikologis ini bukan hanya merugikan guru, tetapi juga memengaruhi iklim belajar yang seharusnya kondusif.Meski begitu, ada sisi lain yang menakjubkan dari cerita para pendidik ini. Di tengah segala keterbatasan, mereka tetap menunjukkan dedikasi yang luar biasa. Mereka hadir setiap hari, mengajar dengan sepenuh hati, dan sering kali mengorbankan kenyamanan pribadi demi masa depan para muridnya.

Ada guru yang membawa bekal nasi dengan lauk sederhana, tetapi masih sempat membelikan permen untuk menyemangati muridnya yang sedih. Ada pula yang mengajak muridnya belajar di teras rumah karena ruang kelas rusak diterpa hujan, tanpa sedikit pun mengeluh. Kisah-kisah ini menggambarkan bahwa di balik segala kekurangan materi, tersimpan keteguhan hati yang sulit diukur dengan angka.Tindakan nyata yang dapat dilakukan seperti ketika musim liburan dan orang rumah menuntut berlibur, maka ada skema yang dibiayai agar guru dapat mengajar keluarganya staycation di tempat yang nyaman dan tidak perlu mahal.

Ketika guru membutuhkan buku untuk dirinya belajar dan menambah referensi pembelajaran, maka guru tidak harus mengeluarkan uang banyak dengan subsidi atau program potongan harga yang signifikan dengan harga umum. Ketika guru tertarik dan berminat untuk mengembangkan kemampuan professional dan pedagogik melalui pelatihan, fasilitas pembiayaanpun sudah disiapkan dan guru fokus menyelesaikan pelatihan dengan penuh tanggung jawab.

Hal semacam ini tidak semata-mata dibebankan pada pemerintah tetapi dengan kesadaran nyata dan kontinuitas dengan pihak swasta melalui program-program corporate social responsibility-nya harus memperhatikan nasib guru juga.Fenomena ini menegaskan perlunya perhatian serius terhadap kondisi ekonomi guru. Bukan sekadar soal menaikkan gaji, tetapi menciptakan sistem yang memberi mereka ruang untuk berkembang tanpa harus memikirkan kebutuhan dasar setiap hari.

Guru seharusnya memiliki akses pada pelatihan gratis atau yang disubsidi, fasilitas teknologi, dan lingkungan kerja yang mendukung, sehingga mereka dapat fokus pada tugas utamanya: mendidik. Mengabaikan hal ini berarti membiarkan masalah pendidikan terus berputar dalam lingkaran yang sama—guru terbebani, kualitas pengajaran menurun, dan generasi mendatang kehilangan kesempatan belajar yang bermutu. Perubahan nyata hanya akan terjadi ketika kesejahteraan guru tidak lagi menjadi mimpi, tetapi kenyataan yang dirasakan tiap pendidik di negeri ini. (***)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.
Jumlah Pembaca: 21

BeritaTerkait

Menyulam Mimpi, Menyemai Harapan: Catatan Perjalanan Mengikuti Lomba Guru Inspiratif
GURU MENULIS

Menyulam Mimpi, Menyemai Harapan: Catatan Perjalanan Mengikuti Lomba Guru Inspiratif

by SWARA PENDIDIKAN
13 August 2025
0
0

Oleh : Ridha Amanatu Nisa - Guru SDN Cipayung 2...

Read more
Pengenalan Unsur Seni Rupa Melalui Media Quick Draw  (Puspa Quick Draw)

PUSPA QUICK DRAW: Metode Baru Mengenal Seni Rupa untuk Murid SD

5 August 2025
0
Membangun SDM Unggul dengan Growth Mindset, Future Mindset, dan Innovation Mindset

Membangun SDM Unggul dengan Growth Mindset, Future Mindset, dan Innovation Mindset

29 July 2025
0

Kebijakan Sekolah Rakyat: Wujud Negara Kesejahteraan dalam Arus Transformasi Sosial ala Prabowo

23 June 2025
0

Efektivitas Parenting dalam Mendorong Penerapan Norma di Lingkungan Sekolah

30 May 2025
0

Madrasah Cerdas Era Digital Dari Birokrasi ke Algoritma: Lompatan Cerdas Menuju Madrasah Masa Depan

27 May 2025
0
Next Post
SMK FORNUS Depok Jadi Rujukan Pembelajaran Siswa SMK dari NTT

SMK FORNUS Depok Jadi Rujukan Pembelajaran Siswa SMK dari NTT

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

ADVERTISEMENT
Swara Pendidikan

2025 © swarapendidikan.co.id

TENTANG KAMI

  • Disclaimer
  • KODE ETIK JURNALIS SWARA PENDIDIKAN
  • KODE ETIK JURNALISTIK
  • KONTAK IKLAN
  • LOKER
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
  • SOP Perlindungan Wartawan
  • Swara Pembaca
  • swarapendidikan.co.id
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • Disclaimer
  • KODE ETIK JURNALIS SWARA PENDIDIKAN
  • KODE ETIK JURNALISTIK
    • KODE ETIK JURNALISTIK
  • KONTAK IKLAN
  • LOKER
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
  • SOP Perlindungan Wartawan
  • Swara Pembaca
  • swarapendidikan.co.id
  • Tentang Kami

2025 © swarapendidikan.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In