Swara Pendidikan (Depok) – Pusat Kajian Politik (PUSKAPOL) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) menggelar Townhall Meeting bertema “Berdaya dan Bersuara: Peran Perempuan dan Orang Muda dalam Ruang Politik” di Auditorium Mochtar Riady, Kampus FISIP UI, Depok. Rabu (4/6/2025)
Direktur PUSKAPOL UI, Hurriyah, menyampaikan bahwa kegiatan ini menjadi ruang refleksi dan dialog kritis tentang bagaimana perempuan dan orang muda dapat memperkuat posisi mereka dalam dunia politik, baik secara formal maupun informal.
“Diskusi ini bertujuan untuk memaknai politik yang inklusif dan berkeadilan, serta mengidentifikasi peluang strategis dan momentum sosial-politik untuk menciptakan politik yang lebih setara di Indonesia,” ungkap Hurriyah.
Ia menyoroti bahwa meskipun ada peningkatan representasi perempuan di lembaga legislatif – 22% di DPR RI, 37% di DPD RI, dan 19% di DPRD Provinsi – angka ini masih jauh dari ideal dalam mencerminkan keterwakilan substantif.
Hurriyah juga menyoroti menguatnya politik kekerabatan dalam Pemilu 2024, yang dinilai menghambat regenerasi kepemimpinan dan mempersempit ruang politik bagi perempuan serta generasi muda yang tak memiliki koneksi elite.
Hambatan Struktural dan Budaya Eksklusif
Sri Budi Eko Wardhani, dosen Ilmu Politik FISIP UI, menegaskan bahwa tantangan utama politik hari ini bukan lagi ideologi, tapi dominasi transaksi kekuasaan.
“Perempuan dan anak muda menghadapi hambatan struktural yang besar. Politik justru digunakan untuk memperkuat dinasti, bukan membuka ruang regenerasi,” ujarnya.
Wardhani menyoroti fenomena silent labor, di mana perempuan banyak terlibat dalam kerja politik di balik layar seperti logistik partai, namun tidak diberikan ruang representasi yang setara.
Ia menambahkan bahwa meskipun Indonesia tengah menikmati bonus demografi, partai politik belum mampu memberikan ruang regenerasi yang inklusif. Anak muda aktif di media sosial, namun enggan masuk partai karena budaya politik yang tertutup dan tidak suportif.
“Kebijakan afirmatif seperti kuota 30% jadi simbol belaka. Partai politik masih dikuasai elite ekonomi dan politik. Regenerasi pun macet karena anak muda tidak diberi ruang untuk belajar dan berproses,” tegasnya.
Wardhani menawarkan solusi berupa reformasi internal partai, pembukaan jalur kaderisasi yang transparan, serta dukungan dana publik untuk mengurangi ketergantungan partai terhadap sponsor elite.
Rocky Gerung: Politik Harus Etis dan Relasional
Rocky Gerung, Ketua Tumbuh Institute, menyebut eksklusi perempuan dari ruang publik sebagai “utang peradaban” yang belum dibayar lunas.
“Kuota 30% bukan kemajuan, tapi kompromi kecil terhadap sejarah panjang penyingkiran perempuan dari ruang politik. Hari ini, perempuan sudah mulai berbicara, memimpin, dan memperjuangkan keadilan,” ujarnya.
Menurut Rocky, transformasi politik bukan hanya soal struktur kekuasaan, tapi juga soal cara berpikir. Ia mendorong agar politik bergeser dari ruang institusional menuju ruang etis dan relasional—dengan mendengarkan suara-suara yang paling pelan.
“Politik yang sejati bukan soal siapa yang paling kuat, tapi siapa yang paling peduli. Perempuan memainkan peran utama dalam perjuangan keadilan sosial,” tambahnya.
Suara dari Politisi Muda
Acara ini juga menghadirkan politisi muda lintas partai yang turut memberikan perspektif segar mengenai pentingnya politik yang lebih inklusif dan berkeadilan.
Sekarwati dari Partai Golkar menyoroti bahwa perempuan masih kerap dipandang sebagai warga kelas dua dalam tatanan sosial-politik.
“Ketika masa depan dipertaruhkan, perempuan harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Selama ini, perempuan dianggap cukup berada di rumah, padahal banyak kebijakan politik justru berdampak langsung pada kehidupan mereka,” tegasnya.
Sementara itu, Fariz Ma’arif dari Partai Demokrat menekankan pentingnya ruang partisipasi yang setara bagi semua kelompok, tanpa diskriminasi.
“Hari ini, tidak ada lagi alasan untuk membatasi partisipasi berdasarkan gender, usia, ras, atau status sosial. Semua warga negara berhak menyuarakan pendapat dan ikut menentukan arah kebijakan publik,” ujarnya.
Senada dengan itu, Garda Maharsi dari PDI Perjuangan juga menyampaikan bahwa menciptakan ruang politik yang adil bukan hanya sekadar wacana, tetapi prasyarat utama bagi tegaknya demokrasi yang substansial dan berkelanjutan.
Townhall Meeting ini menjadi pengingat bahwa demokrasi yang sehat membutuhkan keberagaman suara dan keterlibatan aktif semua warga negara—terutama perempuan dan generasi muda—bukan hanya sebagai objek, tetapi subjek aktif perubahan. (CakPri/Gus JP)