Oleh : Nurjaya Saputra
Wartawan idealis, merangkak dalam sunyi
Menggali kebenaran di antara kabut dusta
Tinta menari, pena menyayat hati
Di setiap kalimat, ia menuntut suara yang terlupa
Ditengah hiruk-pikuk dunia yang penuh kemewahan dan kebohongan, ada seorang wartawan muda bernama Arka. Setiap hari, dia merangkak dalam kebisuan, mencari kebenaran yang terkubur di bawah tumpukan dusta. Tinta di tangannya bukan hanya sekadar media untuk menulis berita, tapi juga darah mengalir dari hati yang tulus, menginginkan dunia yang lebih jujur.
Arka tahu, menjadi wartawan idealis bukanlah pilihan mudah. Dia pernah melihat banyak rekan sejawatnya memilih jalur yang lebih mudah: menulis berita manis, enak dibaca, yang mendatangkan pujian dan penghasilan. Tapi itu bukan jalan Arka. Baginya, dunia ini butuh suara jujur, bahkan jika itu harus dibayar dengan harga mahal.
Hari-harinya sering dimulai dengan kesendirian di ruang kecil yang menjadi kantor sederhana tempatnya menulis. Komputer di depannya adalah satu-satunya teman, dan kertas-kertas penuh catatan menjadi saksi bisu dari kegigihannya mencari kebenaran. Berita yang ditulisnya sering kali menantang kekuasaan, menggali sisi kelam, banyak orang enggan lihat. Setiap kata yang tertulis adalah pergulatan batin. Setiap kalimat adalah doa agar dunia bisa lebih baik.
Namun, meskipun bekerja dengan penuh hati, Arka sering kali merasakan kesepian. Pekerjaan ini bukanlah pekerjaan menyenangkan. Banyak rekan sejawat memandangnya sebelah mata. Wartawan idealis dianggap sudah kuno, terlalu idealis, terlalu ambisius. Di dunia yang serba cepat dan penuh ambisi ini, Arka sering merasa seperti pelan-pelan merangkak, hanya untuk mencari secercah kebenaran yang tak terlihat.
***
Suatu hari, saat Arka sedang menelusuri informasi mengenai sebuah kasus korupsi besar yang melibatkan pejabat tinggi, Arka merasa terhimpit oleh banyak hal. Rasa lelah, ketakutan, dan keraguan datang begitu kuat. Di luar sana, orang-orang mungkin sudah melupakan masalah itu, atau lebih memilih berpaling. Namun, hatinya berkata,
“Tidak, aku harus terus berjuang. Karena jika aku berhenti, siapa yang akan melawan?”
Sore itu, Arka duduk di meja, menatap layar komputer yang menampilkan berita terbaru yang dibuatnya. Meski terlihat sepele bagi sebagian orang, tulisan itu adalah hasil perjuangan tanpa henti—perjuangan seorang wartawan yang terus merangkak menuju cahaya, meski tak tahu berapa lama lagi jalannya akan berlangsung.
Saat dia memutuskan untuk mengirimkan beritanya, sebuah pesan singkat masuk ke ponselnya. Itu dari seorang pembaca anonim yang menulis:
“Terima kasih, Arka. Tulisanmu membuka mata kami. Mungkin dunia ini tidak akan berubah dengan cepat, tapi setidaknya ada satu suara yang tak pernah menyerah untuk berbicara.”
Pesan itu membuat hati Arka terenyuh. Selama ini, dia merasakan seolah-olah perjuangannya sia-sia. Namun, di balik setiap tulisan, ada jiwa-jiwa yang mendengar, ada hati-hati yang terbangun. Mungkin tak banyak, tapi itu cukup untuk membuatnya terus berjalan.
***
Hari-hari selanjutnya, meskipun kesulitan terus menghampiri, Arka kembali bangkit. Dia tahu, meski jalannya panjang dan penuh tantangan, Arka tak akan berhenti merangkak. Kebenaran adalah darah dalam nadinya, dan selama masih ada nafas, ia akan terus berjuang.
Di tengah dunia yang sering kali menutup mata pada kenyataan, Arka adalah suara yang tak akan pernah padam, merangkak dalam kegelapan untuk membawa cahaya.
TAMAT
Selamat Hari Pers Nasional (HPN)
“Terima kasih atas dedikasi yang telah diberikan oleh para jurnalis di mana pun mereka berada. Teruslah menyuarakan kebenaran demi kemajuan bangsa Indonesia”