Swara Pendidikan (Depok) – Presiden ke-4 Republik Indonesia, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, dikenal sebagai sosok yang berani mengambil langkah tegas dalam pemberantasan korupsi. Meski masa pemerintahannya relatif singkat (1999–2001), Gus Dur meninggalkan jejak penting dengan sikap keras terhadap pejabat yang diduga menyalahgunakan wewenang.
Salah satu tindakan yang paling diingat publik adalah keberaniannya mencopot menteri yang terseret dugaan kasus korupsi, bahkan sebelum adanya putusan pengadilan. Beberapa nama seperti Jusuf Kalla (Menteri Perindustrian dan Perdagangan) serta Laksamana Sukardi (Menteri Negara BUMN) diberhentikan dari kabinet karena adanya indikasi penyimpangan dalam proyek dan privatisasi BUMN. Meskipun kemudian tidak terbukti bersalah secara hukum, Gus Dur menunjukkan prinsipnya: “Lebih baik saya kehilangan menteri daripada rakyat kehilangan kepercayaan.”
Selain itu, Gus Dur membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) pada tahun 2000, yang bertugas mengusut kasus-kasus besar seperti BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia). Walau kemudian tim tersebut dibubarkan Mahkamah Agung, kehadirannya menjadi pondasi lahirnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2002 di era Presiden Megawati Soekarnoputri.
Gus Dur juga menolak campur tangan dalam kasus hukum. Beliau berulang kali menegaskan tidak akan melindungi siapa pun, termasuk kerabat dekatnya, bila terbukti melakukan korupsi. Ironisnya, Gus Dur justru dijadikan target politik dengan isu Buloggate dan Bruneigate. Namun, kedua kasus tersebut tidak pernah terbukti di pengadilan.
Langkah-langkah itu menegaskan Gus Dur sebagai presiden yang menjadikan integritas pejabat negara di atas kepentingan politik. Meski masa jabatannya singkat, warisan sikap antikorupsi Gus Dur tetap menjadi inspirasi hingga kini.**
Gus JP – Diolah dari berbagai sumber




