Swara Pendidikan (Depok) – Permasalahan serius kembali mencuat dalam pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) Tahun Pelajaran 2025/2026 di Kota Depok. Terbatasnya daya tampung sekolah negeri menyebabkan ribuan siswa terancam putus sekolah.
Menurut Eman Sutriadi, Pembina Masyarakat Pemerhati dan Peduli Pendidikan Indonesia sekaligus Ketua Gerakan Depok Bersatu (GEDOR) menilai, tingginya animo masyarakat untuk menyekolahkan anak ke SMP negeri menunjukkan tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap pelayanan pendidikan sekolah negeri di Depok.
“Dari 34 SMP Negeri yang ada di Depok, kuota yang tersedia hanya 10.396 kursi. Padahal, jumlah pendaftar mencapai 13.408 murid. Artinya, ada sekira 3.012 siswa yang tidak diterima,” ujar Eman dalam pernyataannya kepada Swara Pendidikan.
Yang lebih memprihatinkan, lanjut Eman, sekira 30% dari siswa yang tidak diterima tersebut berpotensi mengalami putus sekolah.
“Mereka tidak sanggup membayar biaya sekolah swasta. Padahal pendidikan dasar seharusnya menjadi tanggung jawab negara, sesuai amanat Pasal 31 UUD 1945 dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional,” tambahnya.
Eman Sutriadi menilai perlu adanya langkah strategis dari Pemerintah Kota Depok untuk mengatasi potensi meningkatnya angka putus sekolah. Ia mendorong Pemkot agar segera melakukan optimalisasi sistem pendidikan.
“Pemerintah bisa meningkatkan kuota penerimaan di sekolah negeri atau memberikan subsidi biaya pendidikan bagi siswa yang harus masuk sekolah swasta. Hal ini penting agar tidak ada anak usia sekolah yang tercecer dari sistem pendidikan,” tegas Eman.
Lebih jauh, Eman mengingatkan bahwa akses pendidikan yang merata adalah indikator utama dari keadilan sosial.
“Sudah saatnya Pemkot Depok mengambil langkah nyata dan berpihak pada kepentingan masyarakat luas, khususnya anak-anak yang menjadi generasi penerus bangsa,” tandasnya.
Dengan langkah cepat dan solusi konkret, Pemerintah Kota Depok diharapkan mampu menjamin hak setiap anak untuk memperoleh pendidikan dasar yang layak, tanpa terkendala ekonomi maupun kebijakan sistem penerimaan yang belum memadai.
Ini bukan sekadar inisiatif administratif, melainkan gerakan sosial. Data siswa yang rawan putus sekolah harus dipetakan secara cermat, lalu ditindaklanjuti dengan pendekatan yang manusiawi, kolaboratif, dan solutif.
Mari kita jadikan pendidikan sebagai gerakan bersama. Kita pastikan setiap anak Indonesia— khususnya di kota Depok bisa terus belajar, tumbuh, dan bermimpi.
“Karena satu anak yang terselamatkan dari putus sekolah, adalah satu masa depan yang tetap menyala”.**
Gus JP