Swara Pendidikan (Depok) — Sekretaris Komisi D DPRD Kota Depok yang juga Ketua Fraksi PKB, Siswanto, menanggapi kebijakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang akan mewajibkan mata pelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI).
Kebijakan ini merupakan bagian dari implementasi Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah, serta selaras dengan arah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), yang menekankan penguatan kompetensi global dan literasi bahasa bagi peserta didik.
Menurut Siswanto, keberhasilan kebijakan tersebut tidak hanya ditentukan oleh semangat globalisasi, tetapi juga bergantung pada kesiapan sumber daya manusia (SDM) dan sarana prasarana pendidikan di daerah.
“Ini kebijakan luar biasa dari Menteri. Dengan Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib, anak-anak akan lebih mudah beradaptasi dengan teknologi modern yang banyak menggunakan bahasa Inggris,” ujar Siswanto, Jumat (17/10/2025).
Meski mendukung semangat globalisasi, Siswanto menegaskan pentingnya kesiapan pemerintah daerah, terutama dalam memastikan ketersediaan guru yang kompeten dan fasilitas belajar yang memadai.
“Kalau SDM dan infrastrukturnya belum siap, pelaksanaan Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib tidak akan optimal. Ini menjadi pertanyaan besar bagi pemerintah daerah, termasuk Pemkot Depok,” katanya.
Ia menambahkan, kebijakan ini baru akan diterapkan pada tahun ajaran 2027/2028, sehingga pemerintah daerah memiliki waktu cukup untuk melakukan persiapan, mulai dari pengadaan tenaga pendidik profesional hingga penyediaan sarana dan prasarana penunjang pembelajaran.
Selain itu, Siswanto menilai kebijakan ini juga membuka peluang lapangan kerja baru bagi lulusan pendidikan Bahasa Inggris. Mereka dapat direkrut sebagai tenaga pendidik di SD dan MI, sehingga keahlian mereka dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Dalam pandangannya, penerapan Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib juga memiliki aspek pemerataan pendidikan.
“Selama ini, anak-anak dari keluarga mampu biasanya ikut les privat Bahasa Inggris, sedangkan yang kurang mampu sulit mendapatkan akses. Dengan menjadi mata pelajaran wajib, semua siswa bisa belajar secara merata tanpa perbedaan ekonomi,” jelasnya.
Namun demikian, Siswanto mengingatkan pemerintah daerah agar menyiapkan anggaran yang memadai guna mendukung implementasi kebijakan tersebut.
“Pemkot harus menyiapkan guru yang kompeten dan fasilitas pendukung. Tanpa itu, kebijakan ini bisa menjadi beban dan kurang efektif,” tegasnya.
Polemik antara semangat globalisasi dan kesiapan daerah menjadi sorotan dalam kebijakan Bahasa Inggris wajib di SD dan MI. Siswanto menegaskan bahwa keberhasilan kebijakan ini akan sangat bergantung pada kesiapan SDM, infrastruktur, dan dukungan pemerintah daerah secara menyeluruh.**
(gus)