Swara Pendidikan.co.id (JAKARTA) – Keberhasilan belajar peserta didik tidak hanya didukung oleh sarana dan prasarana. Tetapi juga didukung adanya kerjasama antara pendidik dan peserta didik. Salah satunya melalui kontrak belajar. Demikian dikatakan Eman Sutriadi Pembina MP3I usai memberi pembekalan peserta MPLM (Masa Pengenalan Lingkungan Madrasah) di MAN 11 Jakarta Selatan. Kemarin.
Menurut Eman yang juga Ketua Komite di Madrasah Aliyah Negeri 11 Jakarta Selatan. Adanya kontrak belajar di kelas, akan menegaskan batasan antara hak dan kewajiban peserta didik. Selain itu peserta didik dan tenaga pendidik akan terlatih untuk berhati-hati sebelum melakukan sebuah tindakan.
“Seandainya semua aturan sekolah berasal dari kesepakatan tenaga pendidik dan peserta didik mungkin saja akan ada cerita yang berbeda,” katanya.
Pembina Masyarakat Pemerhati Peduli pendidikan Indonesia yang juga Ketua Komite Madrasah Aliyah Negeri 11 itu menilai, terkadang peraturan sekolah yang dibuat secara sepihak menciptakan pemberontakan kecil pada diri peserta didik. Itu sebabnya kontrak belajar harus di dasari kesepakatan bersama Antara pendidik dan peserta didik.
Lebih lanjut, Eman menjelaskan. Pesan mengenai ekstensi pendidikan yang siap bahkan untuk jangkauan masa depan sudah dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara (1889-1959) (terlahir: Raden mas Soewardi Soerjaningrat, red), hampir seabad yang lalu.
“Bahwa pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk menjadi merdeka dan independen secara fisik, mental dan spiritual. Pendidikan hendaknya tidak hanya mengembangkan aspek intelektual sebab akan memisahkan dari orang kebanyakan. Pendidikan hendaknya memperkaya setiap individu tetapi perbedaan antara masing-masing pribadi harus tetap dipertimbangkan. Pendidikan hendaknya memperkuat rasa percaya diri, mengembangkan harga diri,” paparnya.
Lanjutnya, peserta didik yang dihasilkan adalah peserta didik yang berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota masyarakat yang berguna, dan bertanggungjawab atas kebahagiaan dirinya dan kesejahteraan orang lain. Dengan kata lain, manusia merdeka adalah seseorang yang mampu berkembang secara utuh dan selaras dari segala aspek kemanusiaannya dan yang mampu menghargai dan menghormati kemanusiaan setiap orang.
Dikatakan Eman, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional juga sudah merumuskan fungsi pendidikan yang tujuannya untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Menjadikan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggungjawab, sebagaimana termaktub dalam UU Sisdiknas, pasal 3. Paparnya.
“Dengan demikian, pendidikan pada dasarnya merupakan sarana proses humanisasi, proses pemberdayaan, dan sosialisasi, dalam kerangka proses pembangunan manusia yang inovatif, berdaya kritik, berpengetahuan, berkepribadian, dan taat azas. Sementara dalam konteks globalisasi, pendidikan harus mampu mempertahankan budaya dan jati diri bangsa di tengah gencarnya gempuran beragam budaya dan peradaban bangsa lain. Sebagai sebuah negara yang kaya akan suku budaya yang beraneka ragam (heterogen), Indonesia harus mampu menjadi bangsa yang mandiri dalam arti sanggup memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat sesuai dengan harapan, cita-cita, dan impiannya,” tutup Eman Sutriadi. (gus)