swarapendidikan.co.id Awalnya saya semangat saat menerima undangan di forum tahunan rencana kerja (renja) Dinas Pendidikan, di Wisma Hijau kemarin. Rabu (19/2/2020).
Karena saya fikir bakal ada terobosan baru atau inovasi baru. Apalagi temanya berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan untuk mencetak generasi yang berdaya saing menuju Depok unggul, nyaman, dan religius.
Tapi, lagi-lagi saya harus kecewa. Ternyata forum tahunan renja ini Dinas Pendidikan hanya sekedar formalitas dan sekedar ajang “lomba pidato” para pejabat Pemerintah atau pun para anggota legislatif sesuai dengan tingkatannya masing-masing.
Padahal, kalau kita dudukan pada semangat “musyawarah” nya sendiri, mestinya renja ini adalah ajang yang tepat untuk berbagi pikir dan bersambung rasa diantara sesama masyarakat dalam merencanakan dan merumuskan program-program.
Alangkah lebih cantik jika dalam pelaksanaan musyawarah ini dikemas untuk lebih banyak mendengar kata hati masyarakat yang diusulkan, ketimbang hanya mendengar pidatonya para pejabat yang terkadang miskin dengan semangat perubahan.
Spirit forum musyawarah tahunan disdik yang sejatinya diniatkan “masyarakat bicara, pejabat mendengar” ternyata justru sebaliknya. Bahkan, musrenbang (renja disdik) sudah keluar dari track dengan sengaja menghabiskan melalui “penyelundupan” pembicara yang mengklaim dlri sebagai nara sumber yang tidak diperlukan. sehingga waktu yang diberikan untuk sesi tanya jawab (masukan) sangat singkat.
Musyawarah ini berubah menjadi SOSIALISASI (one way), bukan musyawarah lagi (two way). Padahal APBD kota Depok berasal dari kocek rakyat/masyarakat Depok yang Linier dengan hal tersebut yang nota bene anggaran Musrenbang disdik juga berasal dari sumber yang sama. Maka wajib hukumnya memberikan akses seluas-luasnya kepada masyarakat untuk meng-akomodir aspirasi masyarakat sejauh keterkaitan dengan pendidikan. Bukan malah sengaja menghabiskan waktu dengan penyampaian sambutan-sambutan
Saya sebagai masyarakat, tentunya mengharapkan penyelenggaraan Musrenbang yang lebih aspiratif dan berpihak terhadap kepentingan publik.
Publik pastinya menuntut agar ada sebuah kriteria dan indikator yang utuh dan holistik yang lebih terukur sifatnya. Dalam bahasa lainnya, jika ada kebijakan untuk melakukan “musyawarah perencanaan”, lalu kapan dan bagaimana “musyawarah pelaksanaan” ataupun “musyawarah monitoring dan evaluasi” nya dilakukan? Hal ini penting dicatat, karena jika tidak dibangun forum semacam itu, maka kita selalu terjebak dalam mekanisme dari Musrenbang ke Musrenbang semata.
Akhirnya, penting kita catat, Musrenbang disdik adalah forum untuk merumuskan perencanaan pendidikan. Di forum itulah segudang masalah dan tantangan yang ada, mesti nya dapat diurai secara cerdas.
Kesan masyarakat yang menyatakan dirinya hanya sebagai “pelengkap penderita” dalam Musrenbang (renja disdik), sudah waktunya dirubah dengan ungkapan yang lebih baik.
Kita harus membangun citra bahwa masyarakat itulah sesungguhnya yang menjadi “kata kunci” keberhasilan sebuah Musrenbang. Itu sebabnya, jika ada orang yang menyatakan bahwa rakyat hanya sekedar jadi “komoditi” dalam pelaksanaan Musrenbang, maka menjadi tugas kita bersama untuk meluruskannya.
Cacat Hukum
Saya juga menilai, dengan belum diakomodirnya masukan-masukan dari peserta musrenbang Disdik TA 2021, maka dari perspektif kaca mata hukum, penanda tanganan berita acara (BA) musrenbang Disdik kota Depok TA 2021 adalah tidak syah/cacat hukum, karena masukan-masukan dari peserta belum ada kepastian diakomodir namun disisi lain BA Musrenbang sudah di BA kan, yang seolah-olah semua masukan sudah diakomodir. Walaupun akan ada alasan akan dipertajam pada musrenbang tingkat kota. Selain dugaan faktor kesengajaan dengan mempersempit akses waktu yang diberikan di sesi tanya jawab.
Karena itu, kesimpulan kami bahwa Forum Renja Dinas Pendidikan Kota Depok kemarin cacat secara hukum. Dan atas nama LSM PENDIDIKAN GARDA PENA INDONESIA akan menggugat ke Pengadilan hasil Musrenbang TA 2021 Disdik kota Depok via kantor hukum ULTRA PETITA LAW FIRM.
Mudah-mudahan “gugatan” ini akan semakin memacu Pemerintah dan Dinas Pendidikan untuk mampu menyiapkan pelaksanaan Musrenbang ke arah yang lebih berkualitas lagi.
Penulis : Cornelis Leo Lamongi, Ketua LSM Pendidikan Garda Pena, Tinggal di Sukmajaya, Depok
1 Komentar
Publik sebagai pendengar saat musrenbang, publik sebagai obyek disaat pelaksanaannya…..