Derasnya arus informasi dan perubahan sosial saat ini menjadi tantangan besar bagi orang tua dan dunia pendidikan. Rumah yang diharapkan sebagai tempat pendidikan pertama dan utama dalam penanaman nilai-nilai, kini mulai kewalahan dilakukan oleh orang tua di tengah kesibukan dan pergeseran pola nilai serta norma pada generasi saat ini. Sekolah sebagai institusi pendidikan formal tidak hanya bertugas mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter dan kepribadian siswa. Ini adalah tugas bersama dalam mengantarkan masa depan anak-anak sejak masa sekarang.
Peran orang tua dalam mendidik anak tidak hanya berhenti di rumah, tetapi memiliki pengaruh besar terhadap perilaku anak di lingkungan sekolah, termasuk dalam hal kepatuhan terhadap norma-norma yang berlaku. Parenting yang efektif menjadi pondasi penting dalam membentuk karakter dan sikap anak, sehingga mereka mampu berperilaku sesuai harapan, baik di rumah maupun di sekolah. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan keluarga yang menerapkan pola asuh positif cenderung lebih mampu memahami batasan, menghargai aturan, dan menghormati otoritas. Mereka juga lebih sadar terhadap pentingnya norma seperti kedisiplinan, kejujuran, tanggung jawab, dan sopan santun yang menjadi nilai utama dalam kehidupan sekolah.
Masalah yang dihadapi saat ini adalah banyak orang tua hadir hanya secara fisik dalam keseharian anak, namun belum hadir secara psikis untuk membersamai, mendampingi, dan memberikan arahan batasan nilai benar-salah, baik-buruk dalam setiap perilaku anak. Kesibukan dan rasa lelah selepas bekerja, ditambah minimnya pemahaman dalam hal parenting, menjadi alasan umum dalam kondisi ini.
Saat ini, beberapa orang tua masih menerapkan cara kuno dalam mendidik anak-anaknya, sebagaimana mereka dulu diperlakukan, dan berharap anak tumbuh seperti apa yang terjadi pada masa mereka dahulu. Orang tua belum menyadari bahwa anak memiliki talenta yang berbeda dan hidup serta berkembang di masa yang berbeda pula. Ketika anak tumbuh tidak sesuai harapan, sering kali muncul emosi dan kata-kata yang belum mengarah pada pola parenting positif dan membangun motivasi. Inilah awal dari pentingnya kehadiran psikologis dan energi positif dalam pola asuh. Hal ini bisa dimulai dari rumah dengan cara-cara sederhana: hadir dengan tatapan penuh kasih sayang, berbicara dengan keyakinan bukan emosi, memberikan penjelasan tentang benar dan salah, menggunakan kalimat positif yang memiliki maksud dan tujuan yang jelas, memberikan pelukan, sentuhan, serta meluangkan waktu untuk beribadah bersama, bertamasya, atau sekadar duduk bersama menjadi teman dan sahabat bagi anak-anak dalam bercerita, berdiskusi, dan mencari solusi.
Parenting yang penuh perhatian, kasih sayang, serta disiplin dan konsisten terbukti mampu menanamkan nilai-nilai moral dan sosial kepada anak. Tidak membutuhkan waktu banyak untuk hadir secara psikis kepada anak, namun dibutuhkan komitmen dan pemahaman sebagai bentuk investasi kita sebagai orang tua.
Sekolah memang memiliki peran penting dalam membimbing siswa, namun peran tersebut akan lebih efektif bila didukung oleh pola asuh yang sejalan di rumah. Sesempurna apa pun norma atau aturan yang dikonsep di sekolah, selama kesadaran dari dalam diri anak belum terbentuk, maka norma itu hanya bersifat formal dan transaksional. Siswa taat aturan karena takut dihukum, bukan karena sadar bahwa aturan itu penting untuk menciptakan lingkungan yang tertib, adil, dan manusiawi. Ketika norma tidak diawasi, maka norma pun diabaikan. Hal ini membuktikan bahwa norma belum masuk dalam kesadaran pribadi siswa dan belum menjadi bagian dari karakter mereka.
Agar norma efektif, maka menjadi tugas bersama antara sekolah dan rumah untuk membudayakan kebiasaan, menghidupkan dalam tindakan, serta melatih soft skill untuk mengimbangi hard skill. Melatih semua kecerdasan—emosi, sosial, spiritual, selain intelektual anak—merupakan upaya menyeluruh. Sekolah perlu menyamakan persepsi, visi, dan misi dalam pengajaran pendidikan serta perkembangan karakter. Sekolah juga dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk menyusun kesepakatan norma dan tujuan bersama dalam pergaulan di sekolah sebagai bentuk komitmen dan pembelajaran kontekstual.
Pada akhirnya, norma bukan untuk membatasi kebebasan, tetapi untuk menjaga kebebasan semua orang. Pendidikan karakter yang dimulai dari rumah akan memperkuat budaya disiplin dan etika di sekolah, menciptakan iklim belajar yang sehat, serta membentuk generasi muda yang berintegritas.**
Penulis : Candra Rahadyan Nurhidayat (Mahasiswa Pasca Sarjana STKIP Arrahmaniyan Depok)