Swara Pendidikan (Jakarta) – Kesehatan mental di Indonesia tengah menghadapi krisis serius. Hanya sebagian kecil penyandang gangguan mental yang mendapatkan perawatan yang memadai, disebabkan oleh keterbatasan sumber daya manusia kesehatan (SDMK) yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Hal ini disampaikan oleh Avifi Arka, Ph.D, Ketua Umum Perkumpulan Komunitas Hipnotis Indonesia (PKHI) dalam Pelantikan dan Rapat Kerja Nasional PKHI periode 2025–2030, yang digelar di Hotel Manhattan, Jakarta, Kamis (1/5/2025). Acara ini mengusung tema “Konsistensi dan Kompetensi Menjadikan Hipnosis Profesi Mulia.”
Sebagai organisasi profesi mitra Kementerian Kesehatan RI yang berbasis terapi olah pikir atau hipnoterapi, PKHI menaruh perhatian serius terhadap permasalahan ini. Data Survei Kesehatan Indonesia 2023 mencatat hanya 12,7% penyandang depresi yang mendapatkan penanganan. Sementara itu, Survei Nasional Kesehatan Mental Remaja (I-NAMHS) 2022 menunjukkan bahwa 34,9% remaja mengalami masalah kesehatan mental, namun hanya 2,6% yang mendapatkan layanan konseling atau bantuan psikologis.
“Fakta ini sangat memprihatinkan, khususnya bagi kalangan remaja. Kita menghadapi situasi krisis yang perlu ditangani dengan pendekatan yang inovatif dan inklusif,” ujar Avifi.
Menurutnya, hipnoterapi kini berkembang pesat di Indonesia dan menjadi alternatif terapi yang potensial. Hipnoterapi menggunakan teknik hipnosis yang terbukti secara ilmiah membantu mengatasi stres, kecemasan, trauma, hingga gangguan perilaku.
“Para pembelajar hipnosis dari lembaga pelatihan dan kursus resmi yang terakreditasi kini bergabung di PKHI. Anggota kami hampir mencapai 15.000 orang, tersebar di 38 provinsi,” lanjut Avifi.
Ia menambahkan bahwa para alumni pelatihan hipnosis telah menjalani uji kompetensi dari Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) BNSP RI dan Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSK) Kemendikdasmen, sehingga berhak mengajukan izin praktik hipnoterapi.
“Anggota kami berasal dari lintas profesi—mulai dari pamong desa, guru ngaji, kader posyandu, bidan desa, hingga personel TNI dan Polri. Mereka yang sudah dinyatakan kompeten dapat ikut membantu pemerintah dalam menangani krisis ini,” tegasnya.
Dengan meningkatnya alokasi anggaran untuk kesehatan mental dari pemerintah, PKHI berharap kehadiran hipnoterapis kompeten bisa menjadi bagian penting dalam perluasan akses terhadap layanan kesehatan mental yang berkualitas dan terjangkau.
“Kami percaya, hipnoterapi sebagai pendekatan ilmiah dapat menjadi solusi pelengkap dalam sistem kesehatan nasional,” tutup Avifi.**
Editor: Gus JP




