Oleh: Alfiyyah Hartini*

Jika berbicara tentang matematika, tentunya matematika bukanlah suatu hal yang baru kita dengar. Sejak di SD pun kita pasti sudah mengenal dan belajar matematika. Matematika adalah salah satu pelajaran yang akan selalu ditemui dari SD hingga SMA, bahkan kuliah.
Tidak sedikit juga yang menganggap bahwa matematika itu pelajaran yang sulit. Apalagi, matematika itu selalu tentang berhitung, bertemu rumus-rumus, angka dan cerita.
Dalam matematika kita juga dilatih untuk berpikir secara logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif. Maka dari itu, matematika adalah pelajaran yang penting.
Karena matematika juga membutuhkan pemahaman dan logika, kita tidak bisa jika hanya menghafal rumus. Kita juga harus sering mencoba untuk berlatih mamahami soal.
Saat ini masih banyak siswa yang belum bisa memahami soal matematika dalam dalam bentuk cerita. Oleh karena itu, matematika menjadi salah satu pelajaran yang sulit dan rumit. Pemilihan metode atau media yang tidak tepat akan menyebabkan ketidakberhasilan dalam pembelajaran matematika.
Kesulitan siswa dalam matematika bermacam-macam. Ada yang kesulitan dalam membaca soal dengan tepat, ada yang kesulitan dalam menggunakan rumus. Ada juga yang kesulitan dalam memahami maksud dari cerita.
Menurut Dian Rizky Utari (2009) dalam jurnal Analisis Kesulitan Belajar Matematika dalam Menyelesaikan Soal Cerita, menjelaskan bahwa kesulitan yang sering dialami oleh siswa saat mengerjakan soal cerita disebabkan siswa kurang mampu dalam memahami maksud soal dan kebingungan dalam menentukan operasi hitung yang akan dipakai.
Pembelajaran matematika di SD itu sangat penting karena menjadi salah satu pelajaran yang masuk di PISA (Programme for International Student Assessment). Maka dari itu, siswa harus dapat menguasai matematika dalam bentuk soal cerita ataupun bentuk yang lainnya. Akan tetapi, masih banyak siswa yang masih sulit untuk memahami matematika dalam bentuk soal cerita. Selain itu, ada juga siswa yang malas untuk mencoba mengerjakan latihan-latihan soal kemudian hanya menyalin tugas dari temannya.
Sikap guru juga sangat memengaruhi pembelajaran siswa. Jika guru tidak dapat menarik simpati anak atau mengajar dengan cara yang membosankan, anak akan kesulitan memahami pelajaran matematika.
Tidak sedikit guru yang mengajar monoton, hanya menjelaskan apa yang ada dibuku (teks book), tetapi tidak banyak berinteraksi dengan siswa. Berinteraksi sebagai guru dapat dilakukan dengan tanya jawab, kuis, dan bisa juga dengan permainan seperti mencari pasangan soal dan jawaban.
Dengan begitu, kita dapat mengetahui bagaimana perkembangan siswa dari proses pembelajaran ketika kita mengajar. Kita akan mengerti apa yang siswa sukai dan apa yang membuat siswa mudah mengerti. Selain itu, sebelum kita mengajar kita harus masuk ke dalam dunia mereka supaya kita tahu apa yang mereka sukai.
Dengan begitu, guru berperan sangat penting dalam menciptakan strategi belajar yang baik. Guru juga harus bisa memotivasi siswa agar makin semangat dalam belajar. Jika siswa punya motivasi dalam belajar, kegiatan pembelajaran akan menyenangkan.
Selain memeberi motivasi, kita sebagai guru juga harus belajar bagaimana cara agar siswa dapat memahami maksud dari soal yang kita buat.
Kita bisa menggunakan media gambar atau menggunakan hal yang dapat diingat dengan mudah. Misalnya dalam suatu soal cerita matematika di SD tentang bagaimana cara mencari FPB (faktor persekutuan terbesar) dan KPK (kelipatan persekutuan terkecil).
Kita bisa membuat soal menggunakan ciri-ciri dari FPB atau KPK untuk mempermudah siswa mencari suatu jawaban atau mencari rumus mana yang akan dipakai, pada soal FPB kita bisa menggunakan kata “dibagi sama rata”, sedangkan pada soal KPK kita bisa menggunakan kata “bersama-sama”.
Jadi, kita sebagai guru harus dapat masuk ke dunia mereka terlebih dahulu agar kemudian dapat menarik simpati siswa dengan metode belajar yang unik dan menyenangkan. Kita juga harus selalu sabar dalam membimbing siswa. Selain itu, kita sebagai guru juga harus mengingatkan siswa dengan memberikan motivasi kepada mereka agar mereka paham apa itu tujuan dari mereka belajar.
*Penulis: Alfiyyah Hartini (Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Pendidikan Matematika, Semester 1)