Setiap tanggal 22 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Santri Nasional, sebuah momentum penting untuk kembali meneguhkan peran santri dan pesantren sebagai Soko Guru Pendidikan Nasional sekaligus benteng moral bangsa. Peringatan ini bukan seremonial belaka, melainkan pengingat bahwa pesantren telah mewariskan fondasi peradaban yang kokoh bagi Indonesia.
Pesantren adalah warisan agung peradaban Nusantara. Di tempat inilah ilmu bukan sekadar diajarkan, tetapi dihidupkan; adab bukan hanya dihafalkan, tetapi diamalkan. Pesantren melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas intelektual, tetapi juga dewasa secara spiritual, kokoh dalam moral, dan siap mengabdi untuk umat serta tanah air.
Sebagaimana pesan KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama:
“Ilmu itu tidak akan berkah kecuali dengan adab dan ketulusan.”
Inilah inti pendidikan pesantren: kemajuan bangsa tidak cukup bertumpu pada ilmu pengetahuan, tetapi harus berakar pada adab, nilai, dan kebudayaan.
Pesantren: Pilar Kuat Pendidikan Nasional
Sebagai anggota DPRD Kota Depok, saya memandang bahwa pesantren bukan hanya bagian dari sejarah, tetapi juga masa depan pendidikan Indonesia. Ketika banyak institusi formal fokus pada capaian akademik, pesantren justru menanamkan akar karakter: kesederhanaan, ketekunan, kejujuran, dan keikhlasan.
Filsuf pendidikan nasional, Ki Hajar Dewantara, menegaskan:
“Pendidikan adalah tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak…”
Nilai-nilai ini selaras dengan ruh pesantren yang membentuk manusia seutuhnya — berilmu, beriman, dan berakhlak. Karena itu, pesantren layak disebut sebagai pilar kokoh pendidikan nasional dan penjaga peradaban.
Refleksi Media dan Tantangan Zaman
Belum lama ini, sebuah pemberitaan media nasional memicu kegaduhan karena dinilai merendahkan martabat pesantren. Peristiwa tersebut menjadi pengingat bahwa literasi publik tentang pesantren masih perlu diluruskan.
Pesantren bukan tempat terbelakang. Justru di era disrupsi digital, pesantren melahirkan santri-santri maju: memahami kitab kuning, menguasai teknologi, bergerak di ekonomi kreatif, hingga memanfaatkan digitalisasi pendidikan — tanpa kehilangan adab dan akhlak.
Karena itu, pemerintah daerah perlu terus memberi dukungan nyata: mulai dari peningkatan mutu pembelajaran, pelatihan kewirausahaan santri, hingga memperkuat pesantren ramah digital. Ini bukan sekadar bantuan, melainkan bentuk penghormatan terhadap institusi yang telah menjaga moral bangsa selama berabad-abad.
Dari Pesantren untuk Indonesia Beradab
Hari Santri Nasional 2025 menjadi ruang refleksi bagi seluruh elemen bangsa. Dari pesantren, kita belajar tentang kesederhanaan hidup, keteguhan perjuangan, dan keikhlasan dalam pengabdian.
“Jika sekolah melahirkan sarjana, maka pesantren melahirkan peradaban.”
Mari terus kita dukung pesantren sebagai pusat pembentukan karakter dan kebangsaan. Sebab dari pesantrenlah akan lahir pemimpin masa depan yang berilmu, berakhlak, dan bermartabat.
Selamat Hari Santri Nasional 2025.
Santri Siaga Jiwa Raga — Pesantren Jaga Akhlak dan Peradaban Bangsa.