Oleh: Eni Yuhaeni, S.Pd *
Budaya Palang pintu adalah Budaya khas Betawi yang menjadi bagian dari upacara adat pernikahan. Acara palang pintu berisi kegiatan seni bela diri dan seni sastra.
Penulis merasa kagum terhadap upacara Adat Pernikahan Betawi yang melaksanakan acara palang pintu. Seiring berjalannya waktu acara palang pintu dalam suatu pernikahan di kota Depok sudah jarang ditemukan, padahal acara tersebut sarat akan makna dan filosofi kehidupan.
Acara palang pintu merupakan warisan budaya dari nenek moyang suku Betawi yang berisi perpaduan seni bela diri dan seni sastra, yang terlihat sederhana tapi tidak semua orang mampu untuk memadukan antara gerakan seni bela diri dengan seni berbalas pantun.
Kegiatan yang dilakukan secara bersamaan antara seni bela diri dengan seni berbalas pantun itu tidak mudah, harus sering latihan apalagi diselingi dengan kalimat yang lucu, menggelitik dan membuat seru sehingga bisa menghibur sekaligus memberi hikmah kepada para undangan yang menyaksikannya. Sangat disayangkan jika budaya palang pintu ini terkikis oleh budaya lain.
Letak kota Depok sebagai penyangga Ibu Kota Negara terbuka lebar terhadap masuknya budaya lain dari berbagai daerah, bahkan budaya luar negeri. Jika tidak dilestarikan oleh generasi muda, sebagai generasi penerus, siapa lagi yang akan melestarikan? Terlepas dari apapun sukunya jika tinggal di Kota Depok adalah penerus budaya Betawi.
Banyak cara melestarikan budaya Palang Pintu, contoh masyarakat Betawi yang peduli budaya kota Depok, dijalur pendidikan melaksanakan lomba seperti, silat, karate, dan cipta pantun.
Salah satu langkah kecil yang bisa dilakukan oleh sekolah dalam melestarikan budaya palang pintu adalah mengenalkan sejak dini tentang pantun.
Generasi muda merasa kurang tertarik dengan dunia pantun karena dianggap tidak penting dan tidak menarik untuk dipelajari. Ini adalah tantangan dunia pendidikan sebagai garda terdepan dalam mencetak generasi berbudaya yang memiliki Profil Pelajar Pancasila.
Bagaimana cara agar dunia perpantunan menjadi menarik bagi generasi muda khusus bagi siswa Sekolah Dasar? Ini adalah ladang dari ahli IT yang tahu bagaimana cara meramu media elektronik menjadi media yang dapat menarik minat siswa untuk mempelajari pantun, seperti bermain game, kuis, kartun, animasi dan lain-lain, sesuai dengan usianya.
Pada intinya adalah dengan media kekinian memudahkan guru untuk memberikan materi yang menarik dan mengasyikan bagi siswa yang belajar pantun.
Contoh pantun tentang ”pengalaman bersama guru”, dari siswa SDN Pondokcina 3 kelas 3 dengan keterbatasan perbendaharaan kata yang dimiliki siswa. (Shakila, Darin, Tisya, Syaqirah, Elang, Bain,Friza, Derain, dan Aska)
Ke Pasar Minggu beli baju baru
Mampir dulu untuk bertamu
Aku sayang ibu guru
Tak akan kulupakan jasamu
Pagi main sama Daru
Siang main sama Talita
Kita sayang ibu Guru
Bu guru juga sayang kita
Sore hari banyak tukang jamu
Saling sapa saat bertemu
Aku akan mengingat jasamu
Karena mengajarkan berbagai ilmu
Makan apel bersama kamu
Duduk di bangku berwarna biru
Setelah melihat perjuanganmu
Aku ingin seperti bu guru
Cari uang dalam saku
Hanya tersisa uang seratus
Terima kasih wahai guruku
Pahala untukmu tak akan terputus
Pagi hari membaca buku
Isinya menjaga kebersihan kuku
Terima kasih untuk guruku
Yang selalu menginspirasiku
Mencium bunga melati
Terlihat lebah memakan nektar
Ibu guruku baik hati
Aku ingin belajar sampai pintar
Di kebun binatang melihat kangguru
Kakinya sangat tangguh
Aku sayang ibu guru
Akan belajar sungguh – sungguh
Terasa sakit di bagian siku
Karena terkena paku
Kata maaf untuk guruku
Yang selalu sabar menghadapiku
Rangkaian kata yang tak seberapa terlihat ringan namun berbalut makna. Semangat terus kita gaungkan dalam diri siswa agar bangga memiliki budaya dan rasa cinta terhadap tanah air dan bangsanya. Tanah Airku Indonesia.
Penulis: Eni Yuhaeni,S.Pd.
Guru SDN Pondokcina 3
Jl. H Yahya Nuih No 2 Pondokcina
Kec. Beji Kota Depok