Swara Pendidikan (Bojongsari, Depok) – Buku antologi berjudul Depok dalam Garis Waktu: Kisah dan Harapan untuk Depok Maju hasil karya bersama, 55 peserta pelatihan penulisan yang diselenggarakan Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Depok pada akhir Juni 2025, mulai dipublikasikan. melalui media Swara Pendidikan,
Salah satu penulis sekaligus editor buku tersebut, Muhammad Fajri, mengungkapkan bahwa karya ini merupakan hasil kolaborasi para peserta pelatihan yang difasilitasi Disdik dan Tim Pendamping Literasi Daerah (TPLD). Setiap peserta diwajibkan menulis satu naskah sebagai bentuk tagihan pelatihan dalam bentuk bab (chapter) buku antologi.
“Sekitar 55 peserta kami hadirkan. Mereka kami ajak menyelesaikan tugas pelatihan dengan menulis naskah yang kemudian kami kumpulkan menjadi satu buku antologi dengan sembilan tema,” kata Fajri saat dtemui Swara Pendidikan di sekolahnya, Selasa (14/10/2025).
Tema yang diangkat dalam buku tersebut meliputi berbagai aspek kehidupan dan pembangunan di Kota Depok, seperti Depok di masa depan, pendidikan dan budaya literasi di era digital, teknologi untuk kota masa depan, Depok sebagai kota ekonomi kreatif dan sentra UMKM, potensi wisata dan kuliner khas Depok, hingga budaya lokal menuju global.
Menurut Fajri, setiap penulis menggambarkan kondisi nyata Kota Depok saat ini dan menguraikan harapan serta impian mereka terhadap masa depan kota. Salah satunya membahas tentang digitalisasi kota, seperti pemerataan akses internet hingga kemungkinan terwujudnya program satu RT satu jaringan internet.
“Kita ingin Depok menjadi kota yang terhubung secara menyeluruh. Mungkin suatu saat pemerintah bisa menyediakan akses wifi gratis agar seluruh warga menikmati kemajuan digital,” papar Fajri.
Selain itu, buku ini juga menyinggung isu Depok sebagai kota inklusi, terutama di bidang pendidikan. Dalam pandangan Fajri, anak-anak dengan kebutuhan khusus seharusnya mendapat kesempatan yang sama untuk bersekolah di lembaga pendidikan umum, baik negeri maupun swasta, dengan dukungan fasilitas dan guru yang memahami kebutuhan mereka.
“Kami ingin menggambarkan Depok sebagai kota yang inklusif. Anak-anak berkebutuhan khusus harus bisa diterima di sekolah reguler tanpa stigma negatif, dengan dukungan guru yang kompeten dan lingkungan belajar yang ramah,” terangnya.
Fajri mengatakan, sebagian besar penulis yang terlibat dalam proyek ini belum pernah menulis buku sebelumnya. Namun dengan pendampingan dari TPLD, mereka berhasil menyelesaikan naskahnya hingga terbit dalam satu buku setebal 900 halaman.
“Kami berharap buku ini bisa memberi gambaran bagi masyarakat luas tentang Kota Depok, tidak hanya dari sisi Margonda, tapi dari banyak sisi kehidupan yang jarang disorot. Melalui buku ini, orang yang belum pernah mengenal Depok bisa memahami karakter dan dinamika kotanya,” tutur Fajri.
Buku Depok dalam Garis Waktu menjadi bukti nyata geliat literasi di kalangan pendidik dan warga Depok. Selain memperkaya wawasan, karya ini juga menjadi dokumentasi perjalanan pemikiran masyarakat dalam melihat Depok kini dan masa depan. (Dib)