Kita kerap mendengar kata ‘bisnis‘. Secara historis, kata ‘bisnis’ diadaptasi dari bahasa Inggris business, dari kata dasar busy yang berarti ‘sibuk’ dalam konteks individu, komunitas, atau masyarakat. Dalam konteks sederhana, bisnis ialah kesibukan dalam melakukan suatu aktivitas atau pekerjaan yang memberikan keuntungan pada seseorang.
Dengan kata lain, bisnis adalah kegiatan yang dilakukan oleh individu maupun organisasi yang melibatkan proses pembuatan, pembelian, penjualan, atau pertukaran barang maupun jasa dengan tujuan untuk menghasilkan keuntungan.
Pertanyaannya , apakah sebuah institusi pendidikan yang dalam hal ini saya fokuskan pada sekolah negeri, disebut melakukan kegiatan bisnis dalam upaya peningkatan mutu sekolah?
Apakah kegiatan yang sifatnya tidak dibiayai dalam penggunaan dana bantuan operasional satuan pendidikan (BOSP) tidak boleh dilaksanakan?
Apakah dana swadaya yang dikeluarkan para orangtua dengan kesepakatan mereka untuk melaksanakan sebuah kegiatan disebut pungli?
Apakah sekolah negeri dilarang melakukan kegiatan yang sifatnya memberi pengalaman pada siswa dengan biaya mandiri?
Mengapa para oknum pemerhati pendidikan atau oknum wartawan dalam kontribusinya selalu mempersoalkan masalah terkait ini?
Apakah yang mereka persoalkan memanglah suatu hal yang sangat urgensi yang dapat berdampak negative pada system pendidikan maupun hasil belajar siswa?
Apakah yang ada dalam benak mereka, kita sedang melakukan sebuah bisnis untuk memperolah keuntungan sebesar-besarnya?
Proses pendidikan berlangsung seumur hidup. Begitu pula proses pendidikan di sekolah. Berlangsung secara berkesinambungan dan berulang setiap tahun pelajaran. Terkadang proses seperti ini dirasa monoton. Mengapa demikian?
Disadari bersama dari waktu ke waktu, semester ke semester, tahun ke tahun, proses yang berlangsung dalam dunia pendidikan tentang itu-itu saja. Itulah kenapa kita perlu melakukan inovasi untuk memperkecil rasa jenuh siswa dalam menempuh pendidikannya.
Dalam satu tahun pelajaran kita akan disibukkan dengan rutinitas kegiatan seperti penerimaan siswa baru, kegiatan belajar mengajar, kegiatan penilaian tengah semester, penilain akhir semester, masuk kegiatan di semester kedua. Untuk kelas ujung sudah memulai penilaian akhir sekolah baik praktik maupun tulis, dan kemudian masuk pada tahap kegiatan akhir tahun, kelulusan dan sebagainya.
Akhir tahun pelajaran adalah waktu yang sungguh menguras tenaga dan fikiran bagi para guru. Mereka semua disibukkan dengan kegiatan penilaian akhir tahun juga persiapan kelulusan bagi siswa tingkat akhir. Memberikan pelayanan terbaik yang dapat guru lakukan sebisa mungkin supaya siswa merasa berkesan dan bahagia pernah menempuh pendidikan di sekolah tersebut.
Kegiatan akhir tahun juga merupakan kegiatan yang ditunggu-tunggu oleh siswa kelas akhir. Karena di sini dijadikan sebagai moment penting dalam proses perjalanan mereka menempuh pendidikan.
Kelulusan biasanya akan disertai dengan berbagai kegiatan, seperti kegiatan pelepasan maupun wisata bersama. Bukan tanpa sebab mereka menunggu momen seperti ini, karena di sini mereka sedang merayakan kebahagiaan keberhasilan menempuh satu tahap pendidikannya.
Sebuah kegiatan tentunya tidak terlepas dengan pembiayaan. Karena salah satu faktor keberhasilan sebuah kegiatan bergantung pada ketercukupan dananya. Nah, disini terkadang menjadi sebuah persoalan ketika sumber dana tersebut berasal dari dana mandiri (swadaya).
Banyak pihak-pihak yang mempersoalkan bahkan tak jarang hal tersebut disebut pungli. Padahal jika dipahami, sekolah melakukan kegiatan seperti ini adalah berdasarkan usulan dari para orang tua.
Jika bisa, guru lebih memilih tidak mengadakan kegiatan sama sekali. Namun disisi lain guru merasa dilema, saat siswa dan orangtua berharap ada kegiatan yang sifatnya kebersamaan.
Ibarat makan buah simalakama. Ketika kegiatan yang diusulkan orang tua tidak diakomodir akan timbul permasalahan kekecewaan karena telah melewatkan satu moment penting dalam proses kelulusannya. Namun, jika diakomodir, ada saja pihak-pihak yang menyoal. Disebutnya sekolah menarik pungli-lah, mencari keuntungan-lah, dan lain sebagainya.
Hal ini menjadi persoalan tersendiri bagi para pendidik di sekolah. Pungli yang mana yang sedang dipersoalkan? Jika semua jalur sudah dilakukan sesuai prosedur. Tentunya sebuah kegiatan yang akan dilaksanakan sudah melalui perencanaan.
Sosialisasi kegiatan kepada para orangtuapun sudah dilakukan. Diskusi untuk mencari kemufakatan sehingga tercetus satu kegiatan yang disepakati bersama.
Dan pada akhirnya kegiatan berjalan sesuai perencanaan yang sudah dibuat. Kegiatannya pun bersifat tidak diwajibkan, yang artinya disilahkan bagi yang mau mengikuti ataupun tidak.
Untuk menjadi sebuah pemahaman , di sini para pendidik berusaha melayani siswa dan orang tua dengan baik. Tidak ada niatan meraup keuntungan dalam berjalannya sebuah kegiatan.
Jika para pendidik ikut terfasilitasi dalam anggaran kegiatan, hal seperti itu adalah sebuah kewajaran. Membersamai siswa dalam melakukan kegiatan, berusaha menjaga supaya siswa tetap dalam keadaan yang baik dan sehat selama proses kegiatan, bukankah wajar jika lelah tersebut diganti dengan fasilitas yang disediakan seperti makan, minum dan lainnya.
Terlepas dari cara pandang dan anggapan orang dalam menyikapi kegiatan akhir tahun siswa, intinya, hanya ingin menanyakan. “Bukankah dulu anda pernah bersekolah?”.
***
Penulis: Titin Supriatin, M.Pd