Swara Pendidikan (Bogor)– Rini dan Rustam, dua sejoli yang dipersatukan tak hanya oleh cinta, tetapi juga oleh keteguhan hati, telah enam tahun bersama mengarungi bahtera rumah tangga.
Rini adalah penyandang tuna daksa. Sehari-hari ia beraktivitas menggunakan kursi roda. Sementara Rustam, sang suami, adalah penyandang tuna netra yang setia mendampingi dan menjadi penopang utama keluarganya. Sejak menikah pada 2019, keduanya memilih bertahan hidup dengan berjualan kerupuk keliling.
Dalam keseharian, mereka berbagi peran harmoni tanpa keluh. Rini duduk di kursi roda sambil memandu arah dan menyapa calon pembeli, sementara Rustam mendorong roda dengan langkah terukur, mendengarkan dunia melalui suara dan rasa. Di antara keterbatasan fisik, tumbuh kerja sama yang kokoh, saling percaya, saling menguatkan.
“Kami saling melengkapi, kami repot kalau harus sendiri-sendiri” ungkap Rini pelan saat ditemui wartawan pada acara Fun for Difable and Family Fun Walk di lapangan parkir Hotel Syariah Lor-in Sentul, Ahad (21 Desember 2025).
Kisah cinta Rini dan Rustam bermula dari perkenalan sederhana. Keduanya dipertemukan oleh seorang teman melalui telepon genggam. Rini yang berasal dari Gunungkidul, Yogyakarta, menjalin komunikasi jarak jauh dengan Rustam, pria asal Bogor. Percakapan demi percakapan menumbuhkan rasa percaya, hingga akhirnya mereka memutuskan untuk menikah.
Sebelum berumah tangga, Rini berjualan seorang diri tanpa kursi roda. Ia memaksakan diri berjalan meski kakinya tak mampu menopang tubuh dengan sempurna.
“Capek, Mas. Saya harus memaksakan berjalan dengan keterbatasan kaki,” kenang Rini, matanya berkaca-kaca.
Kini, perjuangan itu tak lagi ia hadapi sendirian. Bersama Rustam, langkah yang berat terasa lebih ringan. Keduanya menjadi bagian dari sekitar 250 penyandang disabilitas yang saat ini dibina oleh Yayasan Tabungan Surga. Selain itu, Rustam juga aktif sebagai anggota Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI).
Di Kampung Setu, Bojong Gede, Bogor, pasangan ini menolak menyerah pada keadaan. Kursi roda dan tongkat putih bukanlah batas, melainkan alat untuk terus bergerak. Dari kerupuk yang mereka jual, terselip pelajaran tentang cinta yang bersahaja, kesetiaan yang tak bersyarat, dan harapan yang terus dijaga.
Rini dan Rustam mengajarkan satu hal penting: bahwa hidup, seberat apa pun jalannya, selalu layak diperjuangkan- selama dijalani bersama, dengan hati yang saling menguatkan.””
Editor : Nurjaya SP




