Swara Pendidikan (Jakarta) – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, menyampaikan pesan penting kepada seluruh guru di Indonesia terkait tantangan dunia pendidikan yang semakin kompleks di era digital.
Dalam sambutannya pada Wabinar Pelaksanaan PPG bagi Guru Tertentu Tahun 2025 yang ditayangkan di kanal YouTube Ditjen GTK pada 8 Mei 2025, Abdul Mu’ti mengumumkan kebijakan baru yang memperbolehkan guru tidak mengajar selama satu hari dalam seminggu. Namun, hari tersebut bukan untuk bersantai, melainkan difokuskan sebagai “hari belajar guru”.
“Kami baru saja menerbitkan kebijakan-kebijakan yang memberikan ruang kepada para guru untuk dapat bekerja dengan sebaik-baiknya,” ujar Abdul Mu’ti.
Meski tak mengajar di kelas pada hari itu, para guru tetap diwajibkan memenuhi kewajiban administratif sesuai status mereka sebagai ASN atau tenaga pendidik profesional.
Jawaban atas Tantangan Era Eksponensial
Menurut Mu’ti, dunia saat ini berada dalam era eksponensial, yakni masa di mana perkembangan teknologi sangat cepat dan masif. Hal ini memengaruhi cara manusia bekerja, belajar, hingga berinteraksi, termasuk bagaimana siswa berpikir dan merespons otoritas seperti guru dan orang tua.
“Teknologi tidak hanya memengaruhi kehidupan sehari-hari, tetapi juga membentuk kembali orientasi dan pandangan hidup anak-anak kita,” tambahnya.
Dalam konteks ini, guru tidak cukup hanya menjadi pengajar materi. Mereka harus menjadi fasilitator, mentor, bahkan mitra belajar bagi siswa dalam menghadapi kompleksitas dunia masa kini.
Menyiapkan Generasi Emas 2045
Mu’ti menekankan bahwa guru berperan penting dalam mewujudkan Generasi Emas 2045—generasi yang diharapkan mampu menjadikan Indonesia sebagai negara maju berdaya saing tinggi saat menyambut satu abad kemerdekaannya.
Kebijakan hari belajar guru ini diharapkan menjadi ruang reflektif dan inovatif bagi para pendidik untuk memperbarui kompetensi pedagogis, keterampilan digital, hingga pemahaman sosial global.
“Pendidikan bukan sekadar proses pengalihan pengetahuan, tetapi juga pembentukan manusia seutuhnya, termasuk karakter, etika penggunaan teknologi, dan kemampuan berpikir kritis serta kolaboratif,” tegas Mu’ti.
Kebijakan ini menegaskan komitmen pemerintah untuk menjadikan guru sebagai pusat transformasi pendidikan nasional. Dengan guru yang terus belajar dan berkembang, sistem pendidikan Indonesia diyakini akan lebih adaptif, kuat, dan siap menghadapi tantangan zaman.**