Di pagi musim gugur yang teduh, 23 November 2025, rombongan kecil dari Indonesia melangkah keluar dari Bandara Incheon dengan satu tujuan besar: belajar langsung bagaimana Korea Selatan membangun ekosistem pendidikan digitalnya hingga diakui dunia. Perjalanan mereka selama sepekan itu bukan sekadar kunjungan, melainkan pencarian inspirasi—sebuah misi untuk memahami bagaimana transformasi pendidikan dapat lahir dari kolaborasi, disiplin, dan visi yang kuat.
Program SIKOLA Master Class 2025, yang mempertemukan guru hebat, tim kerja, hingga pejabat Kemendikdasmen, membawa mereka menyusuri delapan kota: Jinju, Changwon, Ulsan, Daegu, Seoul, hingga Incheon. Dari ruang kelas yang penuh teknologi hingga lorong-lorong istana Dinasti Joseon, setiap langkah menjadi pengingat bahwa pendidikan adalah jembatan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan.
Digital yang Berakar pada Nilai
Kunjungan pertama adalah ke kantor pusat Arasoft Co., Ltd., sebuah perusahaan yang menjadi mitra utama Korea dalam pengembangan digital textbook interaktif. Di sinilah delegasi menyaksikan bagaimana buku bukan lagi sekadar lembaran teks, tetapi pengalaman belajar yang hidup.
Prof. Dong-yub Lee, seorang akademisi yang disegani, menyampaikan pesan sederhana namun mendalam: “Teknologi tidak menggantikan peran guru. Ia hanya memperkaya proses belajar.”
Ia juga menekankan pentingnya membatasi penggunaan digital bagi siswa usia dini—sebuah keseimbangan yang sering kali terlupa dalam semangat digitalisasi.
Belajar dari Negeri dengan Disiplin Tanpa Kompromi
Di Korea Aerospace Industries (KAI), delegasi disuguhi pemandangan menakjubkan: hanggar raksasa, laboratorium simulasi penerbangan, dan proses perakitan pesawat yang serba presisi. Dari bangsa yang dulu hanya membeli teknologi, Korea kini menjadi produsen mandiri.
“Kami sadar bahwa kemandirian harus dibangun, bukan ditunggu,” ujar salah satu insinyur KAI.
Kalimat itu menjadi refleksi bagi delegasi: bahwa pendidikan Indonesia pun dapat berdiri tegak jika ekosistemnya dibangun secara konsisten dari bawah ke atas.
Pendidikan Masa Depan yang Dimulai Hari Ini
Di Future Education Center Provinsi Gyeongsangnam-do, para peserta seperti memasuki ruang pendidikan masa depan: kelas-kelas eksperimental, ruang pembelajaran virtual, hingga robot edukatif. Setiap sudut seakan menjawab tantangan zaman dengan kreatif, tanpa meninggalkan nilai-nilai budaya lokal.
Kunjungan ke K-Entrepreneurship Center memperlihatkan perjalanan Korea membangun mental wirausaha sejak era pascaperang. Ada museum, desa kreatif, hingga galeri startup lokal. Di sana delegasi menyaksikan bagaimana pendidikan kewirausahaan tidak hanya diajarkan di kelas, tetapi hidup dalam denyut kehidupan masyarakat.
AI di Sekolah Dasar: Bukan Mimpi, Melainkan Kenyataan
Hari berikutnya membawa delegasi ke sekolah-sekolah unggulan seperti Yaksa High School di Ulsan dan SD Gyeongdong di Daegu.
Di Gyeongdong, setiap murid kelas 3 ke atas sudah memiliki perangkat digital pribadi. Guru-guru wajib memahami dasar pemrograman. Tugas sekolah dilakukan dengan bantuan AI, tetapi tetap diimbangi dengan literasi dasar—murid tetap menulis tangan, tetap membaca buku fisik.
Sekolah ini mencatat peningkatan kemampuan problem-solving murid hingga 5,9%, sebuah indikator bahwa digitalisasi yang tepat guna dapat memberikan hasil konkret.
Belajar Bersama, Sepanjang Hayat
Di Daegu Central Education Training Institute, delegasi melihat bagaimana masyarakat Korea diajak belajar bersama melalui program AI untuk semua kalangan—mulai dari murid, guru, hingga warga umum.
Belajar bukan hanya urusan sekolah; ia menjadi budaya yang meluas ke seluruh lapisan masyarakat.
Menyatu dengan Sejarah yang Menjaga Identitas
Meski fokus pada teknologi, agenda kunjungan tetap menyentuh sisi budaya. Delegasi menjelajahi Kuil Bulguksa, Istana Gyeongbokgung, hingga Seoul Botanic Park.
Di sana mereka menemukan sesuatu yang unik: kemajuan Korea justru berdiri kokoh di atas warisan sejarah yang terpelihara. Kemajuan dan tradisi bukan dua kutub yang bertentangan, melainkan saudara yang berjalan beriringan.
Seolah memberi pesan kepada Indonesia: digitalisasi juga harus berpijak pada karakter bangsa dan nilai budaya.
Catatan untuk Indonesia: Harapan yang Lebih Dekat dari yang Dibayangkan
Dari seluruh perjalanan, delegasi merangkum lima pelajaran penting:
- Penyelarasan kebijakan pusat–daerah harus diperkuat.
- Standardisasi buku digital (ePUB 3.0) dan platform nasional sangat mendesak.
- Pelatihan AI untuk guru harus berkelanjutan dan terstruktur.
- Jejaring industri–kampus perlu menjadi bagian dari ekosistem pendidikan.
- Budaya digital, disiplin, dan etos belajar perlu dibangun sejak dini.
Dari Negeri Ginseng, delegasi Indonesia pulang bukan membawa teknologi, tetapi membawa cara pandang baru: bahwa transformasi pendidikan adalah perjalanan panjang yang memerlukan kesabaran, integritas, dan keberanian mengambil keputusan.
Akhir Perjalanan, Awal Perubahan
Saat pesawat kembali menuju Jakarta, setiap peserta membawa satu gagasan yang sama:
Bahwa masa depan pendidikan Indonesia tidak harus menunggu esok hari. Ia bisa dimulai sekarang—dengan langkah-langkah kecil namun pasti.
Program SIKOLA Master Class 2025 menjadi pengingat bahwa Indonesia memiliki potensi besar. Dan dengan kolaborasi yang kuat, pendidikan digital Indonesia bukan hanya akan mengikuti dunia, tetapi juga bisa menjadi pemimpin di kawasan.**
Oleh : Hizbul Pahman,S.Pd (Guru SDN Kalibaru 1)
Catatan Perjalanan Delegasi Kemendikdasmen dalam Program SIKOLA Master Class 2025 di Korea Selatan
Editor: Gus JP




