– Prolog –
Perjumpaan telah mengubah suatu takdir. Perpisahan yang tak terpikir. Pada kilau yang terukir. Tak berharap untuk berfakir. Hanya Ilahi tumpuan dzikir. Untuk Arah yang tersisir.
– Meninggalkan –
Pandangan Ari tak mengubah arah. Wajah sendu telah mengusik. Berkilauan kian memanggilnya untuk berharap pada satu. Nafkah untuk penyambung hidup.
Jalan Ari bukan hanya satu. Gerak mengubah langkahnya. Bergerak untuk tergerak. Mengubah nasib menjari jalan terbaik. “Aku Pergi” pada secarik kertas Ari menuangkan rasa. Tak beriak layak air mengalir.
Bukan hendak melepaskan rasa. Bukan pula untuk mentakdirkan nafkah. Hanya sebuah untaian kata yang penuh gelisah. Entah bertahan pada sebuah kisah. “Ke mana?” bertanya Bilqis pada Ari.
Derit dinding iringi kepergian Ari. Bilqis merelakan. Ilahi jadi tumpuan Bilqis. Sebuah harap bisa bersua. Perpaduan rasa bergelimangan. Tiga tahun belakang kisah ini tertuang. Ari berjalan lurus ke depan. Tak menoleh Ari berjalan. Meski Bilqis mengurai air mata.
– Persinggahan —
Bumi menjadi tempat persinggahan. Ke Jakarta juga persinggahan. Ari pun singgah di Jakarta. Pada harap, nafkah kan terwujud. Sebuah cita yang tak terungkap pada Bilqis.
Ari bukan orang sang pengkhianat. Cinta tak pernah lepas dalam hatinya. Pada Bilqis, sang pujaan hati.
Wahai cintaku, kutetap penuhi amanahku. Meski sulit tuk mengungkapkan. Kala hidup terbuai durja. Kuingin kini merubah asa. Untuk kembali pada Sang Maha. Merubah nasib. Agar kembali pada Sang Maha : Bertabur Semerbak Wangi Membahana.
– Terpisah —
Liur berjalan lewati tenggorokan. Penghilang dahaga nan kian kering. Pelebur lelah tanpa pilah. Meski terpisah kian meresah.
Jauh nian penuh harap. Tak berarah meski ada harap. Bilqis sendu dalam kehampaan. Asa pertemuan pada sang kekasih. Terpisah bukan terlepas.
Nafkah lahir tertunaikan sudah. Dari Pria Kepada Wanita. Ari tulus mencari nafkah. Seberapa besar nafkah kan terus terkirim kepada Bilqis. Meski bukan seorang yang sukses. Atau Sang Maha ingin ubah nasib Ari. Menjadi Orang sukses nan gemilang.
Bukan maksud Ari tak berkabar. Hanya nafkah nan terkirim via rekening. Terpisah ini bukan tujuan akhirnya. Ada tanda penyambung rasa. Lewat maya hubungan kan tersambung. Sepenggal cerita terhubung melambai.
– Rindu —
Signal internet penyambung hubungan tanpa terputus. Rasa rindu penuh jelajah. Memohon rasa bukan sekedar doa. Dari Bilqis untuk bertemu Ari. Sebagai cerita tanpa batas.
Perjalanan menjelajah rindu bagi Bilqis bukan penghalang. Melalui whatsapp Bilqis bisa menyapa Ari. Menatap wajah penuh harap. Bersua dalam suka cita. Sesudah redam rasa rindu terurai.
Internet keluarga ini berikan dukungan. Lewat semangat, bahkan setatap wajah. “Ini rindu!” untaian kata terungkap oleh Bilqis.
Ari tetap diam tak berkata. Meski ingin mengucap rindu kepada Bilqis. Belum sanggup bagi Ari untuk mengungkapnya. Masih ada sekat nan tak terungkap.
Kata-kata terus keluar dari mulut Bilqis. Ari berusaha untuk tetap diam. Karena kata belum sanggup keluar dari mulutnya. Ari beranjak dan mengucap salam kepada Bilqis. Air matanya pun ke luar peraduan jua.
Inikah namanya Rindu. Dalam sekat ruang nan entah kutak tahu. Suasana masih dalam kondisi berkabung. Pada hati yang menghilang. Pada jantungku nan tinggal sebelah. Kini hidup hanya sepenggal asa. Pada Ilahi tumpuan kan berpulang. Semoga berakhir dalam Khusnul Khotimah. Kematian yang paling didamba.
***
*BIODATA PENULIS
Saepullah, dilahirkan di Jakarta pada 7 Oktober 1983. Saat ini menjadi pemimpin sekolah di SMP Islam Ramah Anak menjabat sebagai Kepala Sekolah.