Karya: Azzah Zaidah, (Santri Pondok Pesantren Baitul Hikmah)
Dulu tempat yang paling ku takutia dalah Pondok Pesantren. Dimana, di tempat tersebut aku merasa seperti tenggelam di lautan yang dalam nan luas, yang rasanya dingin, gelap, dan menyesakan. Kesan pertama ketika aku sampai di Pondok Pesantren tidak ada yang berubah sama sekali, malahan beban yang ku tanggung semakin bertambah ketika orang tuaku berkata “Belajar yang benar ya nak, biar nanti kalau sudah besar bisa sekolah sampai ke negeri orang, harus nurut apa kata pengasuh di sana. Doain Ayah sama Ibu ya nak? Jangan lupa khatamin Al-Qur’an!! Jangan ngecewain Ayah sama Ibu loh..”
Seketika telingaku berdengung mendengar itu semua. Rasanya seperti ada yang menarikku semakin dalam, menuju dasar lautan.
Awal- awal aku di Pondok rasanya sangat berat, karena harus jauh jauh dari orang tua, yang sudah hidup bersamaku sejak aku kecil. Aku harus belajar hidup mandiri di sini, belajar menghemat sampai tiba penjengukkan, belajar menyelesikan masalah sendiri. Yang jelas sangat berbeda drastis ketika aku sedang berada di Rumah.
Seminggu, dua minggu aku di sini mungkin itu semua masih bisa kutahan, tapi lama-lama itu semua menjadi sangat berat bagiku. Jika pikiranku sudah tidak kuat maka fisik akulah yang jadi sasarannya. Ketika aku sakit, aku merasa sendiri di sini tidak ada yang mampu menolongku.
Ingin rasanya aku berenang menuju permukaan laut, tapi aku tidak tahu bagaimana caranya? Sekuat apapun aku mencobanya, seberapa banyak aku mencobanya, percuma saja itu semua, kalau pada akhirnya aku akan tetap berada di lautan dalam yang gelap.
Aku terlalu hanyut dalam mimpiku hingga tanpa aku sadari, diriku tengah mengingau “Aku, takut sendiri.”
“Tidak, kamu tidak sendiri disini. Ada Allah, Umi, Abah dan Ustadzah yang menemanikamu, jadi kamu tidak usah takut.” Ucap mereka sambil membelai rambutku dengan penuh kasih.
“Ustadzah?”tanyaku setengah sadar.
“Iya, ini ustadzah. Ada yang sakit?” Tanya ustadzah.
Aku yang merasa heran, lantas menatap keseliling lalu beralih menatap ustadzah dengan penuh tanda tanya. Ustazah yang mengerti dengan reaksi yang aku tunjukan lantas tersenyum kearahku.
“Tadi pagi badan kamu panas, kata temen mukamu mengigau terus dari semalam. Jadi ustadzah arahkan kamu dibawa ke UKS” ujarnya.
Aku menganguk
“Tadi ustadzah dengar kamu takut sendiri, kamu habis mimpi apa?”
Aku menghela nafas “Saya engga betah disini ustadzah, mau pulang.”
“Coba bertahan sebentar lagi ya? Memang awalnya rasanya sulit di awal, tapi lama – lama kamu akan terbiasa dengan ini semua. Engga papa kalau kamu emang lagi capek, kamu boleh istirahat. Tapi jangan nyerah dengan semua keadaan, karena nyerah itu engga bikin kamu bangkit untuk menjadi kuat.” Ucap beliau dengan tulus.
“Ustadzah tau kamu bisa ngelewatin ini semua, kamu Cuma lagi butuh penyemangat buat kamu bangkit dari keadaan. Jadi coba bertahan sebentar ya? tidak lama, cukup tiga tahun saja.”
Aku hanya termenung sambil menatap langit – langit mencoba mencerna apa yang baru saja dikatakan ustadzah tadi. Terdengar helaan nafas panjang, yang jelas bukan berasal dariku tentunya.
“Kalau begitu ustadzah tinggal dulu sebentar, jangan lupa makan lalu obatnya diminum.” Ujar beliau sambil berjalan keluar UKS.
Apa aku bisa melewati itu semua? Apa aku bisa berenang sendiri menuju permukaan? Awalnya aku ragu. Tapi setelah memikirkan ucapan beliau entah kenapa seperti ada yang mendorongku untuk bangun dan kembali mencoba berenang menuju dasar lautan. Aku pasti bisa.
Hingga tanpa diriku sadari, aku sudah berada dipermukaan laut, melihat cahaya matahari yang begitu indah menyambutku, aku merasa seperti hidup kembali. Dengan lebih baik tentunya. Bukan untuk tiga tahun lamanya melainkan untuk enam tahun. Sungguh aku tidak akan mengira akan selama itu berada di Pondok Pesantren.
Pada akhirnya aku menelan ludahku sendiri, aku yang dulu mengatakan tidak betah berada di Pondok Pesantren, kini aku tidak rela untuk meninggalkan tempat ini,. Tempat yang akan kukenang hingga akhir, sebagai tempat yang paling indah dalam hidupku.