Swara Pendidikan (Jakarta) – Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) resmi memberikan kepastian hukum baru bagi tenaga tata usaha (TU) dan tenaga kependidikan (Tendik) non-ASN di seluruh Indonesia.
Mulai tahun anggaran 2025, mereka kini diperbolehkan menerima honor melalui Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) atau yang lebih dikenal dengan Dana BOS 2025.
Langkah ini menjadi terobosan penting yang menandai babak baru dalam sistem pembiayaan pendidikan nasional, terutama bagi tenaga non-ASN yang selama ini kerap terpinggirkan dari skema anggaran formal.
Namun, di balik kabar gembira tersebut, Kemendikdasmen juga menegaskan bahwa penggunaan Dana BOS untuk honor tenaga non-ASN harus memenuhi persyaratan ketat serta mematuhi larangan tegas agar tidak terjadi penyalahgunaan anggaran.
Sekolah dan pemerintah daerah diminta memahami regulasi ini secara mendalam, sebab kesalahan dalam penerapan bisa berujung pada temuan audit atau pelanggaran administrasi keuangan negara.
Landasan Hukum dan Tujuan Kebijakan
Kebijakan ini dituangkan dalam Surat Edaran (SE) Nomor 13 Tahun 2025 yang diterbitkan Kemendikdasmen.
Aturan tersebut memiliki landasan hukum kuat, antara lain UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Tujuannya jelas — memberikan keadilan pembiayaan bagi tenaga kependidikan non-ASN yang selama ini bekerja tanpa jaminan honor tetap.
SE ini juga merupakan tindak lanjut dari SE Menteri Dalam Negeri Nomor 900.1.1/227/SJ Tahun 2025 tentang penganggaran bagi pegawai dengan status Perjanjian Kerja Paruh Waktu (PKPW).
Dengan demikian, posisi tenaga TU, pustakawan, laboran, serta staf administrasi sekolah kini semakin diakui secara resmi.
Mereka memiliki jaminan honor legal dan terukur, baik melalui APBD maupun Dana BOS, sebagai bentuk nyata perhatian pemerintah terhadap tenaga pendidikan non-ASN yang menjadi tulang punggung administratif sekolah.
Skema Pembayaran Honor dan Persyaratannya
Mulai tahun anggaran 2025, pembayaran honor tenaga TU dan Tendik non-ASN dilakukan melalui dua jalur utama: APBD dan Dana BOS.
- Melalui APBD, gaji diberikan kepada tenaga kependidikan berstatus PKPW sesuai kemampuan fiskal daerah.
- Melalui Dana BOS Reguler, sekolah diperbolehkan menggunakan maksimal 20 persen dari total dana BOS yang diterima — apabila APBD tidak mencukupi.
Syaratnya antara lain:
- Tenaga non-ASN terdaftar di Dapodik
- Memiliki SK Penugasan dari kepala sekolah
- Aktif bekerja setiap bulan
- Pembayaran disertai bukti absensi, daftar tugas, dan laporan penggunaan dana sah
Kepala sekolah bertanggung jawab penuh atas keabsahan data dan laporan penggunaan dana BOS.
Skema ini diharapkan menjadi solusi konkret atas keterlambatan pembayaran honor yang kerap terjadi di berbagai daerah.
Syarat dan Larangan: Menjaga Integritas Dana BOS 2025
Kemendikdasmen menegaskan bahwa hanya tenaga non-ASN dan non-PPPK yang berhak menerima honor dari Dana BOS.
Selain harus terdaftar di Dapodik dan memiliki SK resmi, penerima juga wajib aktif bekerja setiap bulan.
Adapun larangan yang diberlakukan antara lain:
- Dana BOS tidak boleh digunakan untuk membayar ASN, PPPK, atau tenaga yang tidak tercatat di Dapodik
- Dilarang membayar tenaga fiktif atau memanipulasi daftar kehadiran
- Dilarang menggunakan dana untuk kegiatan di luar operasional sekolah
Pelanggaran terhadap aturan ini dapat dikenai sanksi administratif hingga pidana keuangan negara.
Dengan demikian, integritas, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan Dana BOS menjadi prinsip utama yang wajib dijaga oleh seluruh satuan pendidikan.
Dampak dan Harapan: Tendik Non-ASN Akhirnya Diakui Negara
Terbitnya SE Nomor 13 Tahun 2025 disambut positif oleh berbagai kalangan.
Bagi ribuan tenaga TU dan Tendik non-ASN di seluruh Indonesia, kebijakan ini merupakan angin segar setelah bertahun-tahun bekerja tanpa kepastian honor tetap.
Kini mereka memiliki dasar hukum yang kuat, mekanisme pembayaran yang jelas, serta perlindungan keuangan yang adil.
Langkah ini juga menjadi wujud pengakuan negara terhadap kontribusi besar tenaga kependidikan non-ASN yang selama ini bekerja di balik layar sistem administrasi sekolah.
Sekolah pun kini memiliki fleksibilitas lebih tinggi dalam mengatur anggaran — selama tetap berpegang pada prinsip transparansi dan kepatuhan aturan.
Kemendikdasmen mengimbau pemerintah daerah untuk segera menindaklanjuti kebijakan ini di wilayah masing-masing, mengoptimalkan APBD terlebih dahulu, dan bila perlu mengajukan diskresi resmi ke pusat.
Menuju Sistem Pendidikan yang Adil dan Berintegritas
SE Nomor 13 Tahun 2025 bukan hanya sekadar kebijakan administratif, tetapi langkah monumental dalam reformasi pembiayaan pendidikan nasional.
Tenaga TU dan Tendik non-ASN kini bukan lagi pelengkap, melainkan bagian integral dari sistem pendidikan nasional yang berhak atas kesejahteraan layak dan perlindungan hukum.
Namun, tanggung jawab juga semakin besar. Kepala sekolah, bendahara, dan pemerintah daerah harus memastikan setiap rupiah Dana BOS digunakan dengan benar, transparan, dan sesuai juknis.
Kebijakan ini bukan hanya tentang uang, melainkan tentang keadilan, penghargaan, dan profesionalitas dunia pendidikan Indonesia.
Dengan Dana BOS 2025 sebagai penyokong utama, sistem pendidikan nasional kini bergerak menuju era baru yang lebih manusiawi, berkeadilan, dan berintegritas.**
Sumber: Kemendikdasmen
Editor: gus




