Swara Pendidikan.co.id (DEPOK) – Konsultasi dan Lokakarya Nasional (TAKARAN) SMK Swasta se Indonesia di Hotel Bumi Wiyata, Depok yang dihadiri 250 lebih perwakilan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Swasta dari seluruh Indonesia berjalan sukses. Rabu (07/03/18).
Acara yang bertajuk “Meningkatkan Kualitas dan Integritas, Memperkuat Sinergitas dan Jejaring” dibuka secara resmi oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI yang diwakili Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Hamid Muhammad.
Dalam sambutannya, Hamid Muhammad memaparkan revitalisasi pendidikan vokasi di Indonesia terkait regulasi pendidikan vokasi yaitu Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dalam rangka peningkatan kualitas dan daya saing sumber daya manusia (SDM) Indonesia.
Dikatakan Hamid, jalinan kerja sama konkret terkait revitalisasi pendidikan vokasi telah dilakukan lintas kementerian, diantaranya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (Kementerian BUMN) yang menyepakati beberapa hal. Antara lain, program revitalisasi pengembangan pendidikan kejuruan dan vokasi berbasis kompetensi yang link and match dengan dunia usaha dan industri, restrukturisasi program keahlian dan kurikulum pada satuan pendidikan sesuai dengan kebutuhan industri, serta pembangunan infrastruktur kompetensi bidang industri.
Sebagai langkah awal untuk mewujudkan percepatan penguatan pendidikan vokasi, kata dia, beberapa kementerian membuat pilot project dengan dunia industri, antara lain tiga perusahaan industri dan 20 SMK, “yaitu PT. Petrokimia Gresik dengan 7 SMK di wilayah Jawa Timur, PT. Astra Honda Motor dengan 9 SMK di Tangerang, Banten, dan Sulawesi Selatan, serta PT. Polytama Propindo dengan 4 SMK di Indramayu dan Cirebon,” paparnya.
Menurut Hamid, secara fungsional keberadaan pendidikan vokasi di Indonesia amat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang siap pakai. Sebab katanya lagi, dalam pendidikan vokasi, peserta didik tidak hanya diajarkan pengetahuan (kognitif) semata, tetapi juga diberikan kemampuan praktis (psikomotorik).
“Konfigurasi ini merupakan solusi efektif dalam menjembatani kualifikasi tenaga kerja yang dihasilkan dunia pendidikan dengan kebutuhan dunia usaha/industri, yang pada gilirannya dapat memperkuat daya saing ekonomi Indonesia,” tandasnya.
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Kebudayaan itu juga mengungkapkan bahwa konsep keterkaitan dan kesepadanan (link and match) dunia pendidikan dan dunia usaha/industri sebelumnya pernah diterapkan dimasa Orde Baru.
“Saat itu, para siswa di sekolah-sekolah kejuruan diberikan kesempatan untuk magang di perusahaan dan industri,” kata Hamid.
Tujuannya, lanjut dia, agar siswa memiliki bekal pengalaman yang cukup di dunia usaha/industri. Selain itu, kurikulum di sekolah-sekolah kejuruan dirancang secara aplikatif sesuai dengan keterampilan yang dibutuhkan oleh dunia usaha/industri.
Namun, seiring bergantinya pemerintahan, gaung program penguatan pendidikan vokasi nyaris tak terdengar, begitupun program link and match. “Makanya perlu adanya perombakan dalam sistem pendidikan. Dan usulan itu baru dapat terlaksana dimasa pemerintahan Jokowi.” Katanya.
Pemerintah dikatakan, Hamid juga ikut prihatin. pasalnya fakta di lapangan. Penyumbang terbesar angka pengangguran berasal dari lulusan sekolah kejuruan. “Ini berasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2016, tercatat jumlah angkatan kerja di Indonesia sebanyak 182,99 juta jiwa.
Dari jumlah itu, terangnya. Sebanyak 7,24 juta jiwa adalah kategori pengangguran. 11,24 persen berasal dari lulusan SMK. 9,55 persen lulusan SMA, dan 7,15 persen berasal dari lulusan SMP.
Menurut Hamid, besarnya angka pengangguran dari lulusan SMK, salah satunya factor adanya ketidaksepadanan (mismatch) antara supply tenaga kerja dan demand dunia usaha/industri.
Oleh karena itu, katanya lagi, pendidikan di SMK harus didasari berdasarkan kebutuhan tenaga kerja dalam masyarakat. Jika pengelola pendidikan tidak berorientasi pada kebututuhan pasar tenaga kerja, maka secara tidak langsung, pengelola sekolah sedang mencetak para pengangguran. “Bila ini terjadi, maka akan menciptakan kondisi yang mislink and mismatch,” tandasnya.
Agar terjadi link and match, lanjutnya. pelatihan berbasis kompetensi bagi para siswa pendidikan vokasi menjadi keharusan. Dimana proses perencanaan, pengajaran, pelaksanaan, dan penilaiannya mengacu pada penguasaan kompetensi siswa.
“Tujuannya agar dalam proses pengajaran benar-benar mengarahkan peserta didik mencapai penguasaan kompetensi yang telah diprogramkan bersama dengan dunia usaha/industry,” ujar nya.
Hamid menambahkan, ada tiga unsur penting yang berperan terkait kesuksesan pelatihan tersebut. Yaitu sekolah, dunia usaha/industri, dan pemerintah.
Karena itu, pemerintah meminta kepada pihak swasta agar Inpres nomor 9 tahun 2016 harus dilaksanakan. “Ada lima yang harus direvitalisasi,” ujar Hamid.
Pertama kurikulumnya agar disesuaikan dengan kebutuhan industri. Kedua, ketersediaan dan kompetensi gurunya. “Jangan lagi ada sekolah kejuruan tapi guru kejuruannya tidak ada. Ini yang menyebabkan kualitas lulusan SMK jadi tidak bagus.” Tandasnya.
Ketiga, lanjut Hamid, fasilitas belajar dan alat prakteknya. Bukan SMK namanya jika tidak ada alat praktek, karena itu wajib. Keempat, uji kompetensi dan sertifikasinya yang diakui oleh dunia industri. Kelima. Kerjasama dengan industri.
“Saya yakin jika itu dilakukan maka tidak ada lulusan SMK yang menganggur,” tutupnya.
Usai sambutan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Kebudayaan membuka secara resmi TAKARAN SMK Swasta 2018 ditandai dengan pemukulan gong. (gus)[espro-slider id=8437]
2 Komentar
Agus, thanks so much for the post.Really thank you! Keep writing.
Terima kasih atas infonya.. Sangat bermanfaat..payday advances