Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki pantai terpanjang di dunia dan mempunyai potensi sumberdaya alam yang sangat melimpah, haruslah bisa memanfaatkan hal tersebut secara berkelanjutan untuk masa depan bangsa ini. Sumberdaya alam yang ada di pesisir dan laut Indonesia sangatlah beragam, sehingga dapat menunjang kehidupan masyarakat, seperti pemanfaatan untuk kegiatan perikanan tangkap, kegiatan budidaya, maupun pariwisata. Sumberdaya alam di perairan ini sangat beragam mulai dari ikan sampai krustasea. Kegiataan pemanfaatan sumberdaya alam oleh manusia tentu akan berdampak, baik itu positif maupun negatif. Adapun dampak negatif pemanfaatan sumberdaya tersebut adalah terjadinya penurunan (degradasi) pada ekosistem, khususnya ekosistem pesisir. Salah satu penyebab degradasi tersebut adalah sampah plastik yang terbawa arus dan terakumulasi di perairan dan bibir pantai.
Sebagian besar plastik diproduksi untuk memenuhi fungsi tertentu yang berperan dalam memenuhi seluruh kebutuhan hidup manusia. Namun, plastik dapat menjadi permasalahan yang berakibat besar terhadap lingkungan terutama dalam bidang perikanan dan kelautan, hal ini disebabkan karena tidak dapat dikendalikannya jumlah plastik yang masuk kedalam perairan. Plastik dibuang dan masuk ke laut sebagai hasil dari banyak kegiatan darat dan laut yang berbeda. Plastik terdistribusi keseluruh lautan, di permukaan air dan sedimen dasar laut, dari Kutub Utara ke Antartika. Sampah plastik akhirnya terakumulasi terbawa oleh arus laut akibat gyres. Sampah plastik yang terakumulasi di perairan akan menjadi mikroplastik. Mikroplastik berasal dari plastik dengan jenis polimer sintetis yang berasal dari bahan bakar fosil atau biomassa. Mikroplastik adalah partikel mikroskopis yang lebih kecil dari plastik dan biasanya berukuran 1-5 mm. Mikroplastik hadir dalam bermacam-macam kelompok yang sangat bervariasi dalam hal ukuran, bentuk, warna, komposisi, massa jenis, dan sifat-sifat lainnya.
Mikroplastik telah ditemukan di dalam tubuh berbagai organisme laut termasuk invertebrata, ikan, burung dan mamalia. Partikel-partikel ini masuk ke dalam lingkungan perairan laut, umumnya melalui aktifitas sungai tercemar yang menuju laut. Lingkungan laut di seluruh dunia saat ini telah mengalami kontaminasi dengan sebagian besar limbah plastik. Dominasi plastik yang dapat ditemukan saat ini terdapat dalam dua bentuk yaitu sampah plastik besar, dan partikel plastik kecil yang disebut sebagai mikroplastik
Lebih Dari 260 Spesies Telan Sampah Laut
Mikroplastik berindikasi membahayakan organisme pada ekosistem di suatu perairan karena bahan tersebut akan masuk kedalam jaringan, terakumulasi dan menjadi racun. Lebih dari 260 spesies termasuk penyu, ikan, burung laut, mamalia, dan invertebrate, telah dilaporkan menelan sampah laut dan banyak yang kemudian mati seperti burung laut, kura-kura, ikan paus, lumba-lumba, duyung, ikan, kepiting, buaya, dan banyak spesies lainnya. Hal ini tentu saja sangat menghawatirkan karena ekosistem di pesisir merupakan ekosistem yang dinamis, yang saling berinteraksi satu sama lain antara darat dan laut dan juga memiliki keberagaman habitat.
Saat ini mikroplastik telah menjadi sebuah masalah bagi kesehatan manusia, hal ini terjadi karena akumulasi mikroplastik dalam rantai makanan biota laut yang kemudian menjadi bahan konsumsi manusia. Mikroplastik terbagi atas dua bagian yaitu mikro primer dan mikro sekunder. Mikro primer yaitu plastik yang dilepaskan langsung ke lingkungan dalam bentuk partikel kecil. Contohnya seperti perlengkapan mandi, bahan kosmetik serta berasal dari abrasi plastik-plastik besar selama manufaktur. Mikro sekunder yaitu mikroplastik yang berasal dari degradasi barang-barang plastik yang lebih besar menjadi fragmen plastik yang lebih kecil setelah mencemari lingkungan laut. Contohnya seperti jaring ikan.
Mikroplastik memiliki tipologi yang bermacam-macam dan memiliki karateristik yang khas. Tipologi umum dari mikroplastik adalah polyethylene (PE), polypropylene (PP), polystyrene (PS), polyvinylchloride (PVC), polyamide (PA), polyethylene terephthalate (PET), polyvinyl alcohol (PVA). Menurut beberapa studi sekitar 10% sampah dari semua plastik yang baru diproduksi akan dibuang melalui sungai dan berakhir di laut. Potensi dari dampak sampah laut secara kimia cenderung meningkat seiring menurunnya ukuran partikel plastik (mikroplastik), sedangkan efek secara fisik meningkat seiring meningkatnya ukuran makrodebris (sampah makro).
Sampah Plastik, Indonesia Tertinggi Setelah China
Sampah di daerah pesisir merupakan suatu permasalahan yang kompleks yang dihadapi masyakarat pesisir. Sebagaimana kita tahu, Indonesia menjadi pembuang sampah laut plastik kedua terbesar di dunia setelah China, berdasarkan studi tahun 2010 yang dilakukan pada 192 negara pesisir. Oleh karena itu, penggunaan barang berbahan dasar plastik perlu dikurangi dan dilakukan pengelolaan. Diperkirakan 93 hingga 268 ton dari mikroplastik saat ini mengambang di lautan. Sedangkan untuk mikroplastik lain seperti akrilik yang lebih padat daripada air laut kemungkinan besar terakumulasi di dasar laut, yang berarti bahwa dalam jumlah besar mikroplastik dapat terakumulasi di dasar perairan sehingga ikut terlibat dalam proses rantai makanan.
Kondisi ini bila dibiarkan dalam jangka panjang tentu saja bisa membahayakan ekosistem laut dan peradaban manusia serta memberikan dapak negatif tidak saja secara ekologi dan habitat tetapi juga secara ekonomi dan sosial. Oleh karenanya mari kita jaga lingkungan kita dengan mengurangi penggunaan plastik dan tidak membuang sampahnya di sembarang tempat. ***
Penulis : Drs. Dadan Zulkifli, MM (Dosen Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta)
1 Komentar
Hidup cerdas hemat sampah